"Kamu jauh berubah dari yang aku kenal." Kalimat itu menjadi kalimat pembuka obrolan kami saat itu di kantin sekolah.
"Maksud kamu? Aku masih begini-gini aja. Masih aku yang dulu. Kamu kenapa sih?" Tanyaku sambil menatapnya.
Namun dia memilih menghindari tatapanku.
"Kamu yang kenapa? Kenapa kamu menjauh beberapa minggu ini?" Dia balik menyerangku dengan pertanyaan.
Matanya berbalik menatap tajam ke dalam mataku. Ada kilat amarah tersimpan di sana. Walau matanya kini berbalut air mata, tapi aku masih dapat menangkap kilat amarah itu.
"Aku enggak menjauh. Kamu tahu sendiri kan, aku sibuk. Aku diminta sama Pak Samsul untuk kasih bimbingan ke anak-anak yang baru gabung di club IT."
Dia terdiam mendengar jawabanku. Menunduk dalam, sibuk dengan pikirannya sendiri sambil membiarkan wajahnya basah dengan air mata.
"Hei, kamu kenapa nangis? Kamu ini kenapa sih??" Aku mencoba ingin menghapus air matanya, namun ia menepis sebelum aku menyentuh wajahnya.
"Jawab aku, Fi. Kamu kenapa?" Aku semakin heran.
"Siapa cewek yang bikin kamu akhir-akhir ini begitu sibuk dan menjauh dari aku?" dia menjawab pertanyaanku dengan balik bertanya.
"Cewek apa? Siapa? aku enggak paham, Fi."
"Enggak usah pura-pura enggak paham, Za. Kamu masih ingat kan hal apa yang paling aku enggak suka dalam hubungan kita?" tanyanya sambil sibuk menghapus air mata yang jatuh satu persatu.
Aku mulai menangkap sinyal arah pembicaraannya. Mungkinkah dia kecewa dengan peristiwa dua minggu lalu, juga minggu kemarin? Aku sudah dua kali membatalkan janji untuk mengantarnya ke toko buku. Saat itu alasan ku pertama adalah mengantar Mama ke rumah sakit. Memang betul, namun setelah mengantar Mama aku malah sibuk kumpul berasama Dika dan yang lain di rumah Alvi. Dari sana, aku mengantar Devi pulang karena memang kebetulan kami searah. Alasan ke dua adalah Pak Samsul meminta bantuanku merapihkan Lab IT sampai menjelang maghrib, dan aku lagi-lagi pulang bareng Devi. Aku sangat capek, sehingga aku tidak langsung menghubungi dan menjelaskannya kepada dia.
"Jawab, Za! Kamu masih ingat apa yang aku enggak suka dari hubungan kita?" tanyanya lagi membuyarkan lamunanku.
"Berbohong, tertutup, tidak menepati janji." jawabku lemas.
"Bukan sekali kamu seperti ini, Za. Dan aku capek! Siapa itu pula cewek yang akhir-akhir ini pulang bareng kamu terus? De.. Devi kalau gak salah. ya kan?"
"Dia adik kelas kita, Fi."
"Adik kelas? nanti jadi adik angkat. lalu menggeser aku dari kamu. Hhhff. terbaca sekali polanya." kata ia ketus. Masih tersisa bulir air di sudut matanya.
"Apa sih, Fi? enggak usah ngawur deh ngomongnya. Aku enggak suka ya kamu nuduh aku seperti itu. Aku sama dia enggak ada apa-apa! Kebetulan aja kita ada urusan bareng soal Lab IT. Itu pun Pak Samsul yang minta kita." aku mencoba menjelaskan yang sebenarnya.
"Kalau gitu, selesaikan dulu urusan kamu, sementara itu, aku menjarak dari kamu mulai saat ini." Jawabnya setelah beberapa saat. Aku semakin heran dengan apa yang ia katakan.
"Apa sih?? Udah lah, Fi. Gak usah berlebihan begini!" Aku mulai panik, bercampur marah dan kecewa dengan apa yang ia katakan.
"Aku enggak berlebihan. Aku hanya mau kasih kamu ruang dan waktu yang lebih leluasa. Aku gak mau jadi penghalang dan pengganggu buat kamu."
Aku semakin paham arah pembicaraannya.
"Maaf, Za. Aku pamit. Kamu tenang aja, aku gak akan lagi ganggu kamu, dan kamu enggak perlu lagi cari-cari aku." Kata ia yang sudah bersiap pergi meninggalkan aku.
Tangan ku lebih cepat dari langkahnya. Aku tahan ia sebisa yang ku lakukan.
"Duduk, kita belum selesai bicara." Mintaku. Rasa amarah dan kecewa yang tiba-tiba hadir sekuat mungkin aku tahan agar tak meledak saat itu.
"Enggak ada yang perlu dibicarain lagi, Za. Lepas! Aku mau pulang." Pintanya sambil mencoba melepaskan genggaman tangan ku.
"Aku antar kamu pulang." Aku pun segera mengambil jaket dan tas ku. Dan tak aku biarkan tangannya lepas dari genggaman.
"Za, lo ditunggu pak Samsul tuh!" Kata Dika yang baru saja datang ke kantin. Aarrgh! Aku yakin dia akan lebih memilih pergi begitu saja.
"Kamu ikut aku dulu sebentar, aku janji cuma sebentar. Setelah itu aku anter kamu pulang, sekalian kita bereskan masalah kita ini." Pintaku.
Ia hanya diam sambil menuruti langkahku. Aku meminta ia menunggu di depan LAB saat aku bertemu Pak Samsul di ruangannya. Tapi saat aku keluar, ia sudah pergi tanpa mendengarkan penjelasanku lebih dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar