Pengalaman Hidup
Anonim
12/14/2011 09:44:00 AM
0 Comments
Lagi, aku sangat
berterimakasih kepada “Pengalaman Hidup.” Jika saja ada ajang pemberian
penghargaan kepada sebuah Pengalaman Hidup, mungkin aku tak akan mampu
memberikan satu hadiah pun yang pantas kepadanya. Tak ada kado semahal dan
semewah pun yang bisa membayar dan memberikan penghargaan kepada pengalaman
hidup. Karena dari Pengalama Hidup iinilah aku semakin belajar banyak tentang
pentingnya menjadi guru yang baik, yang dicintai dan disukai oleh murid-murid,
menjadi guru yang profesional. Tak hanya itu, pengalaman pun mengajarkan aku
menjadi pribadi yang dapt menghargai oranglain, menghargai murid-murid ku.
Pengalaman pula yang mengajarkan aku dan membuat aku tersadar bagaimana seseorang
akan menilai diri kita, pribadi kita, menjadi seseorang yang baikkah? Menjadi seseorang
yang patut dihormatikah? Menjadi seseorang yang patut dicontoh kah? Menjadi seseorang
yang patut dihargaikah? Atau sebaliknya?
Bagiku, tak ada
seorang pun yang mampu mengajarkan semua itu. Yang ada hanyalah guru yang
menngajarkan teori-teori tentang itu semua. Tentang menjadi pribadi yang baik,
profesional, dapat dihargai, dapat dihormati, dan sebagainya. Kita hanya
diperintahkan menghafalkan, mempelajari, namun setelahnya kita melupakan
perlahan tanpa kita sadari. Teori-teori yang paling hakiki adalah teori
kehidupan yang diajarkan oleh sebuah pengalaman. Tak akan ada satu orang pun
yang mampu mengingat setiap kata yang diucapkan oleh guru-guru atau dosen-dosen
kita. Namun, sebuah pengalaman hidup mampu membuat kita mengingat setiap
pelajaran yang diberikannya, setiap contoh yang ditunjukkannya, setiap kejadian
yang dituliskannya.
Seperti halnya kejadian-kejadian
beberapa hari ini. Aku antara benci, marah, ingin menangis, dan bersyukur. Begitu
banyak permasalahan yang terjadi di pesantren ini. Pesantren yang dibangun oleh
ayahku. Oleh hasil pemikiran dan kerja keras ayahku. Yang selalu berkomitmen
bahwa pesantren ini adalah pesantren sosial. Yang terutama diperuntukkan kepada
anak-anak yatim dan dhuafa yang memiliki semangat tinggi untuk bersekolah. Permasalahan
dan kejadian yang terjadi beberapa hari ini sangat menggelitik hatiku untuk
marah. Bagaimana tidak? Aku yang mengetahui perjuangan manis pahit ayah ku
membangun pesantren ini, yang baru tiga tahun berdiri, dituduh keluar dari
komitmen awal kami. Banyak orang yang mengatakan bahwa pesantren ini sudah
menjadi pesantren komersil, naudzubillah.
Aku melihat ayah ku
menangis. Menangis karena tidak menyangka semua perjuangannya selama ini harus
tercemari. Dan aku hanya bisa menyaksikan, dan marah, tanpa harus bisa berbuat
apa-apa. Aku tahu siapa