Selasa, 15 Juli 2025

Bukan Milikku, Tapi Selalu Ku Rindu

Entah kenapa, rasanya sakit saat aku harus tahu dia sedang asik berbincang dengan yang lain.

Sedangkan aku di sini… menunggunya dengan penuh rindu.

Aku menahan diri untuk tidak menoleh, untuk tidak peduli. Tapi hati ini terlalu lemah untuk berdusta.
Aku cemburu!!
Bukan karena dia milikku—karena memang sejak awal ia tak pernah jadi milikku.
Aku hanya... merasa kalah oleh harapan dan mimpi-mimpiku sendiri.

Aku pikir aku bisa menahan rindu.
Aku pikir aku bisa pura-pura baik-baik saja.
Tapi nyatanya, setiap kali aku melihatnya tertawa bukan untukku, aku patah. Diam-diam, hatiku hancur berkeping!

Lucu, ya?
Bagaimana seseorang yang tak pernah benar-benar menggenggam hatiku, justru bisa mengikatku lebih erat dari siapa pun. Aku mencintainya dalam diam seribu bahasa. Aku merindukannya, dalam bayang-bayang yang selalu tak terlihat. Dan aku mencemburuinya dari balik senyum yang ku tarik paksa agar terlihat kuat.

Aku tahu, aku tak punya hak. Bahkan mungkin namaku pun tak pernah ia sebut dalam doa-doanya.
Tapi, anehnya aku di sini… tetap berharap, meski aku tak tahu untuk apa.

Aku tau, ia bebas mencintai siapa pun. Ia bebas tertawa dengan siapa pun. Dan aku… hanya bisa menunggu. Menunggu sesuatu yang tak akan pernah datang.

Aku ingin pergi, sungguh. Tapi yang lebih menyakitkan dari bertahan adalah menyadari: aku bahkan tak pernah diminta untuk datang.

Jadi aku diam.
Bukan karena tidak ingin bicara.
Tapi karena tahu, suaraku tak pernah benar-benar didengar olehnya.

Dan jika suatu hari nanti ia membaca ini, aku ingin ia tahu, bawa ada seseorang yang pernah mencintainya dengan seluruh luka, dan selalu merindukannya meski tak pernah ia sadari keberadaannya. Ia mungkin tak akan pernah menjadi milikku, tapi ia akan selalu menjadi alasanku memelihara rindu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar