Tampilkan postingan dengan label cerita singkat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita singkat. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Januari 2024

Berharap Kau Kembali

1/27/2024 01:30:00 PM 0 Comments

 


Aku memang belum melewati banyak waktu bersamamu. Mungkin terdengar berlebihan jika aku katakan bahwa aku merasa telah banyak mengenalmu. Tapi binar mata, irama suara, bahkan helaan sesakmu, aku telah banyak mendengarnya. Akupun telah melewati masa dimana kau pernah memutuskan untuk melangkah pergi dariku, tidak hanya sekali tapi berulangkali.

Sabtu, 14 Oktober 2023

Rindu Dalam Diam

10/14/2023 03:05:00 PM 0 Comments

 

Diam ... menikmati perih yang tak terjabarkan. Menanggung sesak yang menyakitkan. Tersebab satu nama yang tak mampu disingkirkan.

Pertemuan itu singkat. Terlalu singkat bahkan! Namun jejak cerita yang tergores begitu dalam mengakar dalam ingatan. Hingga ... ketika waktu dengan paksa mengakhiri segala cerita, membentang kembali jarak yang pernah ada, kini ... hanya ada perih yang tercipta. 

Hai, kamu...

Diamku saat ini bukanlah bentuk untuk mencaci apalagi membenci. Bukan pula sebagai cara untuk melupa atau menganggap kau tiada. 

Aku hanya sedang menatap jarak yang kini kian terbentang hebat ... diantara kita yang pernah memiliki cerita dengan judul "selalu bersama."

Jumat, 23 Desember 2011

Nasehat Pagi dari Ummi

12/23/2011 12:24:00 PM 0 Comments

Menyongsong pagi dengan menggerakkan anak-anak untuk melakukan JUMSIH alias Jum`at bersih. Semua santri ikhwan maupun akhwat aku gerakkan untuk membersihkan lingkungan sekitarnya. Dari kamar, halaman, kelas, tempat wudhu, hingga ke lapangan. Dan semua itu membuat aku berharap semoga mereka mengerti bahwa kebersihan itu penting.
Tapi bukan tentang mereka yang akan aku ceritakan disini, tetapi tentang ibuku. Ummi tercinta. Guru terhebat yang aku temui dalam kehidupan ku. Beliau banyak memberiku nasihat dan pencerahan pagi ini. Kurang lebih seperti dibawah ini.
“Disetiap keluarga pasti ada saja yang suka maupun tidak kepada kita. Terkadang, setiap perilaku kita yang benar dilihat salah. Yang jujur dilihat bohong. Yang baik dilihat jahat. Begitulah seterusnya. Selalu ada saja percikan-percikan api emosi yang kemudian membakar jiwa. Namun semua itu kembali lagi kepada diri kita. Bagaimana kita menyikapi itu semua. Dan setiap penyikapan yang kita lakukan selalu menjadi sorotan dan perhatian bagi mereka-mereka yang memang tidak menyukai kita. Bagaimana orang lain akan menilai kita, terutama kamu, sudah dewasa kah atau masih kanak-kanak kah, dilihat dari bagaimana kamu bersikap. Ummi faham, tidak mudah melupakan sikap-sikap mereka dan tiingkah laku mereka kepada kita. Apalagi kamu sebagai seorang anak. Ummi faham, tidak ada seorang anakpun yang rela dan suka melihat orangtuanya menangis. Mendengar orangtuanya dihina, dimaki, apalagi dibenci. Tapi inilah, De yang namanya kehidupan. Inilah proses-proses untuk mendewasakan diri. Bukan ummi ingin menyombongkan diri, tapi kamu lihat! Ummi tidak pernah berusaha membela diri setiap kali mereka menyakiti hati ummi. Setiap kali mereka menyalahkan ummi. Setiap kali mereka memojokkan ummi. Ummi tidak pernah ingin melakukanj pembelaan diri seperti yang mereka lakukan setiap kali melakukan kesalahan. Karena ummi selalu yakin Allah Maha Melihat. Allah Maha Tahu segalanya. Dan pembalasan Allah sangatlah pedih, lebih pedih dari setiap perkataan yang mereka lontarkan kepada ummi. Lebih pedih dari yang telah mereka lakukan kepada kita. Semuanya kembali lagi kepada keikhlasan hati kita. Kepada kebesaran hati dan diri kita untuk menerima mereka yang seperti itu.”
“Tapi aku enggak suka melihat ummi, abi, dan orang-orang terdekat aku diguncingkan oleh mereka. Dan dede minta tolong mi, jangan paksa dede untuk bersikap biasa kepada mereka! Dede enggak bisa!” sela ku sambil menahan tetes air mataku. “Hati dede masih terlalu sakit, Mi. walau mereka saudara dede sendiri!” lanjutku.
Ummi hanya mendesah, dan kemudian melanjutkan, “Ummi mengerti, sangat mengerti, tapi ummi minta, belajarlah untuk ikhlas dan bersabar. Inilah kehidupan,de. Suka enggak suka, ya inilah kehidupan. Belajarlah untuk lebih dewasa. Kamu udah ummi lihat sebagai anak perempuan ummi yang mulai beranjak dewasa, maka bersikaplah semakin dewasa. Sabar. Hanya itu yang perlu kita lakukan sekarang. Karena tak ada yang bisa membalas mereka kecuali kita bersabar dan ikhlas. Percaya, De. Allah tidak pernah tidur, Allah tidak pernah buta, Allah pun tidak tuli. Percaya dengan kekuatan Allah. Biarkan hanya Dia yang menjawab siapa yang benar dan siapa yang salah. Karena hanya Dia yang tahu semuanya. Bukan orang lain. Dulu, saat ummi dan abi difitnah, saat abi diguncingkan juga seperti ini, nama abi dikotori oleh mulut-mulut tak bertanggung jawab, apa yang abi lakukan?? Abi dan Ummi hanya bersabar dan ikhlas. Lalu apa yang terjadi?? Allah membuka semuanya empat tahun kemudian. Allah menjawab dan memperlihatkan yang sebenarnya terjadi. Allah menunjukkan siapa yang salah dan siapa yang benar kepada orang-orang yang sempat kemakan oleh fitnahan dan guncingan itu. Begitu pula sekarang, percayalah, suatu saat nanti Allah akan membuka siapa yang salah dan siapa yang benar. Tinggal kita yang mau bersabar atau tidak. Karena benteng yang haru kita perkuat untuk menghadapi kehidupan yang penuh cobaan berupa fitnah dan guncingan adalah benteng kesabaran. Setelah kita perkuat benteng kesabaran kita, bersandarlah kepada Allah. Dia pasti menolong. Karena Dia Maha Penolong. Lihat almarhum babeh? Mana pernah beliau membalas segala kejahatan yang orang lakukan kepada beliau? Apa kata beliau setiap kali ada orang yang jahat? Babeh Cuma bilang “yaudah, kita sabar ajah. Entar juga dia kena batunya sendiri. Biarin Allah ajah yang bales, jangan kita!” dan ummi belajar dari babeh, De. Alhamdulillah, ummi selalu percaya Allah memang Maha Penolong. Seberat apapun masalah yang ummi hadapi, ummi cukup cerita ke abi, dan kemudian ummi meminta kepada Allah untuk memperkuat benteng sabar ummi dan meminta Allah membalas semuanya. Dan tanpa ummi berbuat apapun, ummi menyaksikan sendiri mereka kena balasannya sendiri.”
Aku merenung, mengkaji dalam hati dan fikiran setiap perkataan yang ummi ucapkan. Kuncinya hanya ikhlas, sabar dan serahkan semua kepada Pemilik Segalanya. Karena Allah-lah yang Maha Segalanya. Hanya Dia yang berkehendak membalas segala kejahatan itu. Hanya Dia yang Maha Tau yang Benar itu Benar dan yang Salah itu adalah Salah. 

Saat Keikhlasan Berbicara

12/23/2011 07:45:00 AM 0 Comments

Bagiku, bukan hukum karma yang berlaku, tetapi hukum Allah lah yang berbicara. Karena aku selalu percaya dan selalu yakin bahwa Allah tidaklah buta dan tidaklah tuli. Segala sesuatu ketika Allah berkata Kun, Fa yakun. Maka terjadilah. Ketika Allah mendengar segala keluh kesah hingga tangis dari para hamba-Nya yang merasa terdzolimi, aku percaya Allah tidak akan diam. Allah tidak hanya mendengarkan, tapi Allah pun melihat dan kemudian melakukan sesuatu.
Mungkin inilah yang terjadi di pesantren yang telah dibina oleh ayahku sejak tiga tahun yang lalu. Kita tidak pernah tahu apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh guru-guru termasuk kepala sekolah yang ada di Mts – pendidikan formal yang berdiri di bawah payung pesantren.-
Perlahan namun pasti Allah membuka dan memperlihatkan serta memperdengarkan kepada kita apa yang tidak kita ketahui dan kita dengar sebelumnya.  Allah membiarkan kita tahu bagaima mereka menerapkan kata ikhlas. Oleh memperdengarkan kepada aku serta ayah dan ibuku bagaimana mereka menjalankan kata ikhlas dalam bekerja dan membina anak yatim serta dhuafa yang ada dipesantren ku. Ternyata, kebanyakan dari mereka menerapkan kata ikhlas dengan ukuran rupiah. Astaghfirullah. Menghitung setiap tetes keringat mereka dengan kata ikhlas yang dihargai dengan rupiah. Bukan dengan kata ikhlas yang sesungguhnya ikhlas. Yang hanya mengharpakan balasan dari Allah, bukan mengharapkan rupiah dari manusia.
Dan saat inilah, hampir semua orang diuji sejauh mana mereka ikhlas menerima segala sesuatu yang mereka terima. Lagi. Semua pekerjaan yang kita kerjakan kembali lagi kepada keikhlasan. Ketika keikhlasan yang sesungguhnya ikhlas berbicara, jangan pernah membayangkan bahwa kehidupan kita akan susah, hidup kita tidak akan bahagia, hidup kita akan kekurangan. Percaya atau tidak, dikala keikhlasan berbicara, semua menjadi indah, semua menjadi mudah, semua menjadi bahagia, dan segalanya menjadi berkecukupan. Karena Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar, Allah pun Maha Tahu siapa yang benar-benar ikhlas, atau berpura-pura ikhlas. Seperti yang saat ini aku lihat di pesantren ku. Aku berfikir mereka adalah orang-orang terpilih hingga saat ini. Karena aku percaya mereka menggunakan hati mereka saat bekerja. Mereka menggunakan hati mereka untuk alat kontrol keikhlasan mereka.
Percayalah, saat keikhlasan berbicara, tidak akan ada yang sulit, tidak akan ada kemelaratan dalam hidup. Karena ikhlas lah kunci kebahagiaan kita yang sebenarnya. 

Selasa, 09 Agustus 2011

Surat Untuk Sahabat

8/09/2011 12:31:00 PM 0 Comments

Kau hadir lagi kawan. Dan terasa begitu dekat dan nyata. Kau datang lagi, tapi dalam diri seseorang yang bukan kamu. Dia membuatku begitu merindukanmu, sobat. Dia membuatku teringat semua tentang kita. Dia membuatku ingin berlari menemui mu dan memeluk mu erat. Karena kau begitu nyata dan ada dalam dirinya.
Masihkah kau ingat sobat? Bagaimana cara ‎​​Allh mempertemukan kita? Dan kemudian mendekatkan kita? Hingga akhirnya menjadikan kita seperti adik dan kakak?
Masihkah kau ingat sobat? Bagaimana caranya kau bercerita kepada ku? Bagaimana caranya kau menangis kepadaku? Dan bagaimana takutnya dirimu saat aku tidak ada?
Masihkah kau ingat sobat? Bagaimana caranya kau membuatku tertawa saat ku susah? Bagaimana kau mengusap air mataku dan memelukku saat ku menangis?
Masihkah kau ingat sobat? Saat kita saling marah? Saling terdiam seolah tak butuh? Saling tangis dalam diam kerinduan? Dan kemudian saling peluk meredakan emosi, memaafkan setiap kesalahan, dan menghilangkan kerinduan itu?
Masihkah kau ingat dengan semua itu sobat?
Mungkin kau terlupa, tapi aku tidak.. Dan mungkin tidak akan pernah terlupa. Masih terlihat begitu jelas dan nyata, saat kamu memintaku untuk menjadi teman mu yang bisa membantu dalam hal kebaikan. Masih terlihat begitu jelas dan nyata saat kau menagih janji kepadaku karena ku terlupa. Sobat, masih terekam dengan begitu nyata, saat kita saling mengukir janji untuk bertemu dan kembali berkumpul di penjara suci itu. Padahal saat itu hatiku berada di kebimbangan antara kembali dan tidak. Tapi ikrar janji dan dirimu menjadi kekuatan untuk ku langkahkan kaki ini,sobat.
Sobat, aku masih bisa melihat dengan jelas raut wajah mu yang lucu, aku pun masih bisa mendengar jelas logat suara mu yang khas, dan seringkali itu semua membuatku tertawa. Bahkan, raut wajah mu ketika marah, suara mu yang tak pernah ku dengar ketika kau marah padaku, hingga basahnya matamu ketika kau menangis melampiaskan kebencian yang terpendam, semua itu masih terekam begitu jernih di ingatanku, sobat.
Semua tentang kita masih terekam dan terlihat begitu nyata di ingatanku, sobat. Menangis dan tertawa bersama. Saling menjauh dalam diam dan kemudian kembali saling mendekat dengan sebuah pelukan.
Sobat, ingatkah dirimu setiap malam menjelang dengan langit cerahnya, kita bersama menatap bintang, mencari bintang yang paling terang. Hingga akhirnya kau begitu menyukai bintang. Masihkah kau ingat, tiap hari minggu tiba, kita saling menunggu siapa kah yang akan dijenguk. Aku? Ataukah kamu? Tapi kita tidak pernah merasa iri dan merasa kesepian ketika salah satu di antara kia dijenguk. Karena bagi kita, ibumu adalah ummiku, dan ummiku adalah ibumu. Begitulah yang terjadi karena begitu eratnya ikatan persaudaraan yang terjalin antara kau dan aku.
Sobat, jika ku tuliskan semua cerita tentang kita, ku yakin seratus lembar pun pasti tak akan cukup dan tak akan mampu mengobati kerinduan ini.
Sobat, seandainya saja waktu bisa ku putar kembali. Pasti ku akan memilih untuk tidak pernah mengatakan " aku akan pindah dan meninggalkanmu." Agar kamu tidak pernah pergi dan meninggalkan ku lebih dulu.
Tahukah kau, sobat? Perpisahan itu begitu menyiksaku. Dan semenjak itu, aku selalu takut dengan kata perpisahan.
Sobat, kini ku memiliki satu orang adik angkat. Kau tahu? Dia begitu mirip dengan dirimu! Caranya membuat ku tertawa, caranya membuatku marah, hingga caranya membuat ku ingin menangis!! Bahkan cara dia marahpun sama seperti diri mu. Dia begitu membuat ku semakin merindukan mu, sobat.
Penjara suci dan perpisahan itu selalu saja membuatku menahan tangis tiap kali ku mengingatnya.
Sobat, aku sangat merindukan mu.. bisakah kita seperti dulu?

Kamis, 28 April 2011

Si Kake Tua

4/28/2011 12:20:00 PM 0 Comments
Badannya yang sudah membungkuk, rambutnya yang sudah hampir semuanya beruban, pengelihatannya yang mungkin mulai tak jelas, tangannya yang mulai gemetar, membuat ku geleng kepala dan miris melihat beliau masih harus bekerja. Beberapa bulan lalu aku ke toko buku itu, dan makan di tempat makan persis berada di depan toko buku. Dan aku melihat Kake tua itu sedang memunguti gelas-gelas aqua bekas orang-orang yang setelah minum ditinggalkan begitu saja sampahnya. Aku fikir beliau hanya sementara ditempat itu, seperti para pemulung lainnya, yang lewat, mengambil, kemudian pergi. Dan malam ini aku datang lagi ketempat yang sama dan aku melihat Kake yang sama pula. Betapa miris dan sesaknya aku saat ku lirik jam tangan ku, waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam! Sedangkan Kake itu masih saja bekerja mengambil sampah-sampah bekas orang-orang makan atau minum yang sengaja ditinggalkannya. Aku dan sahabatku yang baru saja memesan makanan langsung saling pandang, dan kami memikirkan hal yang sama ''apakah Kake itu sudah makan?'' akhirnya sahabatku menghampiri si Kake tua yang baru saja duduk di samping jembatan setelah memasukkan beberapa gelas bekas aqua kedalam kantong plastik hitam yang mungkin sudah ia sediakan. Aku tidak mendengar jelas apa yang dikatakan sahabatku kepada sang Kake, karena jarak kami lumayan dan sahabatku itu membelakangi ku, tapi aku bisa mendengar penolakan halus dari Kake tua agar kami tidak usah repot membelikannya makanan. Dan kemudian sang Kake menghampiri ku dan mengatakan penolakannya,
''nggak apa-apa,Kek. Kake makan ya?'' bujuk ku setelah beliau mengucapkan penolakan berkali-kali.