Memilih Setia
Pagi ini benar-benar kelabu bagiku. Walau langit begitu cerah dan mentari begitu gagah. Entah, sudah berapa bulir air mata yang jatuh membasahi sajadahku sejak tahajud tadi. Aku begitu sesak. Begitu terluka. Hingga aku tak tau lagi harus bersikap apa selain diam dan menikmati hangatnya setiap tetes air mata yang jatuh membasahi wajah.
"Kamu kenapa, de?" Tanya mas Revan seusai shalat dhuhaku. Dan ini pertanyaan ke sekian yang dilontarkannya sejak subuh tadi.
"Enggak apa-apa. Aku hanya kangen Papa." Selalu begitu jawabku.
Aku mencoba untuk tak berdusta kepadanya. Aku memang merindukan Papa. Lalu hadir sebuah masalah yang kini tanpa sadar membuatku semakin merindukan sosok Papa. Karena bagiku, Papa adalah satu-satunya lelaki terbaik yang aku miliki dan tak akan pernah menyakiti anak perempuan satu-satunya ini.