Air Mata dan Hujan

Hujan sedang turun begitu derasnya

membeludak ... memenuhi ruang hati juga ruang rinduku. Ruang yang selalu ada untukmu

Semua dibanjiri oleh lantunan termerdu dari tutur katamu. Bahkan ... aku menyadari aku sedang menjadi orang yang bodoh, dan aku ingin melebur dalam kebodohan itu.

Aku mulai merekam rintikan aksara yang menjadi lagumu. Menikmati tetes demi tetes derasnya hujan yang saling berlomba mencapai bumi.

Nada demi nada mengalun begitu rapih nan indah dengan sendirinya. Seolah mengajakku berdansa di bawah percik yang menyejukkan. Aku menari beriring senyum di antara gemercik air yang melewati tubuhku.

Lalu jariku mengukir kata yang selalu syahdu ditengah rintikan yang terus membasahi. Mulutku pun mulai mendendangkan segala rasa di dalam dada.

Aku lakukan apapun yang engkau mau

Sesaat ... setelah dengan tiba-tiba tanganmu mendorongku hingga terjerembab ... aku jatuh ke dalam lumpur ketiadaan, dan aku mendengar tawamu memanggilku dengan yang bukan aku.

Aku mulai merasakan tanganku kebas untuk memahat segala batas realita. Seketika aku merasakan sakit di kedua kakiku yang selalu berdiri di batas imaji. Lalu aku tertawa... bercanda dengan kebodohan diri ... lantas aku menjadi tidak perduli.

Aku yang pernah merasa tidak diinginkan.. bahkan selalu dihilangkan. Pada nyatanya, aku tidak pernah benar-benar hilang. Kembali aku menapaki kerikil-kerikil realita ... juga duri-duri logika. Dan yang selalu muncul adalah mengapa!!!

Kenapa aku yang harus menghilang??

Hujan masih turun dengan begitu derasnya... Namun kini, aku menggigil ... kedinginan ... dan ketakutan dalam gelap metamorfosis. Bila itu maumu, mungkin aku bisa berbohong untukmu.

Dan hujan masih turun dengan derasnya. Aku hanya merasakan jariku yang kebas, kakiku yang sakit, dan mataku yang basah. Entah karena air hujan atau air mata. Aku menerima semuanya dengan apapun yang harus kujalani.

Aku memahami semua itu ... aku tahu. Terimakasih ... atas semua luka yang telah begitu dalam kau goreskan

~~~^^^~~~

Karya ; Mage