Hai tuan, kemarilah sejenak. Biar kuceritakan sesuatu yang tidak pernah kamu tahu sebelumnya. Biar kamu mendengar langsung apa yang ku simpan selama ini.
Kamu tau, Tuan? Kamu ... adalah seorang yang telah berhasil mencuri hatiku, lalu kau memahat kata cinta begitu dalam diatasnya. Kamu mencipta bahagia di atas gundahku yang berkuasa. "Jangan pernah pergi dariku ..." adalah kalimat yang selalu kugaungkan kepadamu hampir setiap hari. "Aku selalu di sini, kapanpun kamu butuh, aku ada." adalah kalimat yang selalu kau bisikkan di hari-hari yang kulalui. Tentu kau ingat itu, bukan?
Melewati hari bersamamu, adalah kebahagiaan yang tak mampu kujelaskan. Duniaku begitu indah berwarna ketika kamu selalu menemani di sisi. Rasanya ... tak ada yang sulit dan berat untuk kuhadapi, asalkan aku bersamamu. Kamu selalu menyediakan pundak untukku bersandar kapanpun kubutuhkan. Kapanpun kupanggil, kau dengan cepat datang menghampiri. Karena kamu sangat memahamiku, betapa aku selalu butuh kamu dan tak mampu menunggu lama untuk kau hadir di hadapanku. Dan aku ... sangat bahagia atas perlakuanmu itu, Tuan.
Tuan ... kamu menjadi alasan untukku selalu mencipta bahagia. Karena senyumku adalah semangatmu. Itu pengakuanmu. Dan kamu ... selalu menjadi orang pertama yang tak pernah rela melihat air mataku berderai karena alasan apapun itu. Aku bak seorang ratu di kerajaan hatimu. Kamu begitu istimewa memperlakukanku. Membuat segala rasa yang tercipta dihatiku terus terbangun semakin tegap. Bangunan bertuliskan cinta, sayang, bahagia saat bersamamu begitu megah nan kokoh berdiri. Hingga rasa takut akan kehilanganmu semakin tinggi bertahta di hati.
Tuan ... suatu ketika, pernah ada bisikkan yang menelusup dalam ruang pikiranku, "jangan terlalu mencintainya. Jangan terlalu menyayanginya, jangan larut dalam bahagia bersamanya, karena sebentar lagi ... kamu akan kehilangannya!Dan kamu ... akan merasakan patah yang begitu menyesakkan!" Lalu bisikkan itu dengan mudah kutepis begitu saja. Ya! Karena aku tak ingin itu menjadi nyata. Aku tak ingin bisikkan itu meruntuhkan segala rasa yang tertuju padamu, Tuan.
Semua rasa yang kumiliki untukmu, kujaga dengan begitu sempurna. Kurawat ia agar terus tumbuh, tak pernah mati. Sebelum akhirnya aku menyerah pada takdir yang tidak mengizinkan kita untuk bersama. Apa yang kugaungkan, apa yang kau katakan pada hari-hari yang terlewati kini menjadi angin lalu.
Kamu ... si paling tak ingin melihatku bersedih, nyatanya adalah pencipta kesedihan yang paling menyakitkan bagiku! Kamu ... si paling berjuang mempertahankan, pada akhirnya kalah dengan keadaan. Lalu pasrah berjalan dan bersanding dengan ia yang tidak kau inginkan. Meninggalkanku yang begitu tercabik demi menatapmu pergi menjauh.
Seseorang yang kini telah mendampingimu, begitu berkuasa atas dirimu. Merasa ... bahwa dirinyalah satu-satunya wanita yang kau puja. Satu-satunya wanita yang kau cinta. Padahal, dia tak tau, kepada siapa hatimu lebih dulu jatuh, tertaut, dan mencipta cinta. Haha. Lucu sekali...! Dengan angkuhnya ia datang memberi peringatan untukku. Agar menjauhimu, agar aku tak pernah terlihat lagi olehmu walau sehelai rambut! Walau segaris bayangan pun! Agar aku ... sesegera mungkin meruntuhkan segala rasa yang pernah ada untukmu. Karena aku tak lagi berhak atas dirimu, begitu katanya.
Hei, Tuan ... kau tau? Peringatan itu menyakitkan sekali ditelingaku! Belum kering luka yang kau sayat, kini kau timpa dengan ulah kekasihmu! Tidakkah kau ceritakan yang sesungguhnya tentang bagaimana hatimu saat tidak lagi bersamaku? Tidakkah kamu bicara padanya bahwa kamu tak sungguh mencintai dirinya? Kau pernah mengatakan padaku, bahwa kau tidak baik-baik saja ketika tak mampu mendapatkan kabar bagaimana keadaanku. Mengapa itu tidak kau bicarakan juga padanya?? Agar ia tak begitu angkuh mencaci hingga merasa paling memiliki. Mengapa kau lebih banyak bungkam seribu bahasa saat lisannya yang berbisa menghujamku dengan rasa tak berdosa?? Inikah yang kau sebut cinta?? Inikah caramu menyayangi?? Inikah caramu tak ingin melihatku kembali menangis?? Ini lucu sekali!! Ini sungguh tak adil, Tuan ...
Tapi kamu tenang saja ... kamu tak perlu merasa bersalah, apalagi berdosa. Kau tak perlu lagi merasa bertanggung jawab atas bahagiaku. Perlahan ... namun pasti ... akan kuruntuhkan segala rasa yang pernah tertuju padamu. Tidak akan ada lagi semua rasa yang pernah tercipta tertuju padamu. Aku akan meruntuhkan segalanya, segala rasa ... bahkan namamu!! Agar aku mampu mencipta bahagiaku yang baru. Bahagiaku yang dengan tanpamu.
Terimakasih, Tuan. Karena pernah menjadi bagian dari kisahku. Akanku tutup buku kisah kasih tentang kita. Dan aku ... pasti akan meruntuhkan segala rasa yang tertuju padamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar