Selepas mengajak Aksa
bermain,; dan makan di salah satu tempat makan favoritnya, Natasya memilih untuk
menenangkan pikirannya ke toko buku. Beruntung Aksa tidak rewel saat Natasya
sedang menyusuri rak demi rak buku sambil mendorong stroller Aksa. Bahkan Aksa
sampai tertidur begitu nyenyak, sehingga Natasya semakin leluasa mencari buku
yang ia butuhkan.
Menjelang malam, Natasya bersama Aksa bersiap untuk pulang. Setelah merapihkan barang bawaan serta belanjaan, dan meletakkan Aksa dengan sangat hati-hati ke dalam car seat, Natasya segera menginjak pedal gas. Namun, baru saja beberapa meter mobilnya bergerak, ia tiba-tiba saja menginjak pedal rem. Untuk sekadar memastikan penglihatannya. Dengan cepat Natasya kembali memarkir mobilnya. Namun kali ini ia tidak turun dari mobil. Ia terus memperhatikan seseorang yang baru saja dilihatnya sedang berjalan menyebrangi area parkir . Tanpa pikir panjang Natasya mengambil ponselnya dan mengklik satu nomor.
Dari tempatnya berada, ia
bisa melihat dengan jelas seseorang yang sedang ia perhatikan sejak tadi menghentikan
langkahnya, lalu merogoh kantong celana dan mengeluarkan ponselnya.
“Kamu dimana, Mas?” tanya
Natasya tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya ketika panggilannya dijawab.
“Masih di kantor, tapi
ini mau makan malam dulu sama tim. Kamu udah pulang?” jawab Kafi.
“Sudah. Setelah itu
langsung pulang, kan?”
“Iya, mungkin.”
“Oke, have fun ya,
Mas.”
“Oke. Kamu istirahat
duluan aja, ya.”
Tanpa menjawab apapun
Natasya mematikan sambungan teleponnya. Hatinya hancur berantakan! Tanpa
aba-aba lahar panas meleleh dari kedua matanya. Karena jelas ia menyaksikan
sendiri suaminya sedang jalan berdua dengan seorang wanita yang lebih cantik
darinya. Bahkan Kafi dengan mesranya merangkul wanita itu. Memberikan isyarat
untuk diam kepada si wanita yang berada di sampingnya sesaat sebelum ia
menjawab panggilan Natasya.
Natasya merasa sangat
terluka. Kafi, sosok lelaki yang selama ini begitu meratukannya, memang telah
berubah beberapa bulan belakangan ini. Dan Nastasya merasa sangat kehilangan
Kafinya yang dulu. Sesak! Dadanya terasa begitu sakit dan sesak melihat
kenyataan yang begitu pahit. Pertanyaan tentang dinginnya sikap Kafi belakangan
terjawab dengan jelas di hadapannya. Ia menahan suara tangisnya agar tak pecah,
meski rintikan air matanya begitu deras membasahi wajah. Aksa yang berada di
sampingnya terlihat mulai gelisah, dan tak lama tangisnya pun pecah. Seolah ia
bisa merasakan sakit yang kini sedang dirasa oleh ibunya. Dengan derai air mata
Natasya mengangkat tubuh mungil Aksa yang berada di sampingnya. Membawa dalam
dekapan. Memeluknya dengan begitu tenang, mendaratkan kecupan di kening Aksa
dengan begitu lembut.
“Jangan tinggalin, Ibu
ya, Sa. Cuma kamu yang akan membuat Ibu kuat, Nak. Ibu cukup kehilangan sosok
ayahmu yang dulu. Jangan sampai Ibu pun kehilangan kamu, Sa.” Bisik Natasya
dengan derai air matanya yang tak mau berhenti.
“Jangan benci Ayah, ya.
Kalau suatu saat nanti Aksa tau apa yang udah Ayah lakukan hari ini ke Ibu.”
Lanjutnya disusul dengan kecupan lembut di kedua pipi Aksa.
Setelah menenangkan diri,
dan Aksa kembali terlelap setelah diberi ASI, Natasya pun segera pulang dengan
pikiran dan hatinya yang begitu kacau. Sesampainya di rumah, ia membawa Aksa ke
dalam baby box, dan segera membersihkan diri. Ia butuh rehat lebih cepat
malam ini. Ia tak akan lagi menunggu kedatangan Kafi seperti hari-hari kemarin.
Hatinya sangat terluka malam ini.
Walau aku gak tau apa
alasan kamu ngelakuin ini ke aku, seenggaknya, aku tau, kenapa belakangan ini
aku merasa sangat kehilangan kamu, Mas. Kenapa aku beberapa bulan belakangan gak
melihat Mas Kafiku yang dulu. Kenapa aku sekarang kehilangan perhatian dan
hangatnya kamu. Kamu ada, tapi kenapa aku sangat merindukan kamu. Kamu dekat,
tapi kenapa aku merasa kamu jauh tak terjangkau. Ternyata jawabannya karena aku
sudah sangat kehilangan kamu, Mas. Karena ternyata ada wanita lain tempat
untukmu pulang mencurahkan semua kehangatan dan perhatianmu. Lalu aku di
sini untuk apa, Mas?
Tangis Natasya kembali
pecah. Meski dengan mata yang terpejam, namun sesak yang masih menghantam
menggiring air matanya untuk kembali mengalir.
Pukul satu dini hari,
Natasya mendengar suara pintu pagar di buka, dan tak lama mobil Kafi memasuki
garasi. Natasya tak sediktipun bergerak dari tempat tidurnya. Dengan sigap ia
menghapus sisa air matanya yang menitik. Dan berlaga tidur saat Kafi memasuki
kamarnya. Tak ada kecupan yang Natasya rasakan, meskipun singkat.
I really lost you, really lost you, Mas. Lirih hati Natasya begitu perih ketika ia mendengar Kafi melangkah keluar kamar sambil menelpon seseorang. Siapa lagi kalau bukan wanita itu yang dia telepon semalam ini? Desis hati Natasya dengan begitu sakitnya.
lanjutt dong ambu..sedih sumpahh
BalasHapus