Kali ini, aku ingin bercerita padamu.
Sejak kepergianmu di tahun lalu, banyak sekali hal-hal tak terduga yang datang menyapa hari-hariku. Banyak sekali derai air mata yang menjadi saksi atas kejutan dari cerita yang disajikan oleh kawan-kawanmu.
Aku nyaris menyerah, dan putus asa. Aku nyaris gagal mempertahankan apa yang telah menemaniku belasan tahun lamanya. Aku nyaris kehilangan harta-harta berharga dan terbaikku.
Sejak kepergianmu di tahun lalu, tawa dan tangisku sungguh tak seimbang. Hatiku sering kali sesak dan sakit. Dan penyebabnya adalah karena kebodohanku sendiri. Tawa yang tercipta karena kedatanganmu di tahun lalu, lebih banyak berteman dengan rintikan air mata, hingga penghujung tahun menyapa.
Namun, seperti janji yang ku bicarakan padamu dalam diam. Kedatanganmu di tahun ini, akan ku ukir kembali senyum bahagia itu. Bahkan, jika kau pergi lagi dan kawan-kawanmu datang silih berganti menemani, akan aku usahakan untuk lebih banyak mengukir senyum bahagia penuh suka cita. Jika pun ada air mata kesedihan, aku ingin ia tak tahan bertamu terlalu lama.
Hai, Januariku.
Bulan kesayanganku. Bulan penuh harapan dan semangatku. Padamu telah ku ukir janji untuk menutup segala cerita dan kenangan buruk yang terjadi di tahun lalu. Apapun yang datang di tahun ini, aku berharap itu semua adalah hal-hal terbaik yang menyelimuti setiap waktu yang akan aku lalui. Apa pun yang terjadi di tahun lalu, maupun tahun ini, ku anggap adalah sebagai proses pendewasaan diri untuk menbuatku semakin bijak bersikap juga bertutur kata.
Hai, Januariku.
Di tahun ini, tolong kirimkanlah berjuta kebahagiaan yang tak pernah aku duga, ya. Dan tetaplah setia menyaksikan setiap cerita kehidupan yang ku jalani. Bantu kuatkan aku, ya. Di saat aku mulai goyah, lemah, atau bahkan nyaris menyerah. Entah, padamu selalu tinggi harapku untuk selalu bahagia dan mencipta tawa.
Hai, Januariku. Selamat datang dan berjumpa kembali denganku yang selalu menunggumu setiap tahunnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar