Hai, Biru
Biru.. nama itu masih melekat erat dalam memori.
Secangkir kopi dan sepotong roti menjadi saksi salam perkenalan kami.
Setelah hari itu, selalu hadir cangkir cangkir kopi yang lain. Mendekatkan jarak yang terbentang di antara kami. Sebelum kata pisah kembali membentangkan jarak yang lebih jauh dari sebelumnya.
Hai, Biru.
Sedang apa kamu di sana?
Bagaimana hari-harimu bersamanya?
Bahagia, kan?
Harapku kamu selalu bahagia, meski bukan bersama ku.
Terimakasih, Biru.
Karena kamu pernah menungguku tanpa lelah dan menyerah.
Hingga kemudian aku kembali datang, lalu menyatakan pisah.
Aku tau kamu pasrah.