Badannya yang sudah membungkuk, rambutnya yang sudah hampir semuanya beruban, pengelihatannya yang mungkin mulai tak jelas, tangannya yang mulai gemetar, membuat ku geleng kepala dan miris melihat beliau masih harus bekerja. Beberapa bulan lalu aku ke toko buku itu, dan makan di tempat makan persis berada di depan toko buku. Dan aku melihat Kake tua itu sedang memunguti gelas-gelas aqua bekas orang-orang yang setelah minum ditinggalkan begitu saja sampahnya. Aku fikir beliau hanya sementara ditempat itu, seperti para pemulung lainnya, yang lewat, mengambil, kemudian pergi. Dan malam ini aku datang lagi ketempat yang sama dan aku melihat Kake yang sama pula. Betapa miris dan sesaknya aku saat ku lirik jam tangan ku, waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam! Sedangkan Kake itu masih saja bekerja mengambil sampah-sampah bekas orang-orang makan atau minum yang sengaja ditinggalkannya. Aku dan sahabatku yang baru saja memesan makanan langsung saling pandang, dan kami memikirkan hal yang sama ''apakah Kake itu sudah makan?'' akhirnya sahabatku menghampiri si Kake tua yang baru saja duduk di samping jembatan setelah memasukkan beberapa gelas bekas aqua kedalam kantong plastik hitam yang mungkin sudah ia sediakan. Aku tidak mendengar jelas apa yang dikatakan sahabatku kepada sang Kake, karena jarak kami lumayan dan sahabatku itu membelakangi ku, tapi aku bisa mendengar penolakan halus dari Kake tua agar kami tidak usah repot membelikannya makanan. Dan kemudian sang Kake menghampiri ku dan mengatakan penolakannya,
''nggak apa-apa,Kek. Kake makan ya?'' bujuk ku setelah beliau mengucapkan penolakan berkali-kali.
''enggak usah Neng, Kake udah makan tadi siang, tadi siang sudah dibelikan bubur. Enggak usah ya.'' bujuk si Kake. Dan aku beserta sahabatku tetap membujuk si Kake untuk mau menerima pemberian kami. Ya Allah, tidakkah ada satupun orang yang menghormatinya atau minimal mengasihaninya?? terakhir makan tadi siang, sedangkan ia terus bekerja seperti itu sepanjang hari. Dimana saudaranya Ya Rahman .... Dimana anak-anaknya?? Seharusnya, Kake tua seperti beliau di saat-saat malam mulai datang sedang bersantai sambil menonton telivisi, atau sambil bercanda bersama cucu-cucunya. Tapi si Kake tua ini?? Masih harus bulak-balik memunguti sampah tak peduli beliau belum makan, tak peduli dengan badannya yang mulai membungkuk, mungkin juga tidak peduli dengan keadaannya yang semakin lelah. Apapun alasan dari keluarganya yang membiarkan si Kake tua bekerja seperti itu tetap saja tidak baik dimata ku. Kake tua sepertinya seharusnya lebih banyak beristirahat dan menikmati masa tuanya bersama anak-anak serta cucunya. Bukan dengan bekerja keras seperti itu. Begini keraskah Ya Allah, kehidupan di Jakarta sehingga ikut mengeraskan hati para manusianya?? Tidak ada rasa kasihan kepada orangtua, tidak ada rasa khawatir kepada mereka yang terus bekerja. Dimana hati nurani keluarganya atau orang-orang disekitarnya yang masih membiarkan si Kake tua ini terus bekerja …. Entah sampai jam berapa.
Ingin menangis rasanya aku ketika mendengar rentetan do'a dari sang kakek ketika aku dan sahabatku memberikannya sebungkus makanan untuknya makan malam.
''Kake gak bisa bales apa-apa. Kake cuma bisa bales dengan do'a aja ya Neng,'' kata si Kake dengan penuh kebahagiaan campur haru. Aku dan sahabatku hanya tersenyum berterimakasih atas do'anya. Dan kemudian kami pamit kepada sang Kake, mencium tangannya dengan hormat. Tak peduli si Kake mencegah dan berkata ''Tangan Kake kotor, Neng.'' Tidak peduli juga dengan tatapan orang-orang sekitar kepada tingkah kami berdua. Mungkin orang akan menilai dan berfikir kami sok peduli, atau berlagak, atauapalah itu, kami tetap tidak peduli.
''Hati-hati di jalan ya Neng, Mas.'' kata Kake ketika kami mulai beranjak pergi. Kamipun pergi meninggalkan si Kake dengan fikiran masing-masing tentang keadaan si Kake tua. Dan meninggalkannya dengan berbagai pertanyaan di benakku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar