Sejak dia datang dalam hidupku, aku nyaris tak pernah berkawan dengan sepi yang menikam di balik sunyi. Hadirnya selalu berhasil mengundang tawa bahagia, senyum ceria, juga air mata haru karena cinta.
Setiap bersamanya, selalu ada cerita yang mengalir begitu saja. Segala sesuatu yang telah terlewati, menjadi bahan untuk kukisahkan padanya. Aku ingin dia selalu menjadi orang pertama yang tahu tentang apa yang telah kulalui. Pun sebaliknya. Kita tak pernah kehabisan bahan untuk dibicarakan. Andai kita bertemu pada titik keadaan yang sama-sama sedang lelah, kita seolah sudah sepakat bahwa kita tetap bersama, hanya saja kita saling memberikan ruang dan waktu untuk saling beristirahat sejenak. Kita pernah sepakat, untuk tidak pernah saling meninggalkan.
Namun kini, kesepakatan hanyalah sebuah wacana yang hancur diterjang badai huru-hara keegoisan diri. Dia pergi menjauh, sedangkan aku berpaling dengan ego yang enggan meluruh. Aku pikir kita hanya butuh waktu untuk saling berkaca pada diri sendiri, mengenang semua yang telah terlewati, lalu kemudian kembali bersama melanjutkan merajut kisah masa depan. Tapi ternyata tidak!
Aku yang sempat berpikir akan baik-baik saja tanpanya, ternyata kini mulai merasakan kesepian yang mengoyak hari-hariku yang biasa ramai olehnya. Perlahan, kutenggelam di balik badai sunyi yang menerjang di setiap detik yang kulalui. Aku tersadar, bahwa hadirnya dia telah banyak mengubah kehidupanku. Paling tidak, kehadirannya pernah membawaku keluar dari dalamnya kesunyian, dan memberikan bahagia yang tak pernah kuduga.
Namun kini, semua cerita bersamanya tinggal kenangan, dan aku kembali tenggelam di badai sunyi yang tak tahu kapan akan berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar