Dua hari menjelang pesta ulangtahunku yang ke- 17
20 September 2008
Untuk Periku yang tak pernah ku lihat ....
Untuk pahlawanku yang tak pernah ku tatap ....
Mama.
Bagaimana dengan Mamamu? Mamaku selalu menyenangkan. Dia adalah
orang yang sangat baik! Coba sekarang kamu ceritakan bagaimana dengan Mamamu?
Apakah dia orang yang baik juga seperti Mamaku?
Pertanyaan itu sering sekali aku dapatkan sejak dulu. Sejak aku
mulai sekolah. Sejak aku memiliki teman banyak. Mereka saling membanggakan
Mamanya. Mereka saling menceritakan kebaikan Mamanya. Tapi aku tidak pernah
bisa melakukan itu, Ma. Karena aku tidak pernah tahu semua tentang Mama. Kata
Papa, Mama adalah orang yang baik dan cantik. Aku pernah sekali diperlihatkan foto
Mama. Dan aku akui bahwa Mama memang orang yang cantik, dan mungkin juga baik.
Saat ada seseorang yang menanyakan bagaimana Mamaku? Maka yang hanya bisa ku
katakan adalah bahwa Mama adalah sosok perempuan yang sangat cantik.
Ma, tahukah Mama? Aku sangat merindukan Mama! Di setiap jantung ini
berdegup, di setiap tarikan serta hembusan nafas ini, aku selalu menunggu
kedatangan Mama. Aku tidak akan memaksa Mama untuk tinggal bersama ku serta
bersama Papa, Nenek, dan Kakek di rumah ini. Aku hanya ingin Mama datang. Walau
sebenatar saja, Ma. Walau hanya memelukku sedetik, Ma. Karena aku sangat
merindukan Mama.
Dulu, saat aku masih duduk di bangku SD. Aku selalu iri dengan
teman-temanku, Ma.
Mereka selalu diantar oleh Mamanya. Saat ada pengambilan raport, kebanyakan dari mereka datang bersama Mamanya. Tapi aku? Kalau bukan bersama Papa pasti bersama Nenek. Bahkan, pernah ada yang menanyakan kepadaku, kenapa aku tidak pernah membawa Mama ke sekolah? Aku hanya bisa mengatakan Mama sedang pergi. Walau aku tidak tahu pegi kemanakah dirimu, Ma?
Mereka selalu diantar oleh Mamanya. Saat ada pengambilan raport, kebanyakan dari mereka datang bersama Mamanya. Tapi aku? Kalau bukan bersama Papa pasti bersama Nenek. Bahkan, pernah ada yang menanyakan kepadaku, kenapa aku tidak pernah membawa Mama ke sekolah? Aku hanya bisa mengatakan Mama sedang pergi. Walau aku tidak tahu pegi kemanakah dirimu, Ma?
Setiap kenaikan kelas aku selalu mencoba untuk mendapatkan nilai
tertinggi. Dan aku berharap Papa mengirimkan kabar baik itu untuk Mama agar
Mama mau pulang dan melihat keberhasilan ku. Aku juga berharap Mama datang
kemudian memelukku, dan menciumku. Tapi setiap tahun itu semua tidak pernah
terjadi, Ma. Selalu Papa, Nenek, dan Kakek yang memberikan pelukan itu. Tapi
aku selalu merasa masih kurang tanpa kehadiran Mama. Karena aku tidak pernah
bisa memberikan semua bintang ini untuk Mama. Tahukah Mama, setiap malam datang
dengan langit yang indah bertabur bintang, apa yang aku lakukan? aku selalu
menanti bintang jatuh, Ma. Kata orang ketika ada bintang jatuh, kita bisa
meminta apa saja dan permintaan itu akan dikabulkan. Pasti Mama tahu apa yang aku
minta. Ya, aku minta Mama pulang dan memeluk aku. Tapi kenapa itu tidak pernah
terjadi, Ma?
Ketika aku sakit, lagi-lagi aku berharap kedatangan Mama. Aku ingin
Mama menjagaku. Duduk di sampingku. Menceritakan berbagai cerita dongeng agar
aku bisa tidur. Atau memantau kondisiku setiap saat. Tapi lagi-lagi itu tidak
pernah terjadi, Ma. Selalu Nenek yang setia menjadi sosok Mama saat aku sakit.
Beliau yang selalu menjagaku, menemaniku, dan menghiburku. Dimana dirimu, Mama?
Aku ingin seperti teman-temanku yang lain, Ma. Memiliki seorang Mama.
Setiap perayaan ulangtahun, aku selalu berharap Mama datang, lalu
memelukku dengan penuh cinta dan sayang. Aku tidak berharap Mama datang dengan
membawa kado yang besar dan mahal. Karena bagiku, kedatangan Mama dan pelukan
dari Mama itu sudah kado termahal yang aku dapatkan. Tapi pada nyatanya, acara
perayaan ulangtahun itu selalu aku lalui dengan harapan kosong. Selalu aku
lalui dengan penantian yang tak berakhir. Dimana dirimu, Ma? Mengapa Mama tidak
pernah hadir di acara yang bagiku sangatlah penting! Apakah Mama lupa dengan
tanggal ulangtahunku? Ataukah Mama lupa sudah melahirkanku? Setega itukah
dirimu, Mama?
Seandainya saja aku memiliki sayap, setiap hari aku akan terbang
mencari Mama. Kemanapun! Ke Negara mana pun! Walau aku lelah, walau aku harus
kelelahan, walau aku harus merasakan panasnya terikmatahari, atau dinginnya
guyuran hujan, aku tidak peduli! Aku akan tetap mencari Mama. Tapi itu tidak
mungkin kan, Ma? Tuhan tidak memberikan sayap-sayap itu untukku, Ma. Maka aku
hanya bisa berharap akan kedatangan Mama.
Dua hari yang akan datang adalah hari perayaan ulangtahunku yang
ke-17, Ma. Kata teman-teman, kata Papa, dan kata Nenek serta Kakek, itu
tandanya aku sudah besar. Sudah memasuki usia remaja. Dan kemarin Papa
menanyakan kado apa yang aku inginkan. Mama tahu, apa yang aku katakan kepada
Papa? Aku meminta kedatangan Mama untuk menjadi kado teristimewa untukku di
hari yang istimewa pula. Datanglah, Ma. Demi aku. Demi Aira, anakmu. Kedatangan
Mama akan sangat berarti untuk aku, Ma. Kedatangan Mama akan menjadi hari yang
tidak pernah aku bisa lupakan. Aku mohon, datanglah, Ma. Walau hanya sebentar
saja. Izinkan aku merasakan pelukan seorang Mama. Izinkanlah aku merasakan
kecupan penuh cinta dan sayang dari seorang Mama. Aku tidak akan berhenti
berharap dan menunggu kedatangan Mama. Percayalah, Ma. Walau aku tidak pernah
melihat dirimu, walau aku tidak pernah bisa merasakan pelukan hangat darimu,
aku selalu mencintai dan merindukan Mama.
Sampai kapanpun, aku akan tetap menunggu Mama.
With Love for you, My Mom.
^^^
Setelah membaca ulang untuk yang kedua kalinya, Aira, gadis cantik
nan pintar itu langsung melipat kembali kertas surat itu dan meletakkannya di
atas meja belajar. Ia berniat akan diberikan kepada Ayahnya esok pagi. Sebelum
sang Ayah pergi ke kantornya. Aira pun segera beranjak dari meja belajarnya dan
beralih ke tempat tidur. Malam ini ia akan tidur lebih awal. Ia tidak mau
membuat Neneknya harus bulak-balik kek kamarnya hanya untuk mengontrol ia sudah
tidur atu belum. Kamar Aira berada di lantai atas, sedangkan Nenek berada
dibawah. Terbayang betapa lelahnya jika Nenek harus turun-naik ke kamarnya.
Aira menarik selimutnya, dan mematikan lampu kamarnya. Ia
membiarkan lampu kecil yang berada di tas tempat tidurnya menyala. Agar kondisi
kamarnya tidak terlalu gelap. Dan seperti biasa, sebelum tidur, Aira mengambil
selembar foto di laci meja kecil yang terletak di samping tempat tidurnya, dan
kemudian memandangi selembar foto itu byang terdapat wajah sang Mama, yang
berhasil ia minta dari Papa. I miss you, Mam. Kata Aira pelan dan
kemudian ia letakkan kembali ke dalam laci.
Setelah membaca do`a, Aira meminta kepada Allah agar ia
dipertemukan dengan sang Mama di dalam tidurnya nanti. Sepuluh menit setelah
Aira tidur, Nenek datang ke dalam kamarnya. Seperti biasa, mengontrol keadaan
cucu tersayangnya. Nenek cukup lega saat melihat Aira sudah tertidur.
“Ini anak, kalau habis belajar kebiasaan! Lampu meja belajarnya
tidak dimatikan!” kata Nenek pelan sambil berjalan ke arah meja belajar Aira.
Gerakan tangan Nenek yang ingin mematikan lampu meja belajar
terhenti saat ia melihat lipatan kertas yang terdapat tulisan”Untuk Mama.”
Dengan rasa ingin tahu, Nenek membuka lipatan kertas itu. Dan Nenek semakin
ingin tahu apa yang ditulis oleh Aira. Perlahan, kata demi kata Nenek baca.
Airmata Nenek pun mulai berjatuhan, sebisa mungkin Nenek menjaga agar kertas
itu tidak terkena airmatanya. Nenek bisa merasakan kerinduan yang teramat
sangat yang kini dirasakan oleh Aira. Dan rasa bersalah itu pun kini mulai
datang ke sela hati Nenek. Sekeras apapun hati orangtua, saat melihat anaknya
dan cucunya menangis, maka ia pun akan ikut menangis. Dulu Nenek menangis
melihat Andre, Papa dari Aira, seperti orang frustasi. Tidak ingin melanjutkan
hidupnya. Menelantarkan Aira yang masih terlalu kecil. Dan kini, Nenek harus
menangis lagi karena melihat kerinduan Aira kepada sang Mama. Orang yang
sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh Aira.
Nenek pun langsung segera keluar dari kamar Aira setelah ia melipat
kembali surat itu seperti semula. Dengan sisa airmata Nenek keluar oerlahan
dari kamar Aira. dan Nenek pun kembali menutup pintu kamar Aira dengan sangat
pelan. Nenek tidak ingin membangunkan Aira dan Aira mengetahui bahwa dirinya
telah membaca surat untuk Mamanya.
Andre yang sedang menonton TV merasa bingung saat melihat Ibunya
turun dari kamar Aira dengan mata yang basah. Andre pun langsung segera
menghampiri Nenek yang ingin masuk ke dalam kamar.
“Bu, ada apa? Kenapa Ibu menangis?” tanya Andre khawatir.
Nenek hanya menunduk dan menggeleng pelan sebagai awaban dari
pertanyaan Andre.
“Enggak mungkin, Bu! Kalau tidak ada masalah, kenapa Ibu menangis?
Apa Aira membuat Ibu kesal?” tanya Andre lagi.
“Tidak, Nak. Aira tidak pernah membuat Ibu menangis. Dia anak yang
baik. Ibu hanya teringat masa lalu itu. Ibu masuk kamar dulu, ya? Ibu lelah,
mau istirahat.” Kata Nenek yang langsung masuk ke dalam kamarnya dan segera
mengunci pintu.
Andre termenung di tempatnya. Mencoba memahami ucapan sang Ibu. Masa
lalu? Apakah itu berkenaan tentang ….’ Batin Andre.
Ia tidak berani melanjutkan bayangannya lagi. Cukup itu semua
menjadi masa lalunya yang menyakitkan. Mungkin ia memang bukan yang terbaik,
tapi ia tetap tidak pernah hilang dari bayangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar