Minggu, 09 Februari 2025

Perayaan Rasa Rindu

 

Sudah ribuan langkah ku ayunkan semenjak perginya. Berjalan sendirian dengan membawa rasa yang masih sangat utuh.

Mencoba tak limbung di setiap langkahnya, tapi ternyata sudah beberapa kali ku terjatuh, merasakan sakit dan meringis menahan perih. 

Mencoba untuk selalu tersenyum dan terlihat menjadi manusia paling bahagia, nyatanya entah sudah berapa banyak rintik air mata menghujani wajah yang ku biarkan mengering dengan sendirinya.


Aku mengira, perginya bukanlah suatu masalah besar yang harus ku hadapi dalam perjalananku mengarungi kehidupan ini. 

Aku pikir, pamitnya akan membawa serta rasa yang pernah ia titipkan sementara waktu pada sudut relung kalbu. Nyatanya, apa yang telah ia titipkan kini menjadi beban yang begitu berat dan harus ku pikul setiap waktu. Karena, hati dan logikaku bukan lagi berdialog soal cinta yang pernah ia titipkan. Karena hati dan logika kini pun menanggung beratnya rindu yang selalu menggema tanpa jeda.

Sejak perpisahan dengannya, malam sunyi menjadi kawan setia yang menenamiku menghadiri perayaan rasa rindu.

Menyaksikan setiap memory yang terputar berulang kali. Memandang setiap potret dirinya yang tersusun rapih dalam galery dengan mata yang berkaca menahan agar bulirnya tak pecah dan membasahi wajah. 

Mendengar rekam suaranya yang berkali-kali ku putar bak melodi syahdu di sepinya malam diiringi segaris senyum serta linangan air mata perih kerinduan. 

Di setiap tanggal yang sama, aku menghitung sudah berapa ratus hari ku lewati tanpanya. Sudah berapa ratus kali ku merayakan rasa rindu untuknya.

Tanpa ku bertanya, kapan aku harus menyerah dan berhenti untuk menghadiri perayaan rasa rindu ini. 

Karena pertanyaan yang selalu berlalu lalang dalam benakku adalah;

Mengapa harus dia pemenang dari segala rasa yang tercipta? 

Mengapa aku harus berhenti pada momen perayaan rasa rindu hanya untuknya?

Dan, mengapa malam-malam ku harus selalu ramai dengan cerita perayaan rasa rindu berteman potret dirinya?

Hei, Tuan. Sejujurnya aku lelah harus menghadiri perayaan rasa rindu untukmu di setiap malamku. Tapi... mau bagaimana lagi?

Perayaan rasa rindu untukmu seolah menjadi ritual malamku sebelum aku melepas penatnya sandiwara kehidupan yang harus ku lakoni. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar