Kamis, 22 Mei 2025

Menunggu yang Tak Pasti

5/22/2025 09:27:00 AM 0 Comments


Berapa lama kau akan bertahan di persimpangan ini ? Berdiri di antara harapan dan kenyataan, menanti sesuatu yang bahkan tak memberi kepastian. Kau tau bahwa menunggu tanpa kepastian adalah luka yang kau ciptakan sendiri, tetapi entah mengapa kau tetap memilih bertahan, seoalah hati tak mengenal kata Pulang.


Kau menghibur diri dengan kemungkinan, membangun harapan dari percakapan, tetapi jauh di dalam dada, kau tau bahwa semua itu hanyalah angan. Kau menunggu isyarat, berharap ada jawaban, tetapi waktu terus berjalan tanpa pernah memberikan kepastian. Kau mencoba meyakinkan diri bahwa kesabaran akan membuahkan pertemuan, tetapi bagaimana jika yang kau tunggu bahkan tak pernah menoleh ke belakang? 


Hidup bukan tentang seberapa lama kau menunggu, tetapi tentang seberapa berani kau melangkah menuju kepastian. Kau boleh berharap, tetapi jangan biarkan harapan itu mengikatmu dalam penantian yang tak berkesudahan. Sebab ada saatnya menunggu bukan lagi kesabaran, tetapi hanya ketertarikan yang kau ciptakan sendiri dalam ketakutan.

Maka kau memilih kesadaran, bahwa Tuhan tak pernah meminta hambanya bertahan pada sesuatu yang tak mengarah pada kebaikan. Jika memang ditakdirkan, cinta itu akan menemukan jalan, tetapi jika tidak, maka yang lebih baik telah TUHAN siapkan. Kau tak harus terus menunggu, sebab yang baik tak akan membuatmu meragu, dan yang ditulis untukmu tak akan membuat mu menunggu tanpa ahir yang menenangkan hati Mu.

Untukmu Tanpa Suara

5/22/2025 07:41:00 AM 0 Comments


Hai, kamu. Apa kabar?

Kalimat itu, ingin sekali rasanya ku kirimkan padamu. Agar kamu tahu, bahwa setiap harinya masih ada seseorang yang selalu menunggu kabar darimu. Memastikan kamu baik-baik saja. Tapi rasanya, sudah tak patut aku mengirimkan pesan itu lagi.

Hai, apa kamu bahagia bersamanya?
Pertanyaan itu terus menggema dalam dada. Membutuhkan jawaban yang langsung terucap dari bibirmu. Namun sayangnya, itu tak lagi mungkin terjadi. Ada jarak teramat jauh yang telah kamu bentangkan di antara kita. Meski kita pernah melalui hari-hari penuh tawa bersama, saling menghapus air mata dan menguatkan, atau bahkan hanya sekadar menikmati gugusan bintang yang seolah tersenyum menyaksikan betapa bahagianya kita malam itu.

Masih banyak pertanyaan yang ingin ku layangkan padamu. Mengubah keasingan ini kembali menjadi suatu hal yang saling. Tapi, menyedihkannya, aku tak punya kuasa untuk itu. Hari-hari yang telah kulalui tanpamu telah mengajariku banyak hal: untuk kuat menanggung rindu yang tak usai, untuk mampu menekan ego agar tak lagi melangkah mendekat padamu, dan untuk menyadari, bahwa apa yang kita ingin tak selalu bisa menjadi milik.

Dan harus kuakui, pembelajaran hidup yang datang karena hadirmu sungguh tak mudah bagiku. Meski aku menjalaninya dalam ruang diam dan perenungan, tapi semuanya terasa menyakitkan.

Tapi begitulah hidup—tidak semua yang datang ditakdirkan untuk tinggal, tidak semua yang mengisi hati akan menetap selamanya. Kadang, pertemuan hanya sebatas pengingat bahwa rasa pun bisa salah alamat.

Dan malam ini, aku kembali memeluk sepi yang setia.
Bukan karena aku belum bisa melupakan, tapi karena aku sedang belajar menerima. Bahwa mencintai juga bisa berarti merelakan. Bahwa peduli tak selalu harus menyapa.

Jadi, jika suatu hari kamu membaca ini—entah sengaja atau tidak—ketahuilah, aku pernah ada di sana.
Menunggu, mendoakan, juga mencintaimu, dalam diam yang tak sempat berpulang.


Jumat, 16 Mei 2025

Karena Aku Pernah Berjuang

5/16/2025 02:01:00 PM 0 Comments


 Saat kamu masih berada di sisiku, duniaku seolah berhenti berputar dan hanya berpusat padamu. Dalam benakku, masa depan tampak begitu sempurna selama kamu yang mendampingiku. Aku membayangkan, betapa banyak bahagia yang akan kupetik jika seluruh waktuku hanya bersamamu.


Tapi ternyata, semua itu hanya hidup di ruang khayalku.

Kenyataan memaksa kita saling melepaskan. Restu dan perbedaan menjadi tembok tinggi yang tak mampu kita robohkan bersama. Aku sempat ingin melawan semuanya, menembus batas itu sendirian. Tapi kamu memilih menyerah—dan membiarkanku berjuang tanpa arah.


Hingga aku menyadari, mungkin memang aku harus berhenti.

Bukan karena aku berhenti mencintaimu. Bukan karena aku lelah mencintai, tapi karena aku tak ingin terus terluka atas cinta yang tak diperjuangkan dua arah.


Melepaskanmu... adalah keputusan paling berat yang harus kupilih dalam keadaan masih mencintaimu. Sama beratnya dengan menahan air mata tiap kali rindu itu datang tiba-tiba, lalu menyiksa diam-diam.


Tapi aku harus melakukannya.

Karena bertahan hanya akan meluluhlantakkan diriku sendiri. Aku berdiri di titik lelah, di mana cinta tak bisa dilanjutkan jika hanya aku yang terus menggenggam.


Jadi hari ini, aku pamit.

Aku mundur dari langkah yang pernah kita mulai. Bukan untuk melupakan, tapi untuk menjaga diriku agar tetap utuh.


Jangan khawatir, aku masih mencintaimu—dengan caraku sendiri.

Aku masih menyimpan namamu dalam rindu yang tak pernah meminta kembali.


Dan jika suatu hari nanti rindu ini lelah, biarlah ia bersemayam dalam sunyi dan sepi yang tak pernah lagi terlihat olehmu. Tapi cintaku... akan tetap ada, meski tak lagi ingin dimenangkan. Karena setidaknya, aku oernah berjuang atas nama cinta kita. 

Jumat, 02 Mei 2025

Nyanyian Rindu yang Tersesat

5/02/2025 01:47:00 PM 0 Comments


Di bawah langit yang menyulam mendung,

angin malam membawa nyawa ingatan,

seperti dawai gitar yang patah nada,

kau adalah irama yang terus berdenging di lubuk hati,

meski bisu waktu telah menelan kisah kita.


Aku adalah perahu kecil di samudra tanpa tepi,

mencari pelabuhan yang telah runtuh,

kau, mercusuar yang dulu memandu,

kini hanya bayangan pendar di kejauhan,

tenggelam dalam kabut waktu yang tak terurai.


Rindu ini seperti bunga yang tumbuh di gurun,

akar menggali pasir, haus tanpa akhir.

Kata-kata yang tak terucap menyusun puisi bisu,

melukis dirimu di kanvas kenangan

yang warnanya memudar, namun tak pernah hilang.


Bulan menyusup ke jendela malam,

membisikkan rahasia yang hanya kita tahu.

Tidakkah kau mendengar?

Nyanyiannya memanggil namamu,

meski hanya gaung sunyi yang menjawab.


Kau, hujan pertama di musim kering,

aku menadahmu dengan jemari yang retak,

namun genggaman itu selalu gagal.

Kau mengalir,

meninggalkan jejak di tanah hatiku yang retak.


Jika waktu adalah serupa kunci,

biarlah ia membuka pintu yang tak pernah kututup.

Namun aku tahu,

kau adalah matahari senja,

yang indah dalam jarak,

dan fana jika disentuh.

Rabu, 30 April 2025

Sebatas Rindu

4/30/2025 01:52:00 PM 0 Comments

 


Aku sedang berusaha...

Berusaha berhenti mencintaimu secara diam-diam. Berusaha sebaik mungkin untuk menjauh.

Berusaha membiasakan diri hidup tanpa kamu di dalamnya. Berusaha tak lagi menoleh ke belakang, tak lagi mencari bayangmu di antara keramaian yang asing.

Mencoba menutup hati rapat-rapat, agar namamu tak lagi menyelinap masuk.  

Membiasakan diri dengan hari-hari yang sunyi tanpamu, walau kadang aku mendengar suara yang tak lagi ada: suaramu.

Tiap malam, aku meninabobokan rinduku sendiri.

Meyakinkan hatiku bahwa aku baik-baik saja. Berpura-pura lupa pada hal-hal kecil yang dulu menghangatkan hari-hariku.  

Berusaha tegar, seolah kau tak pernah menjadi alasan dari setiap senyum dan luka yang kutanggung diam-diam.

Membujuk diri sendiri bahwa aku mampu, meski langkahku kadang gemetar, dan dadaku seringkali terasa sesak oleh kenangan. 

Tapi, hari ini...  

Entah bagaimana, dadaku terasa seperti diketuk—pelan tapi membuatku limbung.  

Seolah hatiku memanggilmu lagi, dengan suara yang nyaris tak sanggup kuabaikan.

Tiba-tiba aku ingin tahu kabarmu.  

Tiba-tiba aku ingin kamu tahu bahwa ada seseorang di sini, yang masih menyimpan namamu dalam doa paling sepi.  

Tiba-tiba aku kehilangan semua kekuatan yang sudah susah payah kupupuk.

Rindu itu datang tiba-tiba.

Tanpa permisi, tanpa alasan logis yang bisa kupegang.

Dan aku, seperti bodoh yang lama tak belajar, kembali membuka pintu rindu yang selama ini kuusahakan untuk tertutup rapat.

Aku tak tahu harus bagaimana...

Selain mengirimkan satu pesan singkat padamu.

Bukan untuk memintamu kembali. Bukan untuk memohon apa-apa.

Aku hanya ingin kau tahu, bahwa aku rindu.

Sebatas itu.

Karena selebihnya, aku tahu tempatku bukan lagi di sampingmu.

Karena aku tahu...  

Terlalu mencintaimu hanya akan melukaiku lagi.  

Dan menyampaikan rinduku padamu pun, tak akan mengubah apa-apa.

Selasa, 29 April 2025

Tersesat Dalam Bayangmu

4/29/2025 05:16:00 PM 0 Comments

"Dari jutaan manusia yang diciptakan, mengapa harus kamu ?"

Sebuah pertanyaan yang seolah menantang takdir, tapi tetap saja jawabannya terpendam dalam hati yang tak bisa aku ungkapkan, dada ini terasa sesak, jantung ini berdegup tak terkendali, dan seluruh tubuh ini seakan berada dalam cengkraman takdir  yang tak bisa aku hindari.


Tak pernah aku bayangkan, tak pernah aku rencanakan untuk jatuh hati padamu. Tapi sekarang, aku tersadar, bahkan bayangmu yang tampak samar bisa mengubah seluruh dunia di sekitar. 

Aku yang dikenal sebagai sosok yang tangguh, kini terjatuh, bersimpuh dalam kebodohan yang tak aku inginkan.

Tak ada yang lebih menakutkan selain kenyataan bahwa aku tak lagi memegang kendali atas diriku sendiri.

Bayangmu, entah bagaimana caranya, telah mencuri pusat kendali ku. Aku merasa gila, terperangkap dalam labirin perasaan yang tak tau arah.  Tapi anehnya ada bagian dari diriku yang merasa bangga. Bangga karena aku tak pernah merasa sebebas ini sebelumnya. Sebuah kebodohan yang menyenangkan, sebuah kegilaan yang memberi ruang dalam kekosongan hatiku.

Tanpa khayalan itu, aku merasa akan kehilangan pijakan. Karena pada akhirnya hanya dalam dunia khayal ku kamu ada, dan hadir mu di sana bisa membuatku menemukan sedikit kedamaian, dan sedikit alasan untuk bertahan.

Dan jika khayalan itu yang harus aku bangun, maka biarlah aku terjebak di dalamnya. Biarkan aku terjebak dalam bayang-bayangmu. Karena dalam bayang-bayangmu, aku menemukan secercah harapan yang sulit ku jelaskan. Karena dalam bayang-bayangmu, kakiku masih kokoh berdiri tegap menghadapi dunia. Maka, biarkan aku di sini, tersesat dalam bayangmu.

Minggu, 20 April 2025

Pernah Ada

4/20/2025 10:02:00 AM 0 Comments


Aku pernah begitu kagum pada sosokmu yang tampak begitu tangguh menghadapi lika-liku kehidupan yang, katamu, sering kali menyakitkan.  

Aku pernah begitu candu mendengar setiap cerita tentangmu—tentang sakit, lelah, air mata, juga bahagiamu. Dan aku bahagia bisa menjadi saksi atas setiap perjalanan juga pencapaianmu itu. 

Aku pernah mencintaimu dengan luar biasa.  

Mengabaikan logika yang berteriak, memintaku berhenti melangkah lebih jauh. Tapi aku tetap memilih masuk ke taman cinta yang sebenarnya banyak bunga berduri yang menyakitiku. 

Aku pernah begitu bahagia ketika hanya aku yang kau cari—meski sekadar menjadi tempat membuang keluh kesah dan protesmu pada hidup yang kau jalani.  

Aku pernah... sebahagia dan sejatuh cinta itu padamu.  

Pernah? 

Entahlah.. Mungkin sampai detik ku goreskan barisan kata ini, semua rasa itu msih utuh. 


Namun mungkin, bahagia dan cintaku hanyalah angin lalu bagimu.  

Mungkin, getaran cinta yang kurasa tak pernah benar-benar sampai ke dadamu.  

Mungkin, semua yang kuperjuangkan, tak pernah menjadi sesuatu yang berharga untukmu.

Jadi, jika suatu hari aku pergi diam-diam dan menghilang, rasanya itu bukanlah hal yang sulit bagimu, bukan?

Karena, sejak awal, aku hanyalah pelengkap.  

Yang dibutuhkan hanya sekali waktu.  

Yang tak pernah masuk dalam daftar prioritasmu.  

Yang tak akan pernah bisa memenangkan hatimu.

Maka jika aku benar-benar pergi dan ketika kamu menyadarinya, jangan pernah tanya aku ke mana.  

Jangan pernah tanya kenapa aku tak lagi ada.  

Karena aku pernah ada.  

Namun kamu... tak pernah benar-benar melihatku. Tak pernah benar-benar menyadari bahwa kamu adalah alasan mengapa bahagiaku terasa begitu sempurna. 

Jumat, 11 April 2025

Titik Kesia-siaan

4/11/2025 04:02:00 PM 0 Comments



Aku pernah mengatakan padamu, bahwa aku tak akan pernah berhenti mencintaimu. Bagaimanapun keadaannya. Aku jua pernah meyakinkan diriku sendiri bahwa kamu, akan menjadi orang terakhir yang aku cinta.

Tapi, entah kenapa, perlahan aku merasa cintaku berhenti. Tak ada lagi secercah harapan yang bisa kugenggam. Tidak ada lagi gemuruh semangat untuk mempertahankanmu tetap ada dalam perjalanan ku.

Jika hari ini cintaku berhenti, lalu perlahan aku melangkah menjauh, bukan karena aku membencimu, membenci keadaan, apalagi membenci takdir Tuhan. Bukan.

Ini hanya karena aku mulai sadar, bahwa aku sedang berdiri pada titik kesia-siaan. Tak ada harapan indah untuk kita merajut kisah bersama. Tak ada tanda-tanda bahwa takdir Tuhan berpihak untuk menyatukan kita. Maka, jika aku terus berdiri di sini, aku hanya sedang terus melukai diriku sendiri.

Aku memang pernah berkata, bahagiaku adalah melihat bahagiamu. Meski bahagiaku tak pernah benar-benar sempurna. Karena harus menyaksikan senyummu yang begitu tulus dan jujur … tapi untuk orang lain.

Tapi semakin hari, entah kenapa rasanya aku semakin lelah. Lelah menyaksikan bahagiamu yang tidak berasal dari aku.

Terlalu naif jika aku terus menerus mengatakan baik-baik saja dengan berada di tempatku saat ini, tempat dimana aku harus melepasmu, tapi aku tak sanggup membiarkanmu hilang. Tempat dimana aku ikut tersenyum melihatmu bahagia, tapi diam-diam hatiku meringis kesakitan. Tempat dimana aku hanya menjadi bayangan … pengisi kekosonganmu saja.

Mungkin mulai saat ini, aku memilih keluar dari titik kesia-siaan yang selama ini ku pijak. Mengayunkan langkah ku menuju ruang yang memberiku tenang dan bahagia yang jauh dari kata pura-pura.

Meskipun aku tak benar-benar ingin kehilanganmu dari pandangan, tapi setidaknya, kali ini, pijakanku bukan lagi tentang menunggu suatu hal yang sia-sia.

Setidaknya kali ini, aku akan belajar memulai menciptakan kebahagiaanku sendiri. Bahagia yang sempurna, tanpa bayanganmu. Tanpa keinginan untuk selalu bersanding denganmu.

Sabtu, 05 April 2025

Kau, Aku, dan Luka yang Tak Terlihat

4/05/2025 03:39:00 PM 0 Comments

 


Sejak awal, Ketika kau hadir memberikan nada baru dalam detak kehidupanku yang bertalu, aku sudah tau dimana seharusnya aku berdiri. Aku sudah membatasi siapa aku untukmu, pun sebaliknya. 

Berulang kali, aku membangun benteng agar langkahku tak  semakin jauh. Karena ku tau, semakin jauh dan dalam aku melangkah, semakin dekat aku dengan luka yang tak bisa diraba. 

Tapi nyatanya, benteng yang kubangun berulang kali ku hancurkan sendiri. Ku biarkan langkahku terayun mengikuti alur waktu. Semakin hari semakin jauh. Semakin hari, semakin dalam aku dibawa ke dalam labirin rasa yang menciptakan sayatan luka di setiap sisinya. Aku sakit, anehnya aku enggan pergi. Menjauh selangkah pun aku tak mampu. Membayangkan, kembali menjalani hari-hari tanpamu, hatiku remuk! 

Namun  jika bertahan pun, aku terluka. Anehnya, aku menikmati luka ini. Gila memang! 

Semenjak ku sadar belum terlalu jauh melangkah bersamamu, aku tau, kita adalah sebuah kesalahan yang enggan menjadi benar. Kita adalah sebuah kesakitan yang selalu saling menikmati perihnya sayatan luka yang tak dapat tersentuh. 

Entah, sudah berapa banyak bulir air mata menjadi kawan dalam pertempuran isi kepala dan hati kecilku, menjadi saksi perdebatan antara melepas atau bertahan di antara lereng-lereng kesunyian malam. 

Aku tau, aku sedang berdiri pada titik kesalahan. Tak semestinya aku ada. Tak semestinya aku biarkan langkahku sejauh dan sedalam ini untuk mengenal, atau  mungkin jatuh cinta padamu. Ya. Aku salah! Hingga ada di titik ini adalah salahku! 

Ingin ku pergi, membawa serta kesakitan yang harus ku sembuhkan sendiri, membawa bayang kerinduan yang kapanpun akan hadir memeluk jiwa. Tapi, langkahku tertahan. Oleh dua ego yang ingin kita selalu ada.

Aku harus apa sekarang? 

Bertahan di sisimu hanya memperpanjang durasi kesakitan yang bahkan tak menemukan obatnya. Melepas dan meninggalkan mu pun hanya akan mencipta kerinduan dan kehampaan yang abadi.

Diantara kebingunganku saat ini, satu hal yang paling ku tau adalah, aku ingin kamu bahagia. Bahagiamu adalah hal paling utama bagiku. Aku tak lagi peduli tentang rasa yang hadir dalam hatimu, atau yang tercipta dalam hatiku. Yang aku mau, dan cukup bagiku saat ini, kamu bahagia. Meski aku hanya akan menjadi bayangan dalam hari-hari yang terlewati.

Untuk kali ini, aku biarkan sang waktu menggulung kau, aku beserta luka yang tak terlihat. Hingga kelak, aku mampu keluar dari jeratan sang waktu dan temukan kata sembuh dari luka ini, meski sendiri. 

Minggu, 30 Maret 2025

Menyimpan Rindu

3/30/2025 05:17:00 AM 0 Comments


Aku masih bisa menuliskan namamu di layar. Masih bisa menyusun kata demi kata, lalu ku kirimkan sebagai pesan, dan menunggu balasanmu dengan debar yang sama. Kita masih berbicara, masih berbagi cerita—seolah tak ada yang berubah.

Tapi tetap saja, ada sesuatu yang kosong di antara kita.

Sebab, bagaimana mungkin aku mengungkapkan rindu yang tak bisa ditebus oleh waktu? Bagaimana mungkin aku menjelaskan bahwa setiap percakapan kita hanya menambah resah, sebab aku tahu, kau ada di sana, tapi tak mungkin ku datangi? Kau ada untukku, tapi hati dan ragamu seutuhnya tak bisa ku miliki. Dan aku tau, kau ada tapi tak akan pernah berada dalam dekapku secara nyata. 

Aku menahan diri untuk tidak mengatakan bahwa aku ingin bertemu. Bukan karena aku takut kau menolak, tapi karena aku tahu, ada batas yang tak bisa kita langkahi. Ada keadaan yang memaksa kita hanya untuk saling menemukan dalam baris-baris pesan, tanpa pernah benar-benar hadir di hadapan satu sama lain.

Aku menyimpan rindu ini sendirian. Merelakan perasaan yang tak bisa diungkapkan lebih dari sekadar kata. Sebab aku paham, tak semua rindu berhak menemukan jalannya. Tak semua rindu harus berujung pada temu. Ada yang harus bertahan dalam diam, ada yang harus cukup dengan kata-kata, dan ada yang hanya bisa menjadi bayangan samar dalam ruang yang tak lagi bisa dijejaki.

Dan aku? Aku memilih menyimpan rindu ini dalam sunyi. Dalam ruang yang tak bisa terjamah oleh siapapun. Dan aku memilih menyimpan rindu ini dalam rapalan doa di hadapan sang pencipta. 

Mungkin terlihat konyol dan memalukan. Tapi satu-satunya yang paling tahu seberapa besar rindu yang ku simpan adalah Dia, Sang Maha Tahu. Sebab aku tahu, memintamu datang hanya akan menjadi permohonan yang tak seharusnya ku ucapkan. 

Dinding pembatas kita terlalu tinggi berdiri kokoh. Sulit untuk dihancurkan hanya untuk mengumbar rindu yang memang tak semestinya terungkap. Jarak kita terlalu jauh. Antara harapan yang begitu indah dengan realita yang begitu menyesakkan.

Maka, biarkan aku menyimpan rindu ini. Meski sendirian dan entah sampai kapan. Setidaknya, cukup aku yang hancur tanpa harus menghancurkan apapun dan siapapun di antara kita.