Terimakasih 2023
Aku yang telah sangat menyayangi seseorang, yang begitu bahagia di saat ia hadir dan membuka pintu rumahnya untukku ternyamankan dengan caranya, yang selalu tersenyum penuh suka cita di kala sambutan hangatnya memeluk hati, kini harus berjuang untuk tetap berdiri di atas kepingan bahagia yang tersisa, diiringi denting kerinduan tersebab sebuah kehilangan dirinya.
Aku, yang telah menemukan rumah singgah untuk melepas lelah dan mengisi ulang keceriaan, yang telah menemukan ruang untukku berdiam sesaat melukis senyuman, sekarang harus menerima kenyataan bahwa rumah singgahku telah terkunci dan tak lagi dapat menerima kehadiran ku. Tak akan ada lagi tawaku tercipta karenanya. Tak akan ada lagi sedihku tertumpah padanya. Dan aku, kembali kehilangannya.
Namun ternyata keyakinanku tak bertahan lama. Belum genap enampuluh hari, aku melihat dirimu yang tak lagi ku kenal. Langkah kita mulai tak seiring sejalan. Aku mulai tak mengerti bagaimana bentuk sayang dan cinta yang sesungguhnya kau miliki untukku. Tangan kekarmu mulai tak jarang melukai ragaku dengan sengaja. Lebam biru yang membekas menjadi bukti dari hilangnya perlakuan manismu kepadaku. Di saat buah hati kita masih berjuang untuk tumbuh dalam rahimku, kamu belum juga berhenti untuk mencetak memar pada setiap sisi sariraku. Hingga akhirnya kita harus kehilangan buah hati yang bahkan ia pun belum ku lahirkan. Namun semua itu masih bisa ku maafkan.
Tidakkah kau ingat, Tuan? Ketika kau
menyebut namanya saja hatiku tergores. Lalu kemarin, dengan tanpa berdosa,
kamu dengan nyata menghadirkannya di hadapanku. Dengan wajah bahagia, kau
memperkenalkan ia kepada ku. Kau ini kenapa? Sedang menguji sedalam apa cintaku
padamu? Sedang mengejek kesetianku?? Atau apa?? Dari hari berganti minggu, aku menunggu dirimu yang dulu
kembali lagi. Namun sayangnya, yang kembali ke sisiku hanyalah jiwamu. Sedangkan
sebagian dari hatimu, masih terpaut padanya.
Bulan berganti tahun, ketika sikapmu menyatakan bahwa jiwa ragamu telah kau serahkan lagi seluruhnya untukku, aku menyambutmu dengan sangat hangat. Meski cintaku telah hancur, kepercayaanku telah tercerai berai, dan hatiku telah hilang rasa padamu. Mungkin kamu merasakan sedikit perubahan dari sikapku kali ini. Bukankah itu hal yang wajar? Ketika sebuah luka sengaja kau sayat pada hati yang utuh, walau telah kau obati sedemikian rupa, tentu bekasnya masih ada, bukan?
Terimakasih, ya. Kamu telah mencintaiku sejauh ini. Sudah ribuan hari ku melangkah mengarungi perjalanan hidup ini, dan kamu, masih bertahan membersamai. Padahal, diantara hari-hari yang telah kita lewati, bukan saja bahagia yang kupersembahkan untukmu. Namun juga ada luka yang dengan sengaja atau tidak telah begitu dalam kugoreskan dalam relung kalbumu.
Terimakasih, ya. Telah mencintaiku sampai hari ini. Meskipun kamu harus melalui berbagai macam badai yang menguji kekuatan cintamu, hingga akhirnya kamu bisa bertahan sampai detik ini. Kamu hebat! Kamu adalah seseorang yang paling luar biasa dalam hidupku.
Hai, Wan. Kamu apa kabar hari ini?
Aku ingin, kamu baik-baik saja, Wan. Walau aku tau hatimu pasti tidak bisa baik-baik saja. Apalagi, setelah aku memutuskan sepihak untuk mengakhiri segala hal tentang kita.
Wan, maaf harus aku katakan, aku tidak bisa kembali lagi bersamamu. Meski berulang kali kamu menyatakan mencintaiku. Berulang kali kamu mencoba mencari dan memintaku untuk tidak pernah pergi darimu. Maaf, aku tidak bisa, Wan.
Aku tau, perpisahan ini tentu menyakitkan untukmu. Tentu ini juga menyesakkan untukku. Namun, aku rasa ini yang terbaik untuk kita. Agar kamu tak semakin sakit, dan agar aku tak semakin dalam melukaimu.
Jika ada satu takdir Tuhan yang bisa kupinta untuk bisa diperbaiki, maka aku akan meminta untuk tidak ada bagian perjumpaan denganmu. Jika aku tahu dalam perjalanan dari pertemuan denganmu adalah mencintai, mungkin aku lebih memilih untuk menghindarimu. Aku tidak ingin kamu hadir hingga menjadi bagian dari ceritaku, dan kemudian aku melabuhkan rasa cinta ini padamu. Jika akhirnya harus seperti ini, aku sungguh tidak ingin bertemu dan mengenalmu!
Mungkin aku kalah, saat menjaga diri dan hati mu untuk tetap berada di sampingku. Karena itu bukanlah kuasaku. Sebab aku tak punya kekuatan untuk itu. Namun, menjaga dan menyimpan segala rahasiamu yang telah kau bagi padaku, adalah tugas dan janjiku seumur hidup. Akan kulakukan hal itu hingga detak terakhir. Dan aku yakin, tak akan kalah di bagian ini.
Biar hanya aku, dirimu, dan Tuhan yang tahu segala rahasia itu. Kamu tak perlu cemas, aku akan selalu menyimpan serapat mungkin semua rahasia itu. Jika kamu tak percaya, silahkan cari tahu. Adakah kau temukan satu saja rahasiamu tersebar ke orang lain?
Ketika waktu menggulirkan rasa, dan menghadirkan kembali percikan rindu yang begitu menyesakkan, aku pasti bertanya, "mengapa harus ada pertemuan denganmu? Mengapa pernah aku rela menghabiskan waktu bersamamu?" Padahal, saat itu ku tahu, kebahagiaan bersamamu adalah semu. Meski kamu mengatakan berulang kali; kamu tidak akan meninggalkan, dan tetap setia di dekatku. Namun pada akhirnya, perpisahan itu menjadi nyata juga.
Pernahkah kamu bertanya pada dirimu sendiri, bagaimana kalau aku hancur, terluka, dan patah saat tak lagi bersamamu? Bagaimana kalau hari-hariku selalu diselimuti senyuman palsu?
Jujur, sejauh itu aku memikirkan tentangmu. Sedalam itu aku mengkhawatirkanmu. Bahkan, ketika kamu tiba-tiba datang dalam bunga tidurku, aku tak mampu berhenti memikirkanmu berhari-hari lamanya. Kecemasanku tentang keadanmu semakin datang berkali lipat. Namun, di saat aku bisa melihatmu dari kejauhan, memastikan kamu baik-baik saja, saat itulah kecemasanku berkurang.
Herannya, saat aku melihatmu bahagia bersama yang lain, hatiku kembali remuk! Rindu yang selama ini kuabaikan, kembali menyapa dengan sangat memilukan. Ada sayatan luka yang kembali aku rasa. Meski aku tak tahu atas alasan apa luka ini tercipta. Bukankah harusnya aku ikut bahagia saat melihatmu masih bisa tersenyum bahkan tertawa? Walaupun bukan bersamaku. Bukankah harusnya aku tak lagi peduli padamu? Karena, aku dan kamu telah kembali menjadi orang asing bagimu, ya kan? Bukankah harusnya aku tak menyimpan rasa sayang juga cinta yang paripurna untukmu? Karena kamu telah bahagia bersama yang lain, kan?
Hei, kamu. Bisakah kemari sejenak? Ajariku bagaimana caranya aku melupakanmu. Atau ajari caramu melupakanku. Ajariku bagaimana aku harus melepaskanmu tanpa rasa sakit yang mengigit. Agar aku bisa melangkah menikmati sisa hidupku tanpa teriksa dengan bayang tentangmu. Agar aku tetap kuat tanpa peluk dan hadirmu lagi.
Kumohon, ajariku cara melupakanmu. Agar tak ada lagi pecahan kaca yang menancap dalam hati, saat kutahu kau telah sangat bahagia tanpa hadirku di hidupmu. Tolong, ajariku cara melupakanmu. Agar aku bisa menjemput bahagia dengan hati yang baru untuk melanjutkan kisah hidupku. Seperti dirimu yang kini begitu bahagia dengan pilihanmu. Sekali lagi, tolong ajariku cara melupakanmu.