Senin, 25 Agustus 2025

Lupa yang Tak Pernah Nyata

Aku tahu, hidup ini adalah perjalanan siklus dari sebuah pertemuan, perpisahan, tawa, dan juga air mata. Semua pasti akan terjadi. Entah siapa lebih dulu memilih untuk meninggalkan, ataupun ditinggalkan. Sama hal nya dengan kita. Tiba-tiba Tuhan mempertemukan, tapi seketika, keadaan memaksa kita untuk saling melepaskan. 

Aku pikir, aku akan dengan mudah melupakan. Sama seperti ketika waktu dengan mudah mempertemukan, dan aku dengan mudah menyambut kehadiranmu. Nyatanya, melupakanmu ternyata bukan soal peran sang waktu, tapi soal luka yang tak pernah berhenti mencari cara untuk mengingat. Aku selalu mencoba menghapus tentangmu perlahan, menutup bayangmu dari ingatan. Namun yang terjadi adalah setiap langkah untuk menjauh, selalu menyeretku kembali pada jejakmu.

Aku mencoba menyibukkan diri, mengisi hari dengan tawa baru, berjalan di jalan yang tak pernah kita lalui bersama. Tapi tetap saja, bayanganmu selalu hadir di sela-sela senyumku yang paling pura-pura. Segala tentangmu selalu hadir dalam rindu yang paling sunyi, yang ku sembunyikan di balik tirai malam.

Mereka bilang, waktu akan menyembuhkan. Tapi mengapa setiap detik justru membuatku lebih sakit? Mengapa aku merasa semakin jauh dari sembuh? Padahal aku sudah berusaha sekuat itu. Hingga merapalkan namamu dihadapan Tuhan pun sudah hampir ku tiadakan. Tapi kenapa? Kenapa lagi-lagi harus tentang kamu yang membuat gaduh isi kepalaku?

Pada akhirnya, aku tahu seberapa banyak aku berjuang untuk melupa, sebanyak itu pula aku tersiksa.
Dan seberapa banyak cerita baru tercipta, sebanyak itu pula cerita lama melekat— dan menjadi pemenangnya. Aku benci harus mengakuinya, tapi fakta yang ada memang kamu masih jadi alasan dari setiap kosongku. Dan aku masih kalah, dalam peperangan yang seharusnya bisa kumenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar