Maaf ...
Tuturmu setelah lapisan luka kau lukiskan dengan begitu indah.
Berharap senyumku hadir kembali seperti sedia kala; saat sebelum luka-luka itu kau gores dengan begitu nyata
Maaf ...
Ucapmu setelah desiran air mata berlomba bak rintikan hujan membasahi wajah
Lembut kau menghapus tiap bulir yang mengalir.
Berharap perih yang kurasa mampu kau singkir.
Maaf ...
Katamu setelah percayaku kau hancurkan seperti serpihan kaca
Berharap kepingan percaya itu kembali terbentuk seperti semula
Tolong, maafkan ... jangan membenciku!
Bisikmu sambil mendekapku lembut nan hangat
Berharap kuabaikan semua yang telah terjadi, dan melepas kecewa yang begitu erat mengikat
Ah ... aneh sekali dirimu!!
Ingin ku teriakkan kalimat itu pada telingamu yang masih terbuka
Tidakkah kau lihat aku sedang sangat terluka??
Putaran waktu yang membawa kita kerap bersama, meskinya mampu membuatmu memahamiku seperti apa.
Adakah goresan benci yang ku lukis pada tatap serta wajahku?
Kupastikan kamu tidak menemukannya.
Karena memang aku tidak membenci, hanya sedang terluka!
Kadang Cinta ini membuatku sangat lelah
Kadang aku ingin berhenti, tapi aku tahu bahwa keinginanku sering berakhir menjadi salah
Ingin rasanya menangis dalam sunyiku,
Walau selalu saja kudapati mahalnya ruang dan waktu
Kutenggelamkan diriku pada jeram kepura-puraan, menyandang topeng ceria dalam tertawaku
Aku tidak membenci, hanya pikiranku yang selalu meracau mengutuki diri
Mungkin ikhlas dan rela mudah terucapkan olehmu, namun untukku sepertinya tak pernah mudah kau pahami
Tak perlu khawatir, sayang ... aku tak pernah tega untuk membencimu
Hanya ... ijinkan aku sesekali menangis, menanggalkan topengku sekali waktu
Tuhaan ...
Kau tahu aku tak membenci, bahkan ku `tak sanggup melakukannya
Aku hanya sedang lelah, patah, dan terluka
Ijinkan aku selalu belajar menerima diri
Sungguh, Aku tak membenci!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar