Selasa, 05 Maret 2019

Dia, Alasanku Bertahan

Sepuluh tahun perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga bersamanya, bukanlah waktu yang sesaat, juga bukan hal yang mudah bagiku untuk bertahan, sebenarnya. Ya, paling tidak lima tahun belakang.

Pertanyaan-pertanyaan yang sama, serupa, dan selalu menyakitkan gendang telinga juga hati membuatku merasa "Lebih baik berhenti sampai sini, sepertinya aku tak akan sanggup lagi untuk melangkah." 

Tapi dia, selalu memintaku untuk bertahan. "Kamu pasti kuat menghadapi ujian ini, sayang. Ada aku." Selalu begitu katanya.

Jika harus berhenti pun, hati kecilku berteriak menolak. Mana sanggup aku terpisah lalu jauh darinya. Dengan serba kekuranganku, dia masih berlapang dada menemaniku. Menerimaku apa adanya. Tak peduli apa kata orang. Tak peduli berbagai sindir dan nyinyir dari orang-orang kepada kami. Baginya, hadirku saja sudah membuatnya bahagia.

"Tapi tugasku bukan hanya membahagiakan kamu saja kan, Mas? Ibu mu, adik kakakmu, juga orangtua ku. Mereka juga berhak untuk aku bahagiakan." Tukas ku suatu hari.

"Ya betul! Dan kamu memiliki banyak cara untuk membahagiakan mereka. Jangan terfokus pada apa yg mereka tuntut dari mu sedangkan kamu gak kuasa dengan hal tersebut."

"Apa kamu tak ingin memiliki keturunan dariku, Mas?"

"Aku mau, tapi itu adalah hak Tuhan. Dan jika Tuhan berkehendak memberikan kepada kita, ku anggap itu bonus dari-Nya."

"Kamu tak coba menerima saran dari yang lain untuk menambah istri?"

"Tidak! Sampai kapanpun! Dan aku minta, jangan desak aku ke arah sana."

Aku tersenyum menatapnya tiap kali dia menguatkanku. Dia, alasan terkuatku untuk bertahan. Karena dia telah mengajarkanku betapa untuk setia tak perlu syarat apapun, dan dia juga telah mengajarkanku banyak hal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar