Aku tak pernah tau arti sesak dalam
merindu. Sebelum kehilangan itu datang menyapa, membelai hingga memelukku erat.
Ini adalah sesak yang menyakitkan ketigakalinya dalam hidupku. Setelah aku
merasakan sesak karena kehilangan mereka, salah satu penyebab keridhoan Allah
turun padaku, kini aku merasa bertambah sesak karena kehilanganmu, sebab pintu
surgaku terbuka lebar.
Semua terlalu cepat bagiku.
Kebersamaan bersamamu di balik angka 28 tahun terasa baru hitungan hari bagiku.
Aku tahu, kau tak pernah suka melihatku rapuh. Tapi kepergianmu dalam pelukku
adalah pencipta kerapuhanku yang paling utuh.
Ku tahu, jiwa dan ragaku harus kuat. Karena ada dua permata hidupmu yang juga kau tinggalkan bersamaku. Tapi maaf, sesak yang kau tinggalkan begitu menyakitkan, Tuan.
Aku tak lagi punya pundak untuk
bersandar menumpahkan rintikan air mata yang berderai. Aku tak punya lagi
dekapan hangat yang menenangkan di kala aku kalut dengan segala permasalahn
hidup. Aku tak lagi punya sepasang telinga yang siap mendengarkan barisan
cerita hingga keluh kesah yang ku rasakan. Aku tak lagi punya kecupan paling
manis sebagai penenang kegundahan yang ku rasakan. Dan aku tak lagi punya hati
yang paling tulus mencintai juga meratukan diriku dalam hidupnya.
Sejak kepergianmu, aku banyak
kehilangan! Sungguh itu adalah sesak yang paling menyakitkan untukku.
Jika Tuhan menghalalkan setiap hamba
untuk mengakhiri hidup dengan caranya, mungkin akan aku lakukan. Menyusulmu
secepat ku ingin. Meski ku tak menjamin, setelah kematian menjemputku, ia
benar-benar mempertemukan aku kembali denganmu. Maka sabar dalam penantian
berselimut sesak ini menjadi pilihan terakhir yang ku ambil. Berharap, dengan
sabarku ini Tuhan berkenan mempertemukan ku kembali denganmu di tempat yang
paling indah dan paling abadi. Agar tak ada
lagi sesak yang paling menyakitkan yang aku rasakan seperti hari-hariku sejak
tak ada kamu di sisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar