Jumat, 27 Desember 2024

Rumah Ilusi

12/27/2024 10:07:00 AM 0 Comments


Aku berjalan pada kesepian dan berjuta harapan. Melangkah sambil terus merapal tanya, kapan aku tiba pada titik kenyataan yang ku damba? Beberapa kali, aku berhenti pada persimpangan, antara memilih pulang, atau terus melanjutkan perjalanan. Sekali waktu, aku kembali ke rumah. Berharap apa yang menjadi mimpi ku bisa ku dapatkan. Namun, mimpi itu menjelma menjadi nyata, sesaat, lalu kembali menguap.
Raga ku menetap pada rumah yang menjaga, memastikan aku aman dan nyaman. Namun jiwaku, berkelana mencari kebahagiaan yang ku impikan.
Lelah. Kecewa. Sakit. Ku hadapi sendiri. Hingga suatu ketika, aku berhenti pada rumah yang terbuka menyambut kehadiranku. Jiwaku merasa nyaman di sana. Ada kehangatan yang membuatku betah untuk berlama-lama. Namun sayangnya, di saat aku nyaman dan jatuh cinta pada rumah yang ku singgahi, aku di paksa pulang oleh si tuan rumah. Aku di minta untuk kembali pada ragaku yang menunggu pada rumah utama. Dengan sangat berat hati, kaki ku melangkah menjauh dari rumah itu. Mencoba kembali pulang pada ragaku yang masih setia dengan perannya. 
Sesaat. Ya! Hanya sesaat. Jiwaku kembali berkelana. Kembali ku jejaki langkah menuju rumah yang membuatku mampu mencipta bahagia. Sedihnya, rumah itu telah menutup pintunya. Ia tak membiarkan ku masuk seperti sebelumnya. Aku berdiri di pekarangan. Berharap pintu itu kembali terbuka dan menyambutku sehangat dulu. Namun, tidak!
Langkahku terus terayun. Mencari kebahagiaan yang sama seperti yang ku dapatkan pada rumah itu. Ku singgahi beberapa rumah yang menyapaku begitu hangat, berharap menemukan yang sama seperti sebelumnya. Tapi sayangnya,  tak ada satu pun yang mampu mencipta nyaman, hangat, dan juga bahagia seperti rumah impian yang pertama ku datangi.
Rumah itu seperti memiliki magnet yang bisa kapanpun menarik kembali langkahku untuk mengunjunginya. Meski ku tau, tak ada lagi pintu terbuka untukku. Namun aku bahagia. Meskipun hanya bisa berdiri di hadapannya dan menatapnya masih berdiri kokoh.
Aku tau, kebahagiaan yang ku dapatkan darinya hanyalah sebuah kebahagiaan ilusi yang hidup pada dunia imaji yang ku cipta. Ilusi yang ku impikan menjadi nyata suatu hari nanti. Ilusi yang ku harapkan mampu mengubah takdir, agar rumah itu menjadi tempatku berteduh mencipta bahagia yang paripurna untuk jiwa dan ragaku. 
Kini, jiwa ku terkunci pada rumah ilusi. Langkah ku terpaku di sana, sedangkan ragaku ada pada rumah yang menjaga, dan merasa memilikiku seutuhnya.

Kamis, 26 Desember 2024

Warna Di Musimku

12/26/2024 07:55:00 PM 0 Comments

Created by: Irull

~~~~

Hai Nona

Yang sudah membuat ku jatuh hati

Membuatku banyak berpikir dan belajar mengerti

Membiarkan hatiku merapalkan doa dan  ingin

Perihal hari ini, esok dan jutaan hari nanti

Hai, Nona

Terimakasih sudah menggegam jariku

Membuatku percaya bahwa kau akan menjaga cinta yang ku berikan dengan baik

Terimakasih sudah menjadi warna untuk semua musim di hidup ku

Terimakasih sudah memilih ku di antara banyak kemungkinan yang bisa kau dapatkan

Nona,

Barangkali langkah kita tidak akan mudah,

Barangkali yang hari ini kita percayai ialah apa-apa yang menjelma ragu di kemudian hari

Barang kali 'selamanya' hanyalah kata yang terangkum dalam kamus bahasa

yang nyatanya tak pernah ada.

Namun nona, apapun yang terjadi, tetaplah tinggal di sisi

Mempertahankan rasa sampai kita melupa untuk pergi

Mempertahan kata kita hingga tak ada lagi waktu untuk tinggal di dunia

Berhenti Menujumu

12/26/2024 07:49:00 PM 0 Comments

Ketika kamu melihat ku terdiam, tak lagi mengejar dan menunggu mu, itu bukan berarti aku berhenti mengirimkan doa terbaik untukmu, bukan pula berhenti melukiskan ingin agar Tuhan selalu mengirimkan kebahagian berlimpah untukmu. Aku hanya berhenti berjalan menujumu lagi. Karena pada akhirnya aku sadar, bahwa secepat apapun aku mendekat padamu, kamu akan lebih cepat menghindariku. Seingin apapun aku menjadikan kamu tujuan, pada nyatanya tetaplah bukan aku yang kamu inginkan menjadi rumah ternyaman. 

Aku berhenti?

Ya. Aku berhenti melukis impian tentang masa depan bersamamu. Aku berhenti melangitkan harap akan datang sang waktu yang menyatukan kita. Aku berhenti memaksa takdir untuk menjadikanmu milikku. Aku berhenti mencari tau siapa sumber bahagiamu kali ini. Pergi dan berjalanlah tanpa rasa ragu dan takut untuk menjemput bahagia yang kamu inginkan. Karena aku sudah berhenti mengejarmu. Aku sudah berhenti menghalangi langkahmu.

Tapi maaf, aku tak bisa berhenti mengingatmu. Aku tak bisa berhenti mengantarkan langkahmu dengan tatap mataku. Aku tak bisa berhenti untuk menyayangimu. Aku tak bisa berhenti untuk melepaskan satu janjiku, yaitu: menyebut namamu dalam kemesraanku bersama Tuhan.

Kamu terlalu istimewa dalam buku ceritaku. Ceritamu terlalu sulit untuk ku hapuskan begitu saja. Maka, biarlah seperti ini keadaan berjalan. Aku berteduh di bawah payung rindu, kau menikmati hangat kebahagiaan di rumah impian dan ternyamanmu. 

Sekali lagi, maaf jika namamu abadi dalam ceritaku, dalam bisik rayuku kepada Tuhan, dan dalam album kenangan tentang kita. Aku rasa, kamu akan menjadi bagian dari cinta terakhir dalam cerita panjang kehidupan yang harus ku lalui. Karena hadirmu, telah mencipta rasa yang begitu indah. 


Senin, 23 Desember 2024

Habis Sudah Tentangmu

12/23/2024 03:19:00 PM 0 Comments


Jika katamu aku adalah wanita yang kuat diantara wanita-wanita lain yang pernah kau sakiti, maka kali ini dengan tegas aku katakan, tidak!! Aku tidak sekuat yang kau kira!

Pergimu kemarin, sikap dan segala ucapanmu kala itu, bukanlah hal yang paling menyakitkan bagiku. Karena entah mengapa, aku memiliki keyakinan bahwa kau akan datang kembali. Entah karena apa dan bagaimana caranya, aku yakin suatu hari kau akan datang kembali mengobati segala rindu yang ku simpan hanya untukmu.

Aku masih berada pada tempatku berdiri melepasmu pergi. Meski berkali-kali kau pun memintaku untuk melangkan menjauh, dan sikapu tak henti mengabaikanku, adalah karena tak mudah bagiku untuk menyingkirkan segala rasa yang telah bertahta begitu megah setelah apa yang ku rasa padamu diperkuat dengan pernyataan kejujuran darimu malam itu. Malam dimana aku tahu bahwa rasa cinta ku untukmu tak bertepuk sebelah tangan. Dengan lugas kau menyatakan semua isi hatimu. Mengaminkan apa yang menjadi inginku kala itu. 

Aku masih bertahan dengan segala kesakitanku saat kau pergi, bukan karena aku kuat seperti apa yang kau kira. Aku hanya mencoba tegar di setiap celah rasa sakit semenjak kau mengatakan pamit lalu pergi. Aku hanya sedang mencoba kuat berdiri di bawah lapisan rindu untuk mu yang menekanku tanpa henti setiap hari. Aku hanya ingin mengatakan padamu, bahwa sejauh apapun kamu melangkah pergi, pulanglah kapanpun kau mau, kembalilah lagi kapanpun kamu butuh aku, karena aku masih di sini. Menunggu segala cerita perjalananmu. Menantimu pulang, siap menyambutmu lagi, meski dengan membawa hati yang baru. Meski sudah tak ada lagi aku di hatimu.

Dan kamu sungguh pulang! Kamu kembali lagi! Bersama dengan potongan hati yang baru, yang kemudian kau perkenalkan kepadaku.

Kau tanya apakah ku sakit? Lisanku menjawab tidak, namun hatiku mengalirkan darah dari luka yang tak teraba. Ada perih yang tak mampu ku katakan padamu. Saat itu aku menyadari, bahwa ternyata aku begitu rapuh, dan kamu tak tau itu. Yang kau lihat adalah aku yang kuat, dan tetap berdiri tegar meski berkali-kali kau sakiti. 
Kau hanya tak melihat lukaku, Tuan!

Setelah banyak hal kau ceritakan, tentang perjalanan mu semenjak pergi dariku, kini kau pergi lagi. Namun kali ini pergimu tanpa pamit. Pergi mu dengan membentang jarak yang begitu dingin untuk kembali ku pijak. Setiap tanya dan kecemasan ku tak lagi kau beri tenang. Kau biarkan aku menunggu dengan pikiran serta perasaan yang begitu gaduh.

Hingga akhirnya, kini aku lelah. Lelah dengan segala sikap pengabaianmu. Aku lelah dengan kata tunggu berselimut kepura-puraan bahwa aku baik-baik saja tanpamu. Aku lelah dengan segala kerinduan dan kecemasanku yang tak akan lagi terbalas. 
Pernah kau bertanya, kapan aku berhenti menunggumu. Lalu ku jawab, aku akan berhenti di saat aku sudah benar-benar lelah.

Dan selamat! Kamu berhasil mengantarkan ku pada titik lelah itu. Maka kali ini, dengan lugas ku katakan, aku berhenti! Aku berhenti dari segala perasaan dan pikiranku yang selalu tertuju padamu. Aku berhenti untuk menunggu dan mencarimu. 

Lanjutkanlah langkahmu, dan jemput bahagiamu yang paripurna. Begitu pun dengan ku. Akan ku cipta bahagiaku tanpa cerita tentang mu lagi. Habis sudah segala cerita tentangmu. Buku ceritamu, sudah ku tutup rapat dan ku simpan pada satu ruang yang tak mudah untuk ku sentuh lagi.

Terimakasih sudah pernah hadir dan singgah pada cerita perjalanan seorang aku. Terimakasih untuk segala pembelajaran menuju proses pendewasaan diri dengan segala keputusan yang kau beri. Percayalah, apapun cara yang kau pilih untuk menyakitiku, bagaimanapun caramu pergi, aku tak akan pernah bisa membencimu, meskipun segala ceritmu sudah ku habiskan. 

Selasa, 10 Desember 2024

Menata, Lalu Lenyap

12/10/2024 01:29:00 AM 0 Comments


Dia, si paling tau bagaimana rapuh dan hancurnya aku waktu itu. 
Kacau! Tak lagi memiliki harapan, apalagi kepercaayan terhadap apapun dan siapapun! Terlebih harapan dan kepercayaan soal cinta. Menjadi seseorang yang tak lagi memiliki semangat untuk hidup! Hanya berpikir bagaimana caranya cepat pergi dari dunia yang begitu keras dan tak adil ini. Merasa bahwa tak ada lagi alasan untuk ku terus bertahan pada keadaan yang bagiku sangat menyakitkan. 

Dia, si paling setia dan sabar menemani hari-hariku yang begitu berantakan. Tersebab seseorang yang tega memporakporandakan! Mendampingi langkah perjalananku menuju sembuh dari luka yang bukan dia penciptanya. 

Padahal dia bukan sumber atas kehancuran dan rapuhnya aku. Tapi dia, rela berjuang agar aku sembuh! Agar aku mampu mencipta harapan dan membangun impian kembali setelah merasa tak layak memiliki harapan apapun dalam hidup ini.

Tapi dia tau, bagaimana caranya membuatku membangun kembali rasa percaya. Ia tau bagaimana meyakinkanku bahwa dunia tak sejahat yang aku pikir. Bahwa dunia masih memiliki kehangatan, dan bahwa hati ini masih layak untuk kembali merasa apa itu, hidup? dan apa itu cinta?

Di tengah hatiku yang terasa begitu remuk, dia dengan penuh kesungguhan mengatakan. "Lukamu gak akan hilang dalam semalam, tapi aku ada di sini menemani sampai kamu kuat dan melupakan kesakitanmu saat ini." 

Kalimatnya sederhana, namun sangat berarti untukku. Dia menata ulang puing-puing kepercayaanku yang telah hancur berserakan. Dia menyusun harapan yang sudah cukup lama ku abaikan. Dia terus menguatkanku dari waktu ke waktu, agar ku mampu meraih apa yang menjadi impianku selama ini. Tutur kata serta sikapnya seolah saling bekerja sama mendorong hatiku jatuh padanya. Perlahan namun pasti, ia menjadi pusat dari segalanya bagiku.

Aku pikir, dia memanglah seseorang yang dikirimkan Tuhan untuk menjadi obat sekaligus pengganti bagi dia yang telah pergi. Aku kira, dia akan selamanya berada di sisi. Namun segala yang aku pikirkan dan aku kira tak pernah terjadi.

Dia hadir bukan untuk benar-benar tinggal, ia hanya singgah. Singgahnya membangun apapun yang telah runtuh dari diriku. Dia datang hanya untuk menata, bukan untuk menetap. Dia hadir hanya untuk membangun kembali duniaku yang telah runtuh, hancur berantakan. membuatku berani untuk kembali mencinta.  Namun setelah ia memastikan bahwa kakiku telah kembali kuat berdiri, luka ku sudah nyaris sempurna terobati, ia pamit pergi. 

Kepergiannya menyisakan jejak tanya, "Apakah hati ini harus kembali hancur?"

Tapi menyedihkannya kali ini ia harus hancur oleh seseorang yang sempat membantu untuk pulih dan utuh lagi.

 Apakah luka ini harus terbuka lagi? Padahal dia yang telah menutupnya dengan sangat rapat.

Aku tak tahu apa yang lebih menyakitkan: kehilangan seseorang yang menghancurkan segalanya, atau kehilangan seseorang yang membangun segalanya lalu ditinggal pergi.

Aku tak tau, haruskah berterimakasih kepadanya karena pernah membantuku menata segala hal yang hancur, ataukah marah dan membenci karena dia memilih untuk pergi dan lenyap.

Karena harapku, dia hadir untuk menjadi yang terakhir. Inginku, dia singgah untuk sebuah kata sungguh. Namun ternyata, takdir Tuhan ternyata tak sejalan dengan harap dan inginku. Dia datang hanya untuk menata, bukan menetap. 

Minggu, 01 Desember 2024

Lembaran Kenangan

12/01/2024 12:41:00 PM 2 Comments


Harusnya aku sudah benar-benar selesai untuk membaca buku baru yang dengan sengaja ku pinjam dari orang lain. Mestinya, buku itu lekas ku kembalikan, di saat aku sudah membaca semua isi pada prolog dan juga bab pertamanya. Namun, aku terlalu penasaran untuk membaca alur cerita berikutnya. Dan sialnya aku mulai jatuh hati pada setiap rangakaian diksi yang disajikannya

Setiap alur ceritnya membuatku berdecak kagum pada si tokoh utama.

Aku terus membuka setiap babnya. Membacanya setiap hari. Menikmati barisan diksi yang membuat ku semakin jatuh cinta. 

Hingga suatu ketika, sang waktu menyuruhku berhenti untuk membacanya. Sang waktu memintaku untuk kembalikan buku itu pada yang semestinya. 

Tapi ku menolak! 

Ku teriakan pada sang waktu "aku tak bisa melepasnya!"

Lalu dengan tegas sang waktu mengingatkan, "itu bukan bukumu! Kembalikanlah!"

Aku masih pada inginku. Ku peluk erat buku itu. Ku memohon pada waktu untuk tidak mengambilnya dari ku. 

Tapi permohonanku tak dihiraukan. Tangis mengibaku tak didengarkan. Sang waktu menarik paksa buku yang sedang berada dalam dekapanku. Membuatnya robek terbagi menjadi beberapa bagian. Meninggalkan beberapa bagian cerita dalam genggaman. Ia mengembalikan sebagian besar yang telah terambil pada si pemiliknya. Lalu aku, menyimpan lembaran sobekan yang tertinggal pada tanganku.

Lembaran itu yang kini ku baca berulang kali. Meski aku tak pernah tau akhir pada ceritanya seperti apa. 

Lembaran itu yang kini ku simpan dan jaga dengan begitu baik. Agar ketika ku rindu, cukup ku temukan ia pada tempat penyimpanan teristimewa ku. 

Aku tau, buku itu tak akan pernah lagi kembali pada ku. 

Tapi setidaknya, aku merasa sangat bahagia karena pernah membacanya, dan jatuh cinta pada setiap diksinya. Dan ternyata, meski yang tersisa hanyalah lembaran potongan ceritanya, aku masih mencintai buku itu, dan aku masih menunggu sang waktu menceritakan kepadaku bagaimana akhir dari cerita dari buku yang telah membuatku merasa jatuh cinta sedalam ini. 

~~~~

Tapi.... Ini bukan tentang buku. Ku yakin kau paham itu. 😊

Senin, 25 November 2024

Tuhan Tolong Jaga Dia

11/25/2024 01:26:00 PM 0 Comments


Ada sakit yang tak mampu ku lukiskan seperti apa. Saat berulang kali kau mengatakan, "aku pamit, ya?" sedangkan kau tau, betapa aku ingin kau selalu ada bersamaku. Aku tau, bukan aku saja yang terluka pada keadaan ini. Kamu pun sama sakitnya! Namun hebatnya, logikamu menjadi kompas yang selalu mengarahkanmu dengan tegas, sementara aku tersesat dalam labirin emosiku sendiri. Realita, dan perasaanku menjadi pukulan untuk hatiku sendiri. Sehingga aku hanya merasa semakin terluka karena pamit serta pergimu.

Aku tau ini salah. Berkali-kali kamu pun mengatakan ini adalah kesalahan. Kamu tak menyalahkanku memang, tapi aku pun tak ingin kamu terus menyalahkan dirimu. Agar adil, katakanlah bahwa ini adalah kesalahan kita bersama.

Karena kau datang hanya sekadar mengetuk pintu, namun aku memilih membuka pintu dan mempersilahkan kau masuk dalam rumah yang mestinya ku kunci serapat mungkin dari orang asing. Sayangnya, aku menaruh harap bahwa kau akan menetap. Padahal aku tau, kau tak akan pernah bisa menetap dalam rumahku.

Berkali kau pamit, berkali-kali itu pula aku menahanmu untuk menetap lebih lama. Dan pada akhirnya, sang waktu membawa keadaan dimana pamitmu menjadi nyata. Tak ada lagi iba yang kau hiraukan. Tak ada lagi permintaanku yang kau jadikan nyata. Kamu pergi dengan suka cita. Kamu melangkah tanpa beban apapun yang tersisa. Meski kamu tau, salam kepergianmu pasti menorehkan luka untukku yang masih ingin bersama.

Langkahmu tegap sekali tanpa aba-aba. Menoleh sekali lagi untuk mengucapakan selamat tinggal pun tidak ada. Kau menjauh dari rumahku dengan membawa sepotong hati yang sempat ku berikan pada mu. Setelah sekian jauh langkahmu pergi, Jangan berharap kalimat "semoga kau bahagia bersama pilihanmu" mengalun dari lisanku, atau tertulis dalam kotak pesan yang tertuju pada mu. Karena menghadapi kepergianmu dengan cara seperti ini sangat menyakitkan bagiku.
Bahkan, aku pun sekarang tak tau, apa yang akan ku pinta pada Tuhan perihal dirimu selain, "Tuhan, tolong jaga dia sebaik mungkin." Karena sekarang tak penting bagiku kau bahagia dengan siapa, karena hal terpenting saat ini adalah kau selalu dalam penjagaan Tuhan. 

Kamis, 21 November 2024

Kepergian Yang Tak Diharapkan

11/21/2024 03:20:00 PM 0 Comments


Ada perasaan yang tak pernah sepenuhnya milik kita. Ia datang bagai aliran sungai di tengah kemarau, menghadirkan sejuk di hati yang gersang. Ia mengalir lembut, mencipta harapan yang tumbuh seperti kuncup bunga di musim semi. Namun, kehilangannya tetaplah meninggalkan luka.

Kita tidak pernah saling berjanji, tidak pernah saling memiliki. Kita hanya pernah saling mengakui, bahwa ada satu rasa yang sama hadir dalam hati tanpa bisa kita pungkiri. Kita pernah saling menyadari, bahwa kita tak mungkin untuk saling memiliki, tetapi aku tahu… ada ruang kecil dalam diriku yang pernah kau huni. Dan kini, ruang itu sunyi.

Aku mengerti kenapa kau pergi. Karena kita hidup di dua keadaan yang tak bisa dipaksa untuk dipersatukan. Kau, dengan langkah menuju masa depan yang telah ditentukan. Aku, dengan jalanku sendiri yang sudah lama aku pilih. Tapi meski semua itu masuk akal, rasa sakit ini tetap tinggal, mengendap seperti seduhan kopi pahit, meninggalkan getir di setiap tegukan waktu. Aku tak bisa menumpahkannya, tapi juga tak mampu menelannya.

Aku tidak menyalahkanmu, juga tidak menyalahkan diriku. Aku bahkan tak mampu menyalahkan waktu, dan juga keadaan yang telah mempertemukan kita. Mungkin, cinta tak selalu berarti tinggal. Mungkin, cinta tak selalu bermakna bersama. Mungkin, cinta tak harus memiliki. Kadang, cinta berarti pergi. Kadang cinta bermakna melepaskan. Kadang cinta adalah mengikhlaskan.

Tanda-tanda kepergianmu seperti kabut yang perlahan turun, menyelimuti setiap percakapan kita. Kata-katamu semakin datar, seperti langit yang kehilangan warna saat senja berlalu. Meski caramu menghilang meninggalkan pertanyaan yang tidak akan pernah terjawab, aku tahu, itu adalah pilihan yang harus kau ambil.

Tidak ada kalimat penutup untuk apa yang kita rasa. Tidak ada kalimat pamit yang indah untuk kukenang darimu. Hanya hening, yang berubah menjadi jarak. Jarak yang kini menjadi sebuah tembok pembatas, yang bahkan aku tak tahu harus kuhancurkan atau biarkan berdiri.

Pada akhirnya, kita memang harus saling melepaskan. Saling menatap jalan yang terbentang di hadapan masing-masing. Meski kepergianmu adalah hal yang tak pernah kuharapkan. Tapi kepergianmu memberiku pelajaran tentang begini rasanya kehilangan seseorang yang tak pernah sepenuhnya kumiliki. Begini rasa sakitnya melepaskan kalimat "aku menyayangimu" yang sempat melekat dengan begitu hebat. Seperti menyesali mimpi indah yang terlalu cepat berakhir.

Semoga langkahmu selalu ringan untuk menggapai masa depan seperti apa yang pernah kau impikan. Semoga jalanmu penuh cahaya kebahagiaan, meski bukan aku sumber cahaya itu.

Dan aku…

Aku akan belajar mengubur kenangan itu seperti benih yang kutanam dalam-dalam di tanah. Semoga, suatu saat, ia tumbuh menjadi pohon kebijaksanaan, agar aku bisa berdiri tegak meski ranting-rantingnya penuh luka. Aku akan belajar untuk tidak pernah menyesali deklarasi rasa yang pernah saling terlontar di antara kita. Aku akan belajar berdamai dengan keadaan yang cukup menyakitkan ini. Dan aku, mungkin akan belajar untuk tak lelah meminta pada Sang Pemilik rasa untuk menghapus segala rasaku untukmu. Agar inginmu, dan harapku menjadi nyata; bahagia dengan versi kita masing-masing.

Rabu, 13 November 2024

Datang dan Pergi Pada Waktunya

11/13/2024 11:12:00 PM 0 Comments


Seseorang pernah mengingatkan ku, bahwa "setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya. Beberapa orang datang ke dalam hidup kita hanya untuk mengajari bagaimana cara melepaskannya." Aku menyadari hal itu. Bahwa memang siklus kehidupan ini begitu, bukan? Akan ada yang datang dan juga pergi tanpa kita tau kapan semua itu terjadi.

Namun, meski ku menyadari hal itu, kehilanganmu bukanlah suatu hal yang pernah ku harapkan. Jangankan mengharapkan, membayangkannya saja aku tak mampu! Tapi menyedihkannya hal ini adalah kenyataan terpahit yang harus ku hadapi.

Kamu datang di waktu aku begitu butuh sandaran dan pegangan untuk bisa tetap berdiri dan melanjutkan perjalanan hidupku. Kamu hadir di saat aku butuh tempat berbagi keluh kesah, suka duka saat aku melalui hari-hari yang begitu sepi. Kamu seolah anugerah yang Tuhan kirimkan agar aku memiliki semangat untuk tetap hidup dan menikmati indahnya dunia ini. 

Namun, di saat aku baru saja menikmati hadirmu. Di saat baru saja ku ukir harap untuk dapat bersamamu hingga akhir detak nadi, justru kau pergi tanpa menunggu persetujuanku. Kamu pergi tanpa aba-aba. Bahkan tanpa memberiku penjelasan yang mampu ku terima dengan logika. Kamu pergi tanpa sedikitpun peduli bagaimana rapuh dan hancurnya aku tanpa kamu. Karena kakiku belum sempurna kuat berdiri sendiri tanpamu!

Kau tau, mengapa aku sampai pada titik sehancur ini? 

Karena bersamamu ku temukan diriku. Karena bersamamu, aku bisa menjadi aku yang apa adanya. Karena denganmu aku tak perlu menggunakan topeng kepura-puraan. Aku bisa tertawa atau menangis kapanpun ku butuhkan. 

Tapi, pada akhirnya aku harus menyadari bahwa inilah hidup. Akan ada yang datang, dan pergi. Ada yang meninggalkan dan juga ditinggalkan. Ada yang harus melepaskan dengan ikhlas, ada yang dipaksa untuk ikhlas melepaskan. Pada akhirnya aku dipaksa mengerti bahwa tidak pernah ada yang abadi di dunia ini. Termasuk kamu, yang pernah singgah dalam hidupku. Boleh ya, aku minta, dalam kepergianmu ini tolong ikut sertakan kenangan yang pernah kamu lukiskan untukku. Agar kepergianmu bisa ku nikmati dengan begitu paripurna. Karena bagaimanapun aku harus menerima keadaan bahwa setiap manusia itu datang dan pergi pada waktunya.

Ya. Setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya.

Kamis, 07 November 2024

Zona Mati Kata

11/07/2024 09:39:00 AM 0 Comments


Lama telah ku kehilangan kata-kata penyembuh luka, atau sekedar pelepas kesakitan yang mendera. Setiap kata yang sering kali terangkai karena apapun dan siapapun penyebabnya, seketika buntu. Tak mampu terangkai sempurna. Diksi-diksi yang sering kali menemani seolah lari menjauhi diri dan hati.

Lama ku terjebak dalam zona mati kata yang membuatku bahkan tak mampu mengenal diriku sendiri. Bahkan aku tak mampu memaksa kemampuanku untuk melahirkan kembali diksi-diksi terindah yang pernah terangkai begitu nyata. Aku terkurung dalam ruang mati kata. Berkali ku teriak ingin keluar darinya, namun ku tak bisa! Langkahku seolah terpaku pada ruang itu. Berkali ku mencoba menghadirkan rangkaian kata menjadi kalimat yang kelak menjelma menjadi obat dari berbagai kesakitan karena sebuah rasa,aku pun tak mampu. Zona mati kata membuatku harus menelan sendiri kesakitakan yang kerap kali menyapa bahkan memeluk jiwa. Membuatku bekerja keras mengolah berbagai perasaan yang sering kali hadir tak sesuai harapku. Zona mati kata, membuatku kehilangan separuh aku yang selama ini menjadi kawan di setiap keadaan. Tak ada lagi rangkaian air mata berteman kata-kata yang mengalir melalui ujung pena yang ku goreskan. Tak ada lagi cerita suka maupun duka cita yang ku abadikan dalam kota memori kata. Semua yang terjadi ku biarkan terjadi dan berlalu begitu saja. sedangkan ku, menikmati kesendirian, kesakitan maupun kebahagiaan semu dalam zona mati kata yang membelenggu entah sampai kapan.