Belajar Kehilangan Yang Tak Pernah Lulus Aku Pelajari
Aku tahu, dalam hidup ini, siklus datang dan pergi adalah hal yang pasti. Entah siapa yang lebih dulu memilih untuk pergi—meninggalkan atau ditinggalkan—semuanya selalu jadi rahasia yang hanya semesta tahu jawabannya.
Aku terus belajar… belajar bagaimana cara melepaskan seseorang dengan baik, tanpa harus berhadapan langsung dengan ruang sakit, baik lahir maupun batin. Tapi sialnya, aku selalu gagal dalam pelajaran itu.
Aku tetap harus merasakan sakit. Sakit yang tak terlihat, tapi terasa begitu nyata. Butuh waktu, butuh hening, hingga akhirnya aku bisa berdamai dengan kehilangan yang tak pernah aku minta.
Tapi tak apa. Selama sakitnya belum membuatku harus menyapa dinding rumah sakit, artinya aku masih punya daya untuk menanggungnya sendiri.
Mungkin kali ini aku harus kembali belajar. Belajar untuk tidak berisik, tidak manja, tidak menahan siapa pun yang ingin pergi dari hidupku. Belajar untuk tidak cengeng, tidak lemah, dan tidak egois. Karena ternyata… yang benar-benar mencintai, tahu kapan harus merelakan—bahkan ketika hati belum siap kehilangan.
Aku belajar diam saat ingin bicara.
Belajar tegar saat ingin meminta tetap tinggal.
Belajar menjadi rumah, meski pintunya terus kau buka untuk pergi.
Tapi mungkin memang ada yang tak ditakdirkan untuk bertahan.
Bukan karena kurang cinta, tapi karena semesta tak pernah memberi kesempatan.
Dan kalau suatu hari kamu rindu, jangan biarkan aku tau bahwa kamu datang untuk melepas rindu secara diam-diam. Karena bisa jadi, aku sedang belajar lupa—dan itu butuh waktu yang sangat panjang.
.png)
.png)
.png)



.png)
.png)

