Kamis, 14 April 2022

Bijak Bermedia Sosial

“Assalammualaikum…” terdengar suara Ayah yang baru pulang kerja. Dhira yang sedang sibuk dengan tugas sekolahnya segera keluar kamar menyambut kedatangan sang Ayah. Tiga hari tidak bertemu dengan Ayahnya merupakan kerinduan terberat bagi Dhira.

“Walaikumsalam… Ayah….” Sapa Dhira yang langsung menghambur kepelukan Ayah. Ayah yang masih duduk di kursi tamu demi melepas penat sejenak langsung tersenyum bahagia mendapatkan pelukan hangat dari anak perempuan semata wayangnya.

“Ibu mana, Nak?” tanya Ayah setelah melepaskan pelukannya dan mendaratkan kecupan hangat di kening Dhira.

“Lagi ke luar tadi sama abang Faiz.” Jawab Dhira. “Aku kira Ayah akan pulang selepas Isya.” Lanjut Dhira.

“Enggak, Alhamdulillah kerjaan Ayah selesai lebih cepat dari perkiraan.”

“Alhamdulillah, soalnya Dhira kangen banget sama Ayah.” Ucap Dhira sambil menyandarkan kepalanya di lengan Ayah.

“Baru juga tiga hari enggak ketemu Ayah.” Ledek Ayah.

“Tiga hari tuh lama, Ayah!” rajuk Dhira.

“Iya..iya..maaf.” Jawab Ayah sambil mencubit kecil hidung Dhira yang mungil. “Ayah ke kamar dulu ya, istirhat dulu. Nanti kita buka puasa dan terawih di rumah aja, ya..” lanjut Ayah.

“Siap ayah! Dimanapun asal sama Ayah, Dhira ikut!” jawab Dhira sambil berlagak seperti prajurit yang sedang hormat kepada komandannya.

“Tolong kasih tahu Fawwaz dan Farzan, Ayah tunggu buka puasa di rumah.” Perintah Ayah sebelum benar-benar memasuki kamar.

Tanpa menunda, Dhira langsung menghubungi Fawwaz, kakak pertama, dan juga Farzan, kakak kedua yang sedang berada di kampus masing-masing. Setelah itu, Dhira kembali melanjutkan mengerjakan tugas sekolahnya di kamar.

Tidak lama kemudian,

waktu Ashar pun tiba. Selepas salat Ashar Dhira ke dapur membantu Ibu yang sudah sibuk dengan bahan-bahan makanan untuk diolah menjadi menu takjil juga makan utama setelah berbuka nanti. Tidak lama kemudian Faiz pun menyusul ke dapur.

Faiz adalah kaka ketiga Dhira yang belum terlalu sibuk dengan tugas kuliahnya. Diantara ketiga kakak lelakinya, Faiz lah yang paling hobi memasak. Tidak jarang Dhira melihat Faiz bersama Ibu berkolaborasi di dapur.

Bakwan, tempe goreng tepung dengan sambal kacang, biji salak, dan es campur menjadi menu takjil hari ini. Sedangkan ayam goreng mentega, cumi asam pedas, cang kankung dan lalapan menjadi menu utama yang dihidangkan. Semua sudah tertata rapih di meja makan tepat sepuluh menit sebelum azan maghrib berkumandang.

“Fawwaz kemana, Bu? Ayah belum ketemu dia.” Tanya Ayah yang baru keluar kamar dan ikut berkumpul di ruang keluarga menunggu azan maghrib.

“Lagi di jalan tadi katanya, Yah. Macet mungkin.” Jelas Ibu.

Berselah dua menit setelah Ibu menjawab, Fawwaz tiba di rumah.

“Alhamdulillah, sulungnya Ayah udah sampai. Macet, Bang di jalan?” tanya Ayah.

“Enggak, Yah. Cuma tadi Fawwaz ada tugas kelompok dulu yang harus diselesaikan di kampus, jadi pulang dari kampusnya agak telat. Alhamdulillah di jalan enggak macet.” Jawab Fawwaz yang sudah duduk di samping Ayah.

“Ganti baju dulu sana, Bang! Bau asap kendaraan ih!” protes Dhira.

“Hmm.. mulai dah si bawel nih! Iya Abang ganti baju!” jawab Fawwaz yang langsung menuju kamarnya dan bergnti baju. Ia tahu adik bungsunya sangat bawel dan perfect soal kebersihan. Ia tidak ingin terjadi debat panjang dengan adiknya hanya perkara ganti baju, walhasil ia memilih untuk mengalah.

Tepat setelah Fawwaz berganti baju, azan Maghrib berkumandang. Semua anggota keluarga berkumpul di ruang makan. Menikmati menu takjil yang sudah tersedia. Setelah dirasa cukup, mereka pun mendirikan salat berjamaah.

“Mau makan sekarang atau nanti setelah terawih?” tanya Ibu setelah salat, dzikir dan berdoa.

“Selesai terawih aja, ya? Bagaimana? Kita makan bareng lagi. Ayah kangen banget momen kumpul makan bareng kalian.” Jawab Ayah.

“Oke, enggak apa-apa. tapi Fawwaz terawih ke masjid ya, Yah.” Ucap Fawwaz.

“Iya, bareng Ayah. Farzan dan Faiz juga ikut ke masjid. Dhira sama Ibu berjamaah saja di rumah.” Titah Ayah. Semua pun menyetujui.

Sepuluh menit menjelang Isya, Ayah bersama ketiga putranya berangkat ke masjid. Sedangkan Dhira membantu Ibu membereskan piring dan gelas kotor. Dan menyiapkan piring-piring makan yang akan digunakan selepas terawih nanti.

“Bu, Dhira lagi kesel banget deh!” ucap Dhira sambil membawa piring ke meja makan.

“Kesel kenapa? Sama siapa?” tanya Ibu menanggapi sesi curhat si bontot kesayangannya.

Dhira dan Ibu pun beralih ke ruang keluarga setelah di rasa persiapan makan malam sudah siap.

“Itu temen Dhira, ngeselin banget deh, Bu! Masa dia curhat di Facebooknya, terus nyindir-nyindir Dhira. Bahasanya enggak ngenakkin banget! Dhira baru baca tadi sore. Dhira mau bales tapi ya malu. Masa berantem di media sosial begitu. Tapi Dhira kesel banget, Bu.” Cerita Dhira.

“Kamu yakin dia nyindir kamu? Kalau ternyata bukan bagaimana? Kalau ternyata hanya kamu yang suudzon sama dia bagaimana?” tanya Ibu.

Dhira pun akhirnya menceritakan kronologi kejadian yang sebenarnya saat tadi pagi ia disekolah. Ada satu insiden yang kurang enak yang harus Dhira hadapi dengan temannya itu. Dhira sudah meminta maaf, namun tak dihiraukan oleh temannya. Yang akhirnya membuat Dhira terkejut adalah saat temannya memposting tulisan yang menyindir kejadian tadi pagi di sekolah. Maka Dhira bisa sangat yakin bahwa temannya itu sedang membicarakan Dhira secara tersirat di media sosialnya.

“Yasudah, sekarang sabar saja dulu. Itulah mengapa Ibu selalu pesan kepada Dhira, gunakanlah media sosial dengan bijak. Jangan pernah jadikan media sosial itu sebagai ajang untuk pamer, curhat masalah pribadi, yang akhirnya membuka aib, apalagi menyebar fitnah.”

“Iya, Bu. Dhira selalu ingat pesan Ibu. Makanya Dhira kesel banget dia begitu!” keluh Dhira.

“Ya sudah, tenang. Yang terpenting saat kamu sadari kamu salah kamu sudah langsung meminta maaf ke dia. Adapun dia menceritakan yang bukan sebenarnya, berartikan dia sedang memfitnah kamu. Anggaplah ini bagian dari transfer pahala dari dia untuk kamu.”

“Tapi bu…”

“Sabar, Nak. Ibu tahu kamu kesal, kamu marah, tapi ini menjadi pelajaran berharga untuk kamu. Saat kamu diperlakukan seperti ini dan kamu merasa tidak enak, tidak suka, maka hal seperti itu jangan sekali-kali kamu lakukan kepada oranglain. Dan yang terpenting, keburukan tak perlu dibalas lagi dengan keburukan oleh kita, Nak. Biarkan Allah yang membalas. Ingat janji Allah di surat AL-Zalzalah ayat 7-8: Maka barang siapa mengerjaka kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Jadi, biarkan Allah yang membalas semuanya. Kamu, tetap sabar dan lakukan hal-hal yang baik.” Nasihat Ibu memotong ucapan Dhira.

“Iya, Bu…” jawab Dhira dengan mata yang sudah berkaca. Ia merasa jauh lebih tenang dari sebelumnya. Ibu selalu begitu. Mengalirkan energy dan pikiran positif untuk Dhira. Dhira benar-benar merasa beruntung diberikan keluarga yang sempurna seperti saat ini.

“Ya sudah, kita salat yuk! Sebelum Ayah dan semua abangmu pulang.” Ajak Ibu. Dhira pun mengikuti langkah Ibu menuju mushola kecil yang terletak di samping ruang makan dan mereka pun segera melaksanakan Isya dilanjut dengan terawih berjamaah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar