Sabtu, 27 April 2013

Ibu

Kurekatkan jemariku di sela jemari mu
Kutatap wajah cantik nan anggun milikmu
Kuusap guratan-guratan halus cerminan bebanmu
Ibu, hatiku begitu bergetar kala ingatanku menampilkan wajahmu saat tersenyum dan berbisik 
“Jadilah anak yang selalu kubanggakan, Nak. Karena aku
begitu mencintaimu”

         Ibu
menatapmu, membuatku membayangkan bagaimana caranya
engkau menjagaku dalam rahimmu sembilan bulan lamanya
Kau mencurahkan seluruh cinta yang kau punya untukku
menjagaku dengan kasih sayang
Serta doa yang selalu kau panjatkan dalam diam
Kau jadikan nyawamu taruhan bagi nyawaku

Ibu
Saat kita jauh, setiap yang ada pada diri mu menjadi hal yang paling aku rindukan
Hangatnya mentari tak akan mampu  menggantikan hangatnya pelukanmu, Bu
Indahnya guratan senjapun, tidak akan mampu menggantikan indahnya senyumanmu
         Damaiku adalah mengenag seluruh kasihmu
Lalu rindu seakan menyeruak dari bilik jiwa yang rapuh
Mendendangkan bait demi bait kesukaran hidup
Tanpa tanganmu yang selalu merangkulku lembut
       Air mata ini jatuh beriringan luka
Kepedihan yang kurasa seakan tak berujung

Ibu
dapatkah kau merasakan semua ini? Semua rasa tentang rindu dan kehilangan
Bisakah kau melihat luka yang kau torehkan setelah kepergianmu, Bu?
Aku tak sanggup, Bu
Mata sayu ini menatap penuh harap akan kebahagiaan
Melewati masa demi kehidupan yang fana yang penuh ketidak adilan…
Ibu
Tak bisakah kau beri aku waktu? Untuk sekadar memelukmu
         Kini di hadapanku, kau hanya tertidur kaku tak lagi bernyawa
Namun segaris senyum masih terlihat jelas dari wajah cantikmu
Seakan kau bahagia karena semua tugas mu telah selesai
Kuiringi kepergianmu menuju tempat peristirahatan abadimu
Ibu
Ingin kumemelukmu terakhir kali
Tapi tanah yang menutupimu tak dapat lagi menunggu
       Kutitipkan doa melalui desiran angin
Kusampaikan rindu melalui air mata
Senandung cinta terukir halus
Menemani tidurmu dalam dekapan illahi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar