Dalam Perjalanan Menuju Jakarta
Dalam perjalanan menuju Jakarta, ada jejak cerita yang kembali menyapa. Suara-suara tentang masa lalu mengalun begitu nyata. Wajah-wajah yang dirindu terlihat begitu jelasnya.
Tanpa alasan yang bisa ku terima, kau memilih pergi dan berpaling pada yang lain. Entah, kau melihat dari sisi rupa dan harta, ataukah kastanya. Atau memang, selama ini aku yang terlalu mengecewakanmu? Sehingga dengan mudahnya kamu pergi dan berpaling. Sedangkan aku di sini, menahan rindu hingga hatiku kembali terasa dingin, bahkan nyaris mati rasa.
Jangan kira aku berpaling, jika kamu menemukanku terlalu ramah dengan yang lain. Jika suatu hari nanti kau melihatku tersenyum di depan orang asing bagimu. Aku hanya sedang mencoba tetap menjadi orang baik, dan terlihat baik-baik saja. Meski tiap malam, gugusan gemintang menjadi saksi derai air mata rinduku yang tumpah karenamu. Sungguh, tak ada sedikitpun rasaku berpaling darimu!
Jangan kira aku berpaling, meski suatu saat kau dapati aku telah bersanding dengan yang lain. Karena bagaimanapun, cerita yang telah kita cipta bersama terlalu indah melekat dalam memori. Meski kelak kau melihatku nampak bahagia dengan dia, percayalah itu hanya topeng kemunafikan yang sedang ku pakai. Karena hakikatnya, kebahagiaan yang sempurna bagiku adalah saat kamu berada di sisiku. Mengiringi langkahku dengan cinta dan senyuman indah milikmu.
Jangan kira aku berpaling darimu, karena sungguh namamu abadi dalam denyut nadi. Setiap cerita bersamamu kekal di sudut memori.
Puan, masih ingatkah tentang cerita kita yang selalu yakin mampu melalui rintangan dan melawan semesta agar tetap bersama? Masih ingatkan dengan janji-janji untuk tetap setiap yang sering kali kita rapalkan bersama? Sekarang kemana keyakinan yang dulu pernah kau tunjukkan? Kemana janji yang pernah kau ucapkan?
Seringkali menimbulkan tanya
Patutkah aku untuk di cintai?
Mampukah aku mencintai kembali ?
Adakah seseorang yang bisa ku percaya kembali?
Adakah seseorang yang mampu menjaga hatiku lagi?
Semua tanya itu tak dapat ku pastikan jawabannya
Semua tanya itu hanya menghadirkan lelah dalam setiap langkah
Bagaimana rasanya menjadi asing setelah kita pernah menjadi saling? Kata orang rasanya sakit. Tapi bagiku ini adalah siksa yang teramat pahit!
Apakah kamu merasakan hal ini juga? Atau mungkin, kamu ternyata sudah bahagia dengan dia yang kini bisa kau ajak untuk menjadi saling? Dia yang telah mampu membuat hatimu berpaling. Dia yang kini telah membuatku menjadi asing di matamu. Bolehkah aku sedikit iri padanya?
Dulu, aku dan kamu selaksa sepasang sayap menjelajah mega-mega di angkasa. Dengan saling bertukar segala cerita suka maupun duka. Kita saling memberikan perhatian, tak canggung untuk saling mengingatkan, bahkan kita tak pernah menemukan celah untuk saling menyalahkan.
Dan kau tau? Kebahagianku adalah melihat ceria yang tersemat di wajahmu, begitupun dirimu kepadaku. Tak ada satupun hal yang membuat kita meragu bahkan bertemu dengan kata untuk saling meninggalkan. Kita selalu saling memahami dengan semua keadaan dan kegiatan yang dilakukan. Saling mencintai dan menyayangi tanpa ada kata menuntut. Kita layaknya jemari yang saling bertaut, saling mengisi setiap kekurangan. Bahkan, kita pernah saling takut kehilangan. Ingatkah kamu setiap kenangan itu?
Tapi memang, kehidupan tak selalu sejalan dengan apa yang menjadi harapku. Semesta tak selalu memberi apa yang menjadi pintaku
Kini, aku seolah dibawa oleh kereta masa lalu yang mengantarkan ke titik dimana aku belum pernah mengenalmu. Kamu yang sekarang berubah, entah karena alasan apa. Kamu pun pergi meninggalkan, entah karena siapa penyebabnya. Namun yang aku tahu, kini kita kembali asing. Ya. Kita kembali asing.
Setelah sebelumnya kita mencipta rekam jejak dengan segala cerita, kita harus berlagak seolah tak pernah terjadi apa-apa. Kamu tahu? Hal itu sangat menyiksa dan menyakitkan!! Karena ada rahasia di dirimu yang harus ku simpan dan kujaga baik-baik. Terutama, ada rindu tertuju untukmu yang harus ku tekan setiap hari agar tak membuncah. Sampai detik ini, aku masih merindukanmu. Itulah yang semakin menyiksaku.
Kembali asing denganmu sangatlah menyiksa dan menyakitkan untukku, juga mimpi terburuk sepanjang hidupku. Karena ternyata, aku terlalu nyaman dan menaruh harapan besar padamu. Aku ingin kita selalu menjadi saling, bukan kembali asing. Dan ternyata, ada rindu tertuju padamu yang tidak pernah hilang. Setiap hari namamu ku sebut berulang ulang. Ya, berulang-ulang kali.
Kini kau harus tau, aku begitu tersiksa di balik rasa rindu yang terus menggebu dengan keadaan kita kembali asing seperti dulu.
-17 apr 2024-
Kemarin saat aku terluka kamu kemana aja? Di saat sekarang aku berusaha menciptakan bahagia dengan caraku, kamu tiba-tiba datang sebagai benalu. Kamu mengukur kebahagiaan ku dengan versimu. Sikapmu seolah tak rela aku menjemput bahagia dengan caraku. Hei, kamu! Ketahuilah bahwa kadar bahagia setiap manusia itu berbeda.
Ini caraku untuk bahagia. Kalau kamu tidak suka, tutup saja mata dan telingamu. Tidak usah terlalu banyak komentar lagi tentang hidupku. Karena kini suaramu mulai samar-samar di telingaku. Dan kehadiranmu perlahan memudar dari pandanganku. Jika kamu berpikir peranmu masih sepenting dulu, maaf Nona, harus ku katakan bahwa posisimu bukan lagi prioritas ku. Kamu bukan lagi menjadi alasanku mencipta bahagia.
Kamu!
Siapa yang dulu begitu kuatnya meyakinkan bahwa cinta itu telah hadir sempurna?
Kamu!
Siapa yang dulu begitu yakinnya berjanji untuk tidak pergi dan meninggalkan?
Kamu!
Siapa yang dulu begitu takut dan khawtair aku tiba-tiba pergi menghilang?
Kamu!
Ya. Kamu yang mati-matian terus meyakinkan aku di setiap hari, setiap waktu, bahwa cinta itu utuh untukku. Rasa penasaranmu telah berubah dengan rasa cinta yang takut akan kehilangan.
Lelah menggelayuti pundak yang seringkali merasa lemah
Dipeluk malam berselimut kesunyian
Didekap rindu akan hangatnya rumah
Allah... Engkau Dzat yang Maha Tahu
Betapa diriku rapuh! Duniaku runtuh!
Saat setengah jiwaku berpulang kembali ke sisi-Mu
Hilang sudah separuh rumah yang akan menghapus lelahku
Jalanku masih panjang
Banyak harapan dan impian yang terpampang
Walau dirinya tak lagi mampu ku dekap
Saat rindu begitu sesak menyekap
Tapi langkah kakiku harus selalu menderap
Dan kini, aku hanya memiliki-Mu
Agar pundakku selalu mampu untuk tetap tegap
~~~•••~~~
Semakin kesini semakin begini
Aku yang tak mengerti apa arti ini