Lihatlah dia!
Seseorang yang kini berada dalam cermin di hadapanmu. Perhatikanlah setiap inci
yang tercetak dalam cermin itu. Wajah … tubuh … tangan … serta kakinya. Bahkan
senyum serta tatap matanya. Perhatikanlan baik-baik. Lalu, ucapkanlah,
"Hai ...
kamu yang berada dalam cermin. Betapa Tuhan baik sekali kepadamu. Menjadikanmu
kuat berdiri hingga saat ini. Terimakasih ya ... Kamu tidak pernah menyerah
pada takdir yang telah Tuhan tetapkan atasmu."
Ya! Kamu perlu mengatakan itu pada dia yang berada dalam cermin di hadapanmu.
Lihatlah! Ia
adalah seseorang yang hebat! Bagaimana ia mampu memakai topeng bahagia padahal
hatinya sedang begitu terluka. Bagaimana ia mampu tertawa ceria sedang
hatinya menangis penuh duka.
Lihatlah!
Bagaimana kakinya masih kuat berdiri dengan tegar meski sesungguhnya ia terseok
dan tertatih menjalani hari yang begitu sukar. Bagaimana ia terus berjuang
untuk melangkah, meski ia sedang di peluk lelah.
Lihatlah! Bagaimana tangannya selalu terbuka dan memberikan pelukan hangat yang menenangkan bagi orang-orang terkasih di sisinya, meski ia pun sesungguhnya sedang membutuhkan sandaran serta dekapan untuk menguatkan dirinya yang begitu rapuh. Bagaimana tangannya tak enggan terulur pada siapapun, meski ia sebenarnya pun sedang sangat membutuhkan uluran tangan seseorang.
Lihatlah ia yang berada dalam cermin dihadapanmu.
Mampukah kau
hitung berapa banyak senyumnya terukir demi menutupi air matanya yang mengalir?
Mampukah kau
hitung goresan luka yang tercipta dalam hatinya di balik wajah yang selalu
nampak ceria?
Mampukah kau
takar beratnya beban yang ia hadapi di balik kalimat "aku kuat, dan aku
baik-baik saja"?
Mampukah kau ukur
kerapuhan yang dirasa … di balik gagahnya ia berdiri menjalani hari?
Tataplah ia yang
berada dalam cermin di hadapanmu, dan bicaralah padanya.
“Hai, kamu yang berada dalam cermin …
kau adalah bukti nyata Maha Sempurnanya Sang Pencipta. Karena telah menciptakan
dirimu sesempurna ini. Terimakasih, ya … sudah sekuat ini untuk tetap berdiri
dan menjalani hari-hari yang tak mudah bagimu. Setelah sekian banyak badai yang
menghantam dirimu, membuatmu merasa hancur berkeping, namun kau masih mampu
menata kembali kepingan itu, dan kamu
masih tetap berdiri bahkan kembali melangkah.
Terimakasih
karena kamu sudah sehebat ini. Menemaniku menikmati derai air mata dalam sunyi
malam. Lalu tersenyum indah mengiringi semburat mentari, sambil menyapa setiap
pasang mata yang kau temui.
Tidak apa, jika
sesekali kau merasa perlu untuk egois. Terkadang kau memang butuh waktu untuk
dirimu sendiri. Bukan untuk berlaku jahat dan 'tak peduli. Karena kamu memang butuh waktu untuk tidak melulu memikirkan bagaimana perasaan orang lain. Tugasmu
terlalu berat jika harus berjuang untuk terus membahagiakan orang lain. Karena
hatimu jauh lebih berhak untuk kau bahagiakan lebih dulu.
Teruslah menjadi
kamu yang tidak pernah menyerah menebarkan kebaikan kepada sekitarmu. Menjadi
kamu yang selalu nampak baik-baik saja. Biarkanlah! Mereka `tak perlu tahu
patah serta derai air mata yang telah kau lalui pada malam-malam yang sepi. Cukuplah mereka tahu manisnya
senyummu, serta ceria wajahmu yang terlihat di cerahnya hari.
Sekali lagi,
terimakasih duhai kamu yang berada dalam cermin.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar