Apakah aku tak cukup bagimu? Setelah aku mendampingi mu waktu ke waktu. Memelukmu demi bangkit kembali dari satu masalah ke masalah baru. Apakah aku tak cukup? Apakah yang ku curahkan masih jauh dari kata cukup?
Aku hanya ingin merasa menjadi seseorang yang cukup untuk orang lain, terutama untukmu. Ya. Aku ingin hadirku cukup membuatmu tenang. Cukup membuatmu bahagia. Cukup memberikan alasan untukmu merasa harus semangat dan hidup lagi setiap harinya. Aku ingin hadirku cukup untuk kamu menemukan alasan bahwa duniamu akan selalu baik-baik saja.
Namun realitanya tidak! Aku tidak pernah cukup untuk kamu yang selalu mencari sempurna.
Setiap usahaku terasa seperti tetesan air di samudra tak bertepi. Aku berikan waktu, kasih, dan kekuatan, tapi matamu selalu mencari sesuatu yang lebih, sesuatu yang tak pernah kumiliki. Aku berdiri di tepi harapan, menatapmu yang terus berlari mengejar bayangan sempurna itu, meninggalkanku dengan pertanyaan yang menggantung. Apakah cinta yang kuberikan tak cukup manis? Apakah pelukan yang kuberikan tak cukup hangat?
Aku pernah menangis di malam yang sunyi, merasa kecil di bawah beban “tidak cukup” yang kau letakkan di pundakku. Tapi di tengah air mata itu, ada percikan cahaya—suara kecil dalam diriku yang mulai berani bicara. “Mengapa aku harus membuktikan cukup untuk seseorang yang tak melihat usahaku?”
Aku memilih mundur selangkah, memberi ruang untuk diriku sendiri. Aku belajar mendengarkan detak jantungku yang berbisik, “Kau sudah cukup, bahkan jika dia tak melihatnya.” Aku mulai menuai ketenangan dari dalam, dari setiap napas yang kuhirup di pagi hari, dari setiap senyum yang kujaga untuk diriku sendiri.
Kini, aku tak lagi memohon untuk dianggap cukup olehmu. Aku cukup untuk diriku sendiri. Cukup untuk bangkit setiap kali jatuh, cukup untuk mencintai hidup ini dengan caraku. Dan suatu hari, aku harap, aku akan menemukan seseorang yang melihat “cukup” itu—bukan sempurna, tetapi cukup—seperti yang kuperjuangkan untukmu dulu.
.png)
cukup :(
BalasHapus