Rabu, 30 April 2025

Sebatas Rindu

4/30/2025 01:52:00 PM 0 Comments

 


Aku sedang berusaha...

Berusaha berhenti mencintaimu secara diam-diam. Berusaha sebaik mungkin untuk menjauh.

Berusaha membiasakan diri hidup tanpa kamu di dalamnya. Berusaha tak lagi menoleh ke belakang, tak lagi mencari bayangmu di antara keramaian yang asing.

Mencoba menutup hati rapat-rapat, agar namamu tak lagi menyelinap masuk.  

Membiasakan diri dengan hari-hari yang sunyi tanpamu, walau kadang aku mendengar suara yang tak lagi ada: suaramu.

Tiap malam, aku meninabobokan rinduku sendiri.

Meyakinkan hatiku bahwa aku baik-baik saja. Berpura-pura lupa pada hal-hal kecil yang dulu menghangatkan hari-hariku.  

Berusaha tegar, seolah kau tak pernah menjadi alasan dari setiap senyum dan luka yang kutanggung diam-diam.

Membujuk diri sendiri bahwa aku mampu, meski langkahku kadang gemetar, dan dadaku seringkali terasa sesak oleh kenangan. 

Tapi, hari ini...  

Entah bagaimana, dadaku terasa seperti diketuk—pelan tapi membuatku limbung.  

Seolah hatiku memanggilmu lagi, dengan suara yang nyaris tak sanggup kuabaikan.

Tiba-tiba aku ingin tahu kabarmu.  

Tiba-tiba aku ingin kamu tahu bahwa ada seseorang di sini, yang masih menyimpan namamu dalam doa paling sepi.  

Tiba-tiba aku kehilangan semua kekuatan yang sudah susah payah kupupuk.

Rindu itu datang tiba-tiba.

Tanpa permisi, tanpa alasan logis yang bisa kupegang.

Dan aku, seperti bodoh yang lama tak belajar, kembali membuka pintu rindu yang selama ini kuusahakan untuk tertutup rapat.

Aku tak tahu harus bagaimana...

Selain mengirimkan satu pesan singkat padamu.

Bukan untuk memintamu kembali. Bukan untuk memohon apa-apa.

Aku hanya ingin kau tahu, bahwa aku rindu.

Sebatas itu.

Karena selebihnya, aku tahu tempatku bukan lagi di sampingmu.

Karena aku tahu...  

Terlalu mencintaimu hanya akan melukaiku lagi.  

Dan menyampaikan rinduku padamu pun, tak akan mengubah apa-apa.

Selasa, 29 April 2025

Tersesat Dalam Bayangmu

4/29/2025 05:16:00 PM 0 Comments

"Dari jutaan manusia yang diciptakan, mengapa harus kamu ?"

Sebuah pertanyaan yang seolah menantang takdir, tapi tetap saja jawabannya terpendam dalam hati yang tak bisa aku ungkapkan, dada ini terasa sesak, jantung ini berdegup tak terkendali, dan seluruh tubuh ini seakan berada dalam cengkraman takdir  yang tak bisa aku hindari.


Tak pernah aku bayangkan, tak pernah aku rencanakan untuk jatuh hati padamu. Tapi sekarang, aku tersadar, bahkan bayangmu yang tampak samar bisa mengubah seluruh dunia di sekitar. 

Aku yang dikenal sebagai sosok yang tangguh, kini terjatuh, bersimpuh dalam kebodohan yang tak aku inginkan.

Tak ada yang lebih menakutkan selain kenyataan bahwa aku tak lagi memegang kendali atas diriku sendiri.

Bayangmu, entah bagaimana caranya, telah mencuri pusat kendali ku. Aku merasa gila, terperangkap dalam labirin perasaan yang tak tau arah.  Tapi anehnya ada bagian dari diriku yang merasa bangga. Bangga karena aku tak pernah merasa sebebas ini sebelumnya. Sebuah kebodohan yang menyenangkan, sebuah kegilaan yang memberi ruang dalam kekosongan hatiku.

Tanpa khayalan itu, aku merasa akan kehilangan pijakan. Karena pada akhirnya hanya dalam dunia khayal ku kamu ada, dan hadir mu di sana bisa membuatku menemukan sedikit kedamaian, dan sedikit alasan untuk bertahan.

Dan jika khayalan itu yang harus aku bangun, maka biarlah aku terjebak di dalamnya. Biarkan aku terjebak dalam bayang-bayangmu. Karena dalam bayang-bayangmu, aku menemukan secercah harapan yang sulit ku jelaskan. Karena dalam bayang-bayangmu, kakiku masih kokoh berdiri tegap menghadapi dunia. Maka, biarkan aku di sini, tersesat dalam bayangmu.

Minggu, 20 April 2025

Pernah Ada

4/20/2025 10:02:00 AM 0 Comments


Aku pernah begitu kagum pada sosokmu yang tampak begitu tangguh menghadapi lika-liku kehidupan yang, katamu, sering kali menyakitkan.  

Aku pernah begitu candu mendengar setiap cerita tentangmu—tentang sakit, lelah, air mata, juga bahagiamu. Dan aku bahagia bisa menjadi saksi atas setiap perjalanan juga pencapaianmu itu. 

Aku pernah mencintaimu dengan luar biasa.  

Mengabaikan logika yang berteriak, memintaku berhenti melangkah lebih jauh. Tapi aku tetap memilih masuk ke taman cinta yang sebenarnya banyak bunga berduri yang menyakitiku. 

Aku pernah begitu bahagia ketika hanya aku yang kau cari—meski sekadar menjadi tempat membuang keluh kesah dan protesmu pada hidup yang kau jalani.  

Aku pernah... sebahagia dan sejatuh cinta itu padamu.  

Pernah? 

Entahlah.. Mungkin sampai detik ku goreskan barisan kata ini, semua rasa itu msih utuh. 


Namun mungkin, bahagia dan cintaku hanyalah angin lalu bagimu.  

Mungkin, getaran cinta yang kurasa tak pernah benar-benar sampai ke dadamu.  

Mungkin, semua yang kuperjuangkan, tak pernah menjadi sesuatu yang berharga untukmu.

Jadi, jika suatu hari aku pergi diam-diam dan menghilang, rasanya itu bukanlah hal yang sulit bagimu, bukan?

Karena, sejak awal, aku hanyalah pelengkap.  

Yang dibutuhkan hanya sekali waktu.  

Yang tak pernah masuk dalam daftar prioritasmu.  

Yang tak akan pernah bisa memenangkan hatimu.

Maka jika aku benar-benar pergi dan ketika kamu menyadarinya, jangan pernah tanya aku ke mana.  

Jangan pernah tanya kenapa aku tak lagi ada.  

Karena aku pernah ada.  

Namun kamu... tak pernah benar-benar melihatku. Tak pernah benar-benar menyadari bahwa kamu adalah alasan mengapa bahagiaku terasa begitu sempurna. 

Jumat, 11 April 2025

Titik Kesia-siaan

4/11/2025 04:02:00 PM 0 Comments



Aku pernah mengatakan padamu, bahwa aku tak akan pernah berhenti mencintaimu. Bagaimanapun keadaannya. Aku jua pernah meyakinkan diriku sendiri bahwa kamu, akan menjadi orang terakhir yang aku cinta.

Tapi, entah kenapa, perlahan aku merasa cintaku berhenti. Tak ada lagi secercah harapan yang bisa kugenggam. Tidak ada lagi gemuruh semangat untuk mempertahankanmu tetap ada dalam perjalanan ku.

Jika hari ini cintaku berhenti, lalu perlahan aku melangkah menjauh, bukan karena aku membencimu, membenci keadaan, apalagi membenci takdir Tuhan. Bukan.

Ini hanya karena aku mulai sadar, bahwa aku sedang berdiri pada titik kesia-siaan. Tak ada harapan indah untuk kita merajut kisah bersama. Tak ada tanda-tanda bahwa takdir Tuhan berpihak untuk menyatukan kita. Maka, jika aku terus berdiri di sini, aku hanya sedang terus melukai diriku sendiri.

Aku memang pernah berkata, bahagiaku adalah melihat bahagiamu. Meski bahagiaku tak pernah benar-benar sempurna. Karena harus menyaksikan senyummu yang begitu tulus dan jujur … tapi untuk orang lain.

Tapi semakin hari, entah kenapa rasanya aku semakin lelah. Lelah menyaksikan bahagiamu yang tidak berasal dari aku.

Terlalu naif jika aku terus menerus mengatakan baik-baik saja dengan berada di tempatku saat ini, tempat dimana aku harus melepasmu, tapi aku tak sanggup membiarkanmu hilang. Tempat dimana aku ikut tersenyum melihatmu bahagia, tapi diam-diam hatiku meringis kesakitan. Tempat dimana aku hanya menjadi bayangan … pengisi kekosonganmu saja.

Mungkin mulai saat ini, aku memilih keluar dari titik kesia-siaan yang selama ini ku pijak. Mengayunkan langkah ku menuju ruang yang memberiku tenang dan bahagia yang jauh dari kata pura-pura.

Meskipun aku tak benar-benar ingin kehilanganmu dari pandangan, tapi setidaknya, kali ini, pijakanku bukan lagi tentang menunggu suatu hal yang sia-sia.

Setidaknya kali ini, aku akan belajar memulai menciptakan kebahagiaanku sendiri. Bahagia yang sempurna, tanpa bayanganmu. Tanpa keinginan untuk selalu bersanding denganmu.

Sabtu, 05 April 2025

Kau, Aku, dan Luka yang Tak Terlihat

4/05/2025 03:39:00 PM 0 Comments

 


Sejak awal, Ketika kau hadir memberikan nada baru dalam detak kehidupanku yang bertalu, aku sudah tau dimana seharusnya aku berdiri. Aku sudah membatasi siapa aku untukmu, pun sebaliknya. 

Berulang kali, aku membangun benteng agar langkahku tak  semakin jauh. Karena ku tau, semakin jauh dan dalam aku melangkah, semakin dekat aku dengan luka yang tak bisa diraba. 

Tapi nyatanya, benteng yang kubangun berulang kali ku hancurkan sendiri. Ku biarkan langkahku terayun mengikuti alur waktu. Semakin hari semakin jauh. Semakin hari, semakin dalam aku dibawa ke dalam labirin rasa yang menciptakan sayatan luka di setiap sisinya. Aku sakit, anehnya aku enggan pergi. Menjauh selangkah pun aku tak mampu. Membayangkan, kembali menjalani hari-hari tanpamu, hatiku remuk! 

Namun  jika bertahan pun, aku terluka. Anehnya, aku menikmati luka ini. Gila memang! 

Semenjak ku sadar belum terlalu jauh melangkah bersamamu, aku tau, kita adalah sebuah kesalahan yang enggan menjadi benar. Kita adalah sebuah kesakitan yang selalu saling menikmati perihnya sayatan luka yang tak dapat tersentuh. 

Entah, sudah berapa banyak bulir air mata menjadi kawan dalam pertempuran isi kepala dan hati kecilku, menjadi saksi perdebatan antara melepas atau bertahan di antara lereng-lereng kesunyian malam. 

Aku tau, aku sedang berdiri pada titik kesalahan. Tak semestinya aku ada. Tak semestinya aku biarkan langkahku sejauh dan sedalam ini untuk mengenal, atau  mungkin jatuh cinta padamu. Ya. Aku salah! Hingga ada di titik ini adalah salahku! 

Ingin ku pergi, membawa serta kesakitan yang harus ku sembuhkan sendiri, membawa bayang kerinduan yang kapanpun akan hadir memeluk jiwa. Tapi, langkahku tertahan. Oleh dua ego yang ingin kita selalu ada.

Aku harus apa sekarang? 

Bertahan di sisimu hanya memperpanjang durasi kesakitan yang bahkan tak menemukan obatnya. Melepas dan meninggalkan mu pun hanya akan mencipta kerinduan dan kehampaan yang abadi.

Diantara kebingunganku saat ini, satu hal yang paling ku tau adalah, aku ingin kamu bahagia. Bahagiamu adalah hal paling utama bagiku. Aku tak lagi peduli tentang rasa yang hadir dalam hatimu, atau yang tercipta dalam hatiku. Yang aku mau, dan cukup bagiku saat ini, kamu bahagia. Meski aku hanya akan menjadi bayangan dalam hari-hari yang terlewati.

Untuk kali ini, aku biarkan sang waktu menggulung kau, aku beserta luka yang tak terlihat. Hingga kelak, aku mampu keluar dari jeratan sang waktu dan temukan kata sembuh dari luka ini, meski sendiri.