Menunggu Kata Maaf
Tidakkah kau ingat, Tuan? Ketika kau
menyebut namanya saja hatiku tergores. Lalu kemarin, dengan tanpa berdosa,
kamu dengan nyata menghadirkannya di hadapanku. Dengan wajah bahagia, kau
memperkenalkan ia kepada ku. Kau ini kenapa? Sedang menguji sedalam apa cintaku
padamu? Sedang mengejek kesetianku?? Atau apa?? Dari hari berganti minggu, aku menunggu dirimu yang dulu
kembali lagi. Namun sayangnya, yang kembali ke sisiku hanyalah jiwamu. Sedangkan
sebagian dari hatimu, masih terpaut padanya.
Bulan berganti tahun, ketika sikapmu menyatakan bahwa jiwa ragamu telah kau serahkan lagi seluruhnya untukku, aku menyambutmu dengan sangat hangat. Meski cintaku telah hancur, kepercayaanku telah tercerai berai, dan hatiku telah hilang rasa padamu. Mungkin kamu merasakan sedikit perubahan dari sikapku kali ini. Bukankah itu hal yang wajar? Ketika sebuah luka sengaja kau sayat pada hati yang utuh, walau telah kau obati sedemikian rupa, tentu bekasnya masih ada, bukan?