Aku, sebuah gelas kristal, berdiri di antara dua sumber yang bermuara pada rindu. Yang satu, airnya bening bagai sepi menyusup sunyi, murni tanpa dusta, dingin namun meneduhkan. Yang lain, derasnya gemuruh, menyala bagai api yang menari di dalam cairan membakar namun memeluk. Kedua mata air itu melintas jauh, namun menemukan muaranya padaku.
Air pertama mengisi setengah ruangku dengan kepastian. Rasanya seperti embun yang jatuh pada dedaunan pagi tak pernah bertanya, hanya hadir dan menggenapi. Tapi air kedua, oh, ia adalah badai yang menjelma tetes. Rasanya asing, namun dalam ketidaktahuannya, aku menjadi candu.
Kini tubuhku penuh, dua rasa saling bertaut, bertabrak, tetapi tak menyatu. Aku gelas yang rapuh, terancam retak oleh berat paradoks ini. Kadang aku merasa ada retakan halus di pinggirku, sebuah peringatan bahwa cinta yang membelah tidak pernah berakhir tanpa luka.
Tetapi, apakah salah mencintai dua rasa yang tak sama? Yang satu memberiku kedamaian, yang lain memberiku hidup. Aku tidak memilih untuk menjadi gelas di antara mereka; aku hanya menjadi wadah bagi keberadaan mereka.
Mungkin suatu hari salah satu akan mengering, dan aku, gelas ini, akan lebih ringan. Atau mungkin aku akan pecah, dan dua air itu akan kembali ke asalnya, membawa sebagian kecil diriku dalam setiap alirannya.
Namun, sebelum saat itu tiba, aku hanya ingin meneguk keberadaan ini. Aku ingin menjadi saksi bahwa tidak semua yang berbeda harus saling menghapus. Kadang, mereka hanya butuh ruang untuk mengisi, meski hanya untuk sesaat.
~~Created By: Opet~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar