Minggu, 22 September 2024

Labirin Rasa

9/22/2024 03:21:00 PM 0 Comments

 


Aku kembali terjebak pada labirin rasa. Tersesat di dalamnya. Nyaris putus asa karena tak juga menemukan jalan keluar. Hingga kemudian seseorang hadir di dalam labirin rasa yang sedang ku jejaki.  Melangkah bersisian denganku. Ia pun sama terjebaknya. 

Kita berjalan dan tersesat bersama di dalamnya. 

Herannya, kita tak mencari jalan untuk keluar dari labirin ini. 

Mungkin karena aku yang begitu menikmti kehadirannya. Larut dalam setiap cerita yang mengalir dari lisannya. Hingga yang hadiir dalam logikaku adalah bagaimana kebersamaan ini tak berkahir? Bagaiman caranya agar aku ataupun dia tak bertemu pintu keluar dari labirin ini. 

Entah, mengapa bisa aku sebahagia ini saat bersamanya. Bersama terjebak dalam labirin rasa. Dan entah mengapa, ia pun seolah menikmati kebersamaan ini.

Setiap detik yang ku lalui bersamanya, mengasah rasa candu akan hadirnya menjadi rasa sayang yang mungkin sesaat lagi akan dipertajam dengan rasa cinta. 

Konyol! Bodoh!! Jahat!! 

Teriak logikaku mencoba mengehentikan langkah dan mengakhiri kebersamaan dengannya. 

Namun hati kecilku tak mampu menjauh darinya meski selangkah. 

Untuk saat ini, biarkan aku menikmati ketersesatan dalam labirin rasa ini. 

Karena ku yakin, suatu hari nanti, labirin rasa ini akan hancur dengan sendirinya. Entah karena apa dan siapa penyebabnya. 

Hei kamu, maaf ya.. Jika aku harus menahanmu dalam labiri rasa ini.  Sungguh aku bahagia, di atas kebodohan dan ketersesatan ku dalam labiriin rasa ini. Aku bahagia menghabiskan banyak waktu bersamamu. Jika kelak kita berhasil keluar dari labirin ini, entah mengapa, aku hanya ingin kamu menjadi orang terakhir yang menemaniku melangkah menghabiskan sisa waktu yang ada. 

Senin, 16 September 2024

Rasa Bersalah

9/16/2024 08:14:00 PM 0 Comments

Sebelum sampai di angka dua tahun untuk saling mengenal, aku dan dia sepakat akan melanjutkan kisah kita hingga ke mahligai pernikahan.
Satu minggu menjelang hari pernikahan mestinya menjadi hari yang membahagiakan. Menjadi hari-hari yang mendebarkan menanti momen paling sakral yang akan terjadi dalam hidupku. Satu minggu menjelang hari pernikahan, mestinya sudah ku selesaikankan segala urusan, sehingga tak ada lagi alasan aku dan dia untuk pergi menyelesaikan urusan yang belum tuntas. Ya. Semestinya... dan seandainya...
Namun siapa kira? Seminggu menjelang hari pernikahan kami, menjadi hari yang paling menyakitkan bagiku! Menjadi hari dimana aku terlempar dan terkurung dalam ruang rasa bersalah yang menyakitkan dan tak berkesudahan!
Ratusan, atau bahkan ribuan hari aku terkurung dalam rasa bersalah, tersebab kejadian di hari itu. Hari dimana aku bersamanya terlempar dari motor kesayangan kami tersebab sebuah mobil yang menghantam kami dari arah berlawanan. Ia seketika tak sadarkan diri. Meregang nyawa di tempat kejadian. Aku yang masih setengah sadar harus menyaksikan calon pedamping hidupku menghembuskan napas terakhirnya. Padahal, sesaat sebelum kejadian itu, kami masih menikmati perjalanan dengan sangat bahagia. Aku masih bisa mendengar tawanya. Melihat wajah bahagianya. Rasanya, kami sudah tak sabar menunggu waktu seminggu lagi untuk segera mengikat hubungan kami dengan sebuah akad.
Setelah kejadian itu, aku tak sadarkan diri berhari-hari lamanya, membuatku tak bisa mengantarkan ia kerumah barunya, dan hal itu, mencipta ruang rasa bersalahku semakin besar!
Entah, apa yang sedang Tuhan persiapkan untuk masa depanku, hingga sesakit ini ujian yang harus ku hadapi. 
Kehilangan cinta pertama, membuatku merasa akulah penyebab utama atas kepergiannya, hancur segala harapan dan impian untuk dapat hidup bersamanya. 
Akad itu tak pernah terucap. Aku kalah cepat dengan kematian yang menjemputnya lebih dulu. Dan kepergiannya membuatku selalu dipeluk rasa bersalah.
Aku hanya berharap, kelak Tuhan hadirkan aku kebahagiaan yang begitu paripurna. Meski bukan bersamanya. Namun satu hal yang pasti, seiring rasa bersalah ini pergi, ia akan tetap abadi dalam memori juga sanubari. Raganya boleh terkubur bersama rasa bersalahku, namun jiwanya akan selalu hidup dan abadi dalam kisah perjalan hidupku.

Selasa, 10 September 2024

Perpisahan

9/10/2024 12:09:00 PM 1 Comments


Berpisah darimu adalah awal dimana kehancuranku tercipta. Derai air mataku berlomba mengurai sesak dalam dada. Sepi dan sendiri adalah kawan yang senantiasa menyelimutiku, yang mencoba membuatku tenang meski ternyata selalu saja kegaduhan dalam isi kepala yang menjadi pemenangnya. Sesakit ini aku, Tuan! Berpisah darimu bukanlah suatu hal yang kutunggu. Jangankan menunggu, ku harapkan pun tidak! Sakit rasanya. Harus ada salam perpisahan diantara kita. Segala harapan, cita-cita dan cinta harus ku kubur pada tanah realita yang ku pijak.

Hai, Tuan... Kenapa harus perpisahan yang menjadi pilihan setelah kita pernah mencipta bahagia bersama? Kenapa harus kamu mencipta bahagia di orang lain, setelah kau pernah dengan sungguh menyatakan bahwa aku adalah kebahagian untukmu. Kenapa harus kau begitu meyakinkan hati ini, jika pada akhirnya kau pergi juga.

Hari-hari yang ku lalui tanpamu terasa begitu meyakitkan, Tuan! Setiap hari yang kulalui hanya menunggu kau kembali. Dan di saat ku sadar bahwa kau tak akan pernah datang lagi, maka aku mulai mencarimu di orang baru yang datang dalam hidupku. Terkesan jahat dan egois memang, tapi sesulit itu aku melupakanmu. Seberat itu hatiku untuk benar-benar melepasmu. 

Aku tau, mencarimu pada orang lain hanya akan membuatku lelah dan membuang-buang waktu. Tapi, biarlah aku membunuh rasa yang kau tinggalkan dengan seperti ini caranya. Biarkan aku lelah hingga berjumpa titik putus asa hanya karena terus mencarimu pada setiap orang baru yang singgah dalam hidupku.

Kesakitanku, kehilanganmu, pada akhirnya menyadarkan tentang kata perpisahann bagiku.

Ya, perpisahan bagiku adalah satu kata yang membuatku mengerti makna dari sebuah menghargai perjumpaan dan kebersamaan. Tentang satu kata yang memahmkan diri dan hati bahwa ternyata, tak pernah ada yang abadi dalam hidup ini. 

Rabu, 04 September 2024

Pergilah! Aku Tak Apa Sendiri

9/04/2024 07:42:00 PM 0 Comments

Ternyata, apa yang banyak orang katakan itu benar, ya?
Orang yang paling tega menyakiti adalah orang yang paling dekat. Orang yang kesehariannya selalu ada bersama kita. Dia yang selalu terlihat paling sayang, perhatian, dan mungkin terlihat paling mencintai kita. Dia yang sama sekali tidak ingin melihat kita dilukai oleh siapapun. Selalu siap menjadi garda terdepan di saat kita terancam tidak baik-baik saja, atau ada perlakuan yang membuat kita merasa tidak aman dan tidak nyaman.
Ku pikir, hal itu tidak akan pernah menimpaku. Ku kira, cerita tentang orang yang disakiti oleh orang paling dekat adalah milik mereka saja, mereka yang ku pikir hidupnya sedang tidak beruntung.
Ternyata, kini aku menjadi bagian dari orang yang tak beruntung itu. Segala hal yang selama ini hanya ku dengar, kini benar-benar ku rasakan sendiri!
Orang yang ku anggap paling setia dan rela berkorban untuk kebahagiaanku, justru orang yang paling dalam menggoreskan luka di dada. Seseorang yang selalu ada di segala kondisiku, menyayangiku dengan begitu hebat layaknya saudara serahim, justru ternyata dia menjadi orang yang paling tega menancapkan belati di hatiku. Dia orang yang tanpa belas kasihan menghancurkan kebahagiaanku.
Jika sahabat terbaikku bisa bermain gila dengan lelaki yang sudah menjadi calon suamiku, merebut perhatian dan rasa cintanya, lalu kini mereka bahagia menjalani kisah cinta setelah memporakporandakan kepercayaan dan perasaanku, lantas setelah ini siapa lagi yang harus ku percaya? Kepada siapa lagi bisa ku sebut sahabat terbaik? Atau calon imam terbaik seumur hidup? Setelah ini, jika aku mati rasa pada siapapun tak menjadi masalah, bukan?
Sungguh! Hancur sekali rasanya! Ditikam belati oleh sahabat sendiri. Dikhianti oleh kekasih hati. 
Pergilah! Aku tak apa apa sendiri di sini. Namun jangan lupa, bawa serta dia, yang dulu pernah menjadi sahabat terbaikku. Pergilah! Aku tak apa sendiri di sini. Berjuang menata kembali hati yang telah kalian hancurkan tanpa belaskasihan. Pergilah! 


Rabu, 21 Agustus 2024

Berdamai Dengan Kenyataan

8/21/2024 10:46:00 AM 0 Comments

Amarahku sudah mereda sejak lama. Bahkan saat namamu ku dengar disebut oleh siapapun, aku tak lagi merasakan getar amarah dan kebencian yang sempat memelukku dengan begitu hebatnya.
Jika kini kau melihat aku bisa tersenyum atau bahkan tertawa lepas, percayalah bahwa aku pernah berada di hari-hari bagaimana ku lupa caranya tersenyum. Aku pernah berada  di masa tak tau bagimana menghentikan rintik air mataku.
Tenanglah, kini amarahku telah mereda, tangisku tak lagi bercucuran air mata. Tapi maaf, luka yang kau cipta perihnya masih terasa begitu nyata. 
Tak usah khawatir, aku akan berjuang untuk berdamai dengan kenyataan yang tak pernah ku rencanakan ini. Aku akan berdamai dengan realita bahwa kini kau tak lagi milikku. Karena ku sadar, untuk melupakanmu adalah hal yang teramat sulit bagiku. Kenangan bersamamu terlalu banyak terekam dalam memori. Maka berdamai dengan kenyataan menjadi jalan terbaik yang ku pilih.
Aku yakin, saat ku telah sangat berhasil berdamai dengan kenyataan yang ada, bukan saja amarah dan tangisku yang mereda, namun juga tak ada lagi sakit yang tersisa. 

Jumat, 02 Agustus 2024

Hanya Perlu Terbiasa

8/02/2024 09:54:00 PM 0 Comments

Siapa kira, jika dia yang dulu pernah membuatku merasa betapa indahnya rasa jatuh cinta, kini mencipta kehancuranku yang begitu paripurna? Cermin cinta yang ku punya dan ku jaga dengan begitu baiknya, dijatuhkan hingga hancur berkeping. Hingga akhirnya tak ada lagi daya ku untuk memperbaikinya.

Siapa bisa mengira, bahwa ceritaku dengannya akan seperti ini sekarang? Kembali ke titik awal, seperti tak pernah saling kenal. Kembali saling diam, tak pernah lagi ada sapa. Kami layaknya dua orang asing yang tak sengaja berpapasan di jalan. Hanya sekilas bersitatap, namun tak ada satu kata pun terucap. Kami berjalan menuju tujuan masing-masing.

Aku yang begitu pernah berharap bahwa ia akan menjadi rumah terakhirku, yang akan selalu menjadi tempatku berteduh dari panasnya ujian hidup, atau tempatku mencari kehangatan dari dinginnya sikap manusia-manusia tak bersahabat, justru kini menjelma menjadi orang asing yang tak lagi ku kenal!

Aku pernah membayangkan betapa rapuhnya aku jika harus kembali berjalan sendirian menghadapi kehidupan yang penuh kejutan ini. Aku pernah merasa dan berpikir, bahwa dia adalah satu-satunya yang mampu menjadi pegangan untuk membimbing langkahku. Namun nyatanya tidak!

Keadaan kini memaksaku untuk tetap melangkah, berjalan bahkan berlari kencang meski tanpa dia di sisi. Aku hanya perlu untuk terbiasa menjalani hari-hari tanpanya. Segala hal yang ku takutkan hanya perlu untuk dihadapi. Bahkan berulang kali aku mencoba untuk melupakannya pun aku selalu gagal! Hingga akhirnya aku disadarkan dengan sebuah ucapan, bahwa perihal melupakan adalah suatu hal yang tidak mungkin bisa ku lakukan. Karena sejatinya, aku hanya perlu untuk terbiasa. Terbiasa tanpanya. terbiasa untuk tidak mencarinya. Terbiasa agar tidak mencemaskan keadaannya. Terbiasa untuk tidak mengingat segala cerita bersamanya. Bahkan mungkin, terbiasa untuk tidak menyebut namanya dalam barisan doa yang ku bisikkan pada Tuhan.

Aku hanya perlu terbiasa … hidup tanpanya!

Jika Aku Pergi

8/02/2024 01:02:00 PM 1 Comments


Bagaimana jika tiba-tiba aku pergi? Kamu  dan duniamu akan tetap baik-baik saja, kan? Karena aku merasa, hadirku di kehidupanmu tak ada pengaruhnya untukmu. Tak memberi banyak manfaat kepadamu. Maka, boleh ya jika aku pergi? 

Jujur, aku sudah lelah. Dengan keadaan yang seolah menyudutkan ku. Seolah aku penjahat utama atas duka yang tercipta di antara kita. Padahal, aku pun korban dari keadaan yang sering kali tak berpihak pada kita. 

Di sela waktu kesendirian, aku bertanya pada keadaan, di manakah cinta yang dulu selalu kau puja? Kapan ku dapati lagi peluk hangat yang menenangkan? Dan Mengapa harus ego diri menjadi pemenang yang menghancurkan ketenangan? 

Semua tanya itu hanya menggema dalam pikiran. Mendorong langkah untuk terus berjalan ketepian. 

Ya. Ku rasa sudah saatnya aku menepi dari hadapan atau bahkan dari kehidupanmu. Namun, tiap kali langkahku semakin tegap untuk terus menjauh darimu, hati serta pikiranku semakin berperang. 

Jika aku pergi, apakah kau akan sebahagia yang aku pikirkan? Apakah penyesalan tak akan datang menghampirimu ataupun aku? Dan jika aku pergi, akankah kamu merasa sepi seperti yang kurasakan saat ini?

Logikaku menjawab tetaplah pergi, karena apapun yang terjadi padamu bukan lagi menjadi urusanku. Tapi hati ku terus berbisik, bertahanlah sebentar, barangkali sebenarnya dirimu masih butuh aku. Meski sangat kecil kemungkinannya. 

Namun yang pasti, kemanapun takdir membawa langkah kita, aku hanya bisa berharap, jika tiba waktunya untukku pergi, aku mampu terbiasa tanpamu, dan kamu, mampu mencipta kebahagiaan yang sempurna tanpa ada lagi bayang-bayangku di hidupmu.

Jumat, 19 Juli 2024

Manusia Dengan Segala Sakitnya

7/19/2024 08:22:00 PM 0 Comments

Aku, seseorang yang tumbuh dengan cerita masa lalu yang tak menyenangkan, yang berjalan dengan menahan sakit dan perihnya luka yang terus datang bergantian. Melangkah mencari rumah untuk merasakan pulang. Namun tak juga kutemukan. 

Tak lelah ku menyeret langkah sendirian. Menjejaki jalan-jalan panjang yang berselimut kelamnya kesunyian. Aku hanya sedang mencari rumah untukku pulang. Untuk mengobati segala luka yang ku simpan dalam diam. Karena rumah yang selalu menyambut dengan hangatnya pelukan saat ku datang, telah terkubur menyatu dengan tanah yang kini menjadi pijakan. 

Aku, si manusia dengan segala sakitnya! Menelan beribu kesakitan sendiri. Tanpa tau harus mulai mencari penawarnya dari mana.

Ketika langkah ku mengantarkan pada titik pertemuan denganmu, seketika tercipta harapan terbesarku, yaitu; kau mampu menemaniku menyembuhkan luka-luka yang masih tergores dan basah dalam dada. Karena sungguh, aku butuh teman. Aku butuh kawan untuk menjadikanku kuat dalam proses penyembuhan luka ini. Dan aku ingin kamu yang membantuku agar kuat menjalani setiap proses penyembuhanku. 

Ku pikir harapanku akan menjadi nyata! Ternyata tidak! Luka ku justru semakin banyak! Perih yang ku rasa semakin menyakitkan! Salahku memang, harus berharap pada manusia. Terlebih manusia tak berprikemanusiaan sepertimu! Yang hanya bisa menyalahkan, menuding, bahkan menuduhku tanpa ampun! Sedangkan kau tau, betapa hancur dan babak belurnya aku saat ditemukan olehmu nyaris tak berdaya, di persimpangan jalan yang penuh teka teki dan sandiwara kehidupan. 

Kau yang ku pikir mampu menjadi rumah, justru hanya menjadi neraka yang baru dalam perjalanan hidupku. Tak ada sedikitpun lukaku yang terobati oleh hadirmu. Yang ada hanyalah luka yang kian terbakar dan sangat menyakitkan! 

Tak apa, ya... Jika kali ini ku gagal menjalankan segala peranku. Jika kali ini aku menyerah pada jalan yang ku tapaki. Karena sungguh, kakiku sudah tak sanggup melangkah beriringan denganmu. Luka yang kau tambahkan sudah terlalu banyak. Lebam membiru yang tercipta dalam tubuh kehidupan belum juga memudar. Maka ku tak ingin mencipta lebam yang baru dengan terus bersamamu. 

Tak apa, jika kau masih ingin menggunakan topeng wajah polos tak berdosamu. Dan biarkan mereka terus menghakimiku karena hasil dari keegoisan hatimu. Karena mungkin, saat ini aku tercipta sebagai manusia dengan segala sakitnya. Jika aku menanggalkan pakaianku dan meperlihatkan setiap sayatan, lebam, dan luka yang tercipta bahkan melekat pada pakaianku, lalu ku katakan diantara luka-luka ini ada andilmu di dalamnya, mereka pun belum tentu percaya. Maka, diam kembali menjadi pilihanku. 


Untukmu, yang sedang sibuk mengejar validasi dan tak henti menggunakan topeng mengibamu, Berbahagialah! Agar segala luka dan kesakitan yang ku tanggung sendirian ini tak berujung sia-sia. Jangan khawatir, ditengah kesakitan yang ku rasakan saat ini, akan ku datangkn kata maaf untukmu. Agar kau tenang dengan hidupmu, dan aku, tenang menikmati segala kesakitan dari luka yang entah kapan akan memudar. Jika ada yng bertanya tentangku, cukuplah kau jawab, bahwa aku hanyalah manusia dengan segala sakitnya!

Selasa, 02 Juli 2024

Tanpa Status

7/02/2024 05:25:00 PM 0 Comments

 

Pernah terlintas dalam pikiran, kenapa ya? Aku harus ketemu dan kenal sama kamu? Kenapa kamu, seseorang yang awalnya begitu aku benci, sekarang bisa menjadi seseorang nomor satu di hati? Apapun dan bagaimanapun kondisiku, cuma kamu orang pertama yang ingin aku beri tau. Kemanapun aku akan pergi, atau darimanapun aku tiba, selalu kamu yang akan ku beri kabar pertama kali. Entah, segala cerita tentang apa yang aku lalui hanya ingin ku bagi denganmu. Tidak ada yang lain! Bahkan, perihal seseorang dari masa laluku yang tiba-tiba saja hadir kembali, aku pun ingin kamu mengetahui ceritanya.


Setiap respon yang kamu berikan, selalu menjadi perhatianku. Hingga tak jarang, selalu ada tanya, kita ini sebagai apa? Sebenarnya, kamu ini siapa bagiku? Atau siapa aku bagimu? Jika ku sebut kita hanyalah teman, tapi aku merasakan kita lebih dari itu. Jika dikatakan bahwa kita lebih dari teman, tak pernah ada perjanjian atau pernyataan serius baik dari kamu ataupun aku. Namun, entah kenapa selalu ada rasa takut yang tiba-tiba menghantui hatiku. Rasa takut kehilangan kamu, takut kamu jatuh cinta dengan orang lain, takut tiba-tiba kamu pergi dan tak meninggalkan jejak sedikitpun. Intinya, aku takut jika suatu hari nanti kamu bahagia dengan orang lain. Aneh, ya? hhhfff. Aku pun gak ngerti dengan apa yang hadir dalam hati dan pikiran ini.


Kamu ingat? Saat tempo hari kamu bercerita tentang seseorang yang membuatmu begitu merasa kagum, hingga hadir rasa nyaman dalam hatimu, meski hanya menatap orang itu dari jauh. Saat kamu bercerita bagaimana khawatirnya kamu saat hilang kabar dari si dia yang kau kagumi itu. Dan rangkaian cerita lainnya tentang si dia yang kini singgah dalam hatimu. Kamu tau bagaimana perasaanku saat mendengar itu?


Ada perih yang seketika aku rasakan. Ada air mata yang ku sembunyikan. Serta ada rasa takut yang memelukku kian erat! Tapi aku harus sadar diri, bukan? Bahwa kita sedang berjalan di koridor tanpa status. Ya. Kedekatan kita, bahagianya aku saat bersamamu, rinduku saat jauh darimu, khawatirku saat kau tak ada kabar, semua berjalan pada koridor tanpa status. Maka, sudah semestinya aku mempersiapkan hati sejak saat ini, bukan? Jika suatu hari kamu pamit pergi untuk mencipta kebahagiaan yang lebih sempurna bersama dia.

Namun, sebelum kata pamit itu terlontar darimu, aku masih di sini, pada koridor tanpa status yang kita jalani, sambil menunggu kepastian darimu. Dan biarkan aku bahagia dengan kita yang seperti ini, paling tidak untuk saat ini saja.


Kamis, 20 Juni 2024

Tolong, Jangan Menyerah

6/20/2024 08:06:00 PM 0 Comments

Aku mungkin hanya orang lain yang tiba-tiba aja ditakdirkan Tuhan untuk bertemu denganmu. Tanpa sengaja dititipkan rasa sayang begitu dalam kepadamu. Lalu, gak pernah ku duga, hari-hariku semakin rame dengan hadirmu. Cinta dan sayang untukku pun semakin berlimpah karena hadirmu. Hingga akhirnya, namamu masuk dalam daftar yang selalu disebut saat ku sedang berdua dengan-Nya.


Kamu, yang kini menjadi seseorang yang begitu berarti dalam hidupku. Aku memang orang asing yang Tuhan pertemukan denganmu. Aku tak pernah tau bagaimana latar belakang kehidupanmu sebelum bertemu denganku. Aku tidak pernah tau bagaimana rekam jejak perjalananmu hingga berada di titik ini. Bahkan, hari ini pun, aku gak tau sudah berapa banyak badai yang kau hadapi, sudah seberat apa beban yang kau pikul hingga detik ini, sudah berapa banyak derasnya air mata yang diam-diam harus kau hapus dank au sembunyikan di balik topengmu yang penuh canda tawa. Aku memang tak pernah tau semua lika liku yang harus kau jalani hingga akhirnya kau bertahan sampai di titik ini.

Yang ku tau, saat kau sudah merasa tidak sanggup, kau akan bicara dan cerita. Di saat kau butuh pegangan, kau akan memanggil. Meski setiap detik aku ada untukmu, aku ada di sisimu.


Hei, aku cuma mau bilang, tolong jangan menyerah, ya. Tolong jangan berputus asa dengan segala ujian yang sedang kau hadapi kali ini. Meski ku tak tau, seberat apa ujian yang kini kau hadapi, tapi aku tau, kau adalah orang yang kuat. Kau adalah orang terpilih untuk bisa menghadapi dan melewati ujian ini. Bukankah Tuhan tak akan memberikan beban ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya? Meski kini kau harus berderai air mata lagi, artinya,  kau kuat, kau mampu untuk menghadpinya lagi. 

Aku mohon, tolong jangan menyerah, ya. Jangan pula melarangku untuk selalu menyebut namamu dalam barisan doaku. Kau harus tau, aku tak ingin kehilanganmu. Tak akan pernah! Jika salah satu dari kita ada yang harus menghilang dari bumi ini, maka biarkan aku yang lebih dulu menghilang, ya. Karena sungguh, setakut ini aku kehilanganmu. Jadi, sekali lagi ku mohon, jangan menyerah. Teruslah berjuang. Dan ku tau, kau mampu melewati ini semua.