Rabu, 16 Juli 2025

Belajar Kehilangan Yang Tak Pernah Lulus Aku Pelajari

7/16/2025 02:53:00 PM 0 Comments

 

Aku tahu, dalam hidup ini, siklus datang dan pergi adalah hal yang pasti. Entah siapa yang lebih dulu memilih untuk pergi—meninggalkan atau ditinggalkan—semuanya selalu jadi rahasia yang hanya semesta tahu jawabannya.

Aku terus belajar… belajar bagaimana cara melepaskan seseorang dengan baik, tanpa harus berhadapan langsung dengan ruang sakit, baik lahir maupun batin. Tapi sialnya, aku selalu gagal dalam pelajaran itu.

Aku tetap harus merasakan sakit. Sakit yang tak terlihat, tapi terasa begitu nyata. Butuh waktu, butuh hening, hingga akhirnya aku bisa berdamai dengan kehilangan yang tak pernah aku minta.

Tapi tak apa. Selama sakitnya belum membuatku harus menyapa dinding rumah sakit, artinya aku masih punya daya untuk menanggungnya sendiri.

Mungkin kali ini aku harus kembali belajar. Belajar untuk tidak berisik, tidak manja, tidak menahan siapa pun yang ingin pergi dari hidupku. Belajar untuk tidak cengeng, tidak lemah, dan tidak egois. Karena ternyata… yang benar-benar mencintai, tahu kapan harus merelakan—bahkan ketika hati belum siap kehilangan.

Aku belajar diam saat ingin bicara.
Belajar tegar saat ingin meminta tetap tinggal.
Belajar menjadi rumah, meski pintunya terus kau buka untuk pergi.

Tapi mungkin memang ada yang tak ditakdirkan untuk bertahan.
Bukan karena kurang cinta, tapi karena semesta tak pernah memberi kesempatan.

Dan kalau suatu hari kamu rindu, jangan biarkan aku tau bahwa kamu datang untuk melepas rindu secara diam-diam. Karena bisa jadi, aku sedang belajar lupa—dan itu butuh waktu yang sangat panjang.

Selasa, 15 Juli 2025

Bukan Milikku, Tapi Selalu Ku Rindu

7/15/2025 02:54:00 PM 0 Comments

Entah kenapa, rasanya sakit saat aku harus tahu dia sedang asik berbincang dengan yang lain.

Sedangkan aku di sini… menunggunya dengan penuh rindu.

Aku menahan diri untuk tidak menoleh, untuk tidak peduli. Tapi hati ini terlalu lemah untuk berdusta.
Aku cemburu!!
Bukan karena dia milikku—karena memang sejak awal ia tak pernah jadi milikku.
Aku hanya... merasa kalah oleh harapan dan mimpi-mimpiku sendiri.

Aku pikir aku bisa menahan rindu.
Aku pikir aku bisa pura-pura baik-baik saja.
Tapi nyatanya, setiap kali aku melihatnya tertawa bukan untukku, aku patah. Diam-diam, hatiku hancur berkeping!

Lucu, ya?
Bagaimana seseorang yang tak pernah benar-benar menggenggam hatiku, justru bisa mengikatku lebih erat dari siapa pun. Aku mencintainya dalam diam seribu bahasa. Aku merindukannya, dalam bayang-bayang yang selalu tak terlihat. Dan aku mencemburuinya dari balik senyum yang ku tarik paksa agar terlihat kuat.

Aku tahu, aku tak punya hak. Bahkan mungkin namaku pun tak pernah ia sebut dalam doa-doanya.
Tapi, anehnya aku di sini… tetap berharap, meski aku tak tahu untuk apa.

Aku tau, ia bebas mencintai siapa pun. Ia bebas tertawa dengan siapa pun. Dan aku… hanya bisa menunggu. Menunggu sesuatu yang tak akan pernah datang.

Aku ingin pergi, sungguh. Tapi yang lebih menyakitkan dari bertahan adalah menyadari: aku bahkan tak pernah diminta untuk datang.

Jadi aku diam.
Bukan karena tidak ingin bicara.
Tapi karena tahu, suaraku tak pernah benar-benar didengar olehnya.

Dan jika suatu hari nanti ia membaca ini, aku ingin ia tahu, bawa ada seseorang yang pernah mencintainya dengan seluruh luka, dan selalu merindukannya meski tak pernah ia sadari keberadaannya. Ia mungkin tak akan pernah menjadi milikku, tapi ia akan selalu menjadi alasanku memelihara rindu.