Jumat, 27 Desember 2024

Rumah Ilusi

12/27/2024 10:07:00 AM 0 Comments


Aku berjalan pada kesepian dan berjuta harapan. Melangkah sambil terus merapal tanya, kapan aku tiba pada titik kenyataan yang ku damba? Beberapa kali, aku berhenti pada persimpangan, antara memilih pulang, atau terus melanjutkan perjalanan. Sekali waktu, aku kembali ke rumah. Berharap apa yang menjadi mimpi ku bisa ku dapatkan. Namun, mimpi itu menjelma menjadi nyata, sesaat, lalu kembali menguap.
Raga ku menetap pada rumah yang menjaga, memastikan aku aman dan nyaman. Namun jiwaku, berkelana mencari kebahagiaan yang ku impikan.
Lelah. Kecewa. Sakit. Ku hadapi sendiri. Hingga suatu ketika, aku berhenti pada rumah yang terbuka menyambut kehadiranku. Jiwaku merasa nyaman di sana. Ada kehangatan yang membuatku betah untuk berlama-lama. Namun sayangnya, di saat aku nyaman dan jatuh cinta pada rumah yang ku singgahi, aku di paksa pulang oleh si tuan rumah. Aku di minta untuk kembali pada ragaku yang menunggu pada rumah utama. Dengan sangat berat hati, kaki ku melangkah menjauh dari rumah itu. Mencoba kembali pulang pada ragaku yang masih setia dengan perannya. 
Sesaat. Ya! Hanya sesaat. Jiwaku kembali berkelana. Kembali ku jejaki langkah menuju rumah yang membuatku mampu mencipta bahagia. Sedihnya, rumah itu telah menutup pintunya. Ia tak membiarkan ku masuk seperti sebelumnya. Aku berdiri di pekarangan. Berharap pintu itu kembali terbuka dan menyambutku sehangat dulu. Namun, tidak!
Langkahku terus terayun. Mencari kebahagiaan yang sama seperti yang ku dapatkan pada rumah itu. Ku singgahi beberapa rumah yang menyapaku begitu hangat, berharap menemukan yang sama seperti sebelumnya. Tapi sayangnya,  tak ada satu pun yang mampu mencipta nyaman, hangat, dan juga bahagia seperti rumah impian yang pertama ku datangi.
Rumah itu seperti memiliki magnet yang bisa kapanpun menarik kembali langkahku untuk mengunjunginya. Meski ku tau, tak ada lagi pintu terbuka untukku. Namun aku bahagia. Meskipun hanya bisa berdiri di hadapannya dan menatapnya masih berdiri kokoh.
Aku tau, kebahagiaan yang ku dapatkan darinya hanyalah sebuah kebahagiaan ilusi yang hidup pada dunia imaji yang ku cipta. Ilusi yang ku impikan menjadi nyata suatu hari nanti. Ilusi yang ku harapkan mampu mengubah takdir, agar rumah itu menjadi tempatku berteduh mencipta bahagia yang paripurna untuk jiwa dan ragaku. 
Kini, jiwa ku terkunci pada rumah ilusi. Langkah ku terpaku di sana, sedangkan ragaku ada pada rumah yang menjaga, dan merasa memilikiku seutuhnya.

Kamis, 26 Desember 2024

Warna Di Musimku

12/26/2024 07:55:00 PM 0 Comments

Created by: Irull

~~~~

Hai Nona

Yang sudah membuat ku jatuh hati

Membuatku banyak berpikir dan belajar mengerti

Membiarkan hatiku merapalkan doa dan  ingin

Perihal hari ini, esok dan jutaan hari nanti

Hai, Nona

Terimakasih sudah menggegam jariku

Membuatku percaya bahwa kau akan menjaga cinta yang ku berikan dengan baik

Terimakasih sudah menjadi warna untuk semua musim di hidup ku

Terimakasih sudah memilih ku di antara banyak kemungkinan yang bisa kau dapatkan

Nona,

Barangkali langkah kita tidak akan mudah,

Barangkali yang hari ini kita percayai ialah apa-apa yang menjelma ragu di kemudian hari

Barang kali 'selamanya' hanyalah kata yang terangkum dalam kamus bahasa

yang nyatanya tak pernah ada.

Namun nona, apapun yang terjadi, tetaplah tinggal di sisi

Mempertahankan rasa sampai kita melupa untuk pergi

Mempertahan kata kita hingga tak ada lagi waktu untuk tinggal di dunia

Berhenti Menujumu

12/26/2024 07:49:00 PM 0 Comments

Ketika kamu melihat ku terdiam, tak lagi mengejar dan menunggu mu, itu bukan berarti aku berhenti mengirimkan doa terbaik untukmu, bukan pula berhenti melukiskan ingin agar Tuhan selalu mengirimkan kebahagian berlimpah untukmu. Aku hanya berhenti berjalan menujumu lagi. Karena pada akhirnya aku sadar, bahwa secepat apapun aku mendekat padamu, kamu akan lebih cepat menghindariku. Seingin apapun aku menjadikan kamu tujuan, pada nyatanya tetaplah bukan aku yang kamu inginkan menjadi rumah ternyaman. 

Aku berhenti?

Ya. Aku berhenti melukis impian tentang masa depan bersamamu. Aku berhenti melangitkan harap akan datang sang waktu yang menyatukan kita. Aku berhenti memaksa takdir untuk menjadikanmu milikku. Aku berhenti mencari tau siapa sumber bahagiamu kali ini. Pergi dan berjalanlah tanpa rasa ragu dan takut untuk menjemput bahagia yang kamu inginkan. Karena aku sudah berhenti mengejarmu. Aku sudah berhenti menghalangi langkahmu.

Tapi maaf, aku tak bisa berhenti mengingatmu. Aku tak bisa berhenti mengantarkan langkahmu dengan tatap mataku. Aku tak bisa berhenti untuk menyayangimu. Aku tak bisa berhenti untuk melepaskan satu janjiku, yaitu: menyebut namamu dalam kemesraanku bersama Tuhan.

Kamu terlalu istimewa dalam buku ceritaku. Ceritamu terlalu sulit untuk ku hapuskan begitu saja. Maka, biarlah seperti ini keadaan berjalan. Aku berteduh di bawah payung rindu, kau menikmati hangat kebahagiaan di rumah impian dan ternyamanmu. 

Sekali lagi, maaf jika namamu abadi dalam ceritaku, dalam bisik rayuku kepada Tuhan, dan dalam album kenangan tentang kita. Aku rasa, kamu akan menjadi bagian dari cinta terakhir dalam cerita panjang kehidupan yang harus ku lalui. Karena hadirmu, telah mencipta rasa yang begitu indah. 


Senin, 23 Desember 2024

Habis Sudah Tentangmu

12/23/2024 03:19:00 PM 0 Comments


Jika katamu aku adalah wanita yang kuat diantara wanita-wanita lain yang pernah kau sakiti, maka kali ini dengan tegas aku katakan, tidak!! Aku tidak sekuat yang kau kira!

Pergimu kemarin, sikap dan segala ucapanmu kala itu, bukanlah hal yang paling menyakitkan bagiku. Karena entah mengapa, aku memiliki keyakinan bahwa kau akan datang kembali. Entah karena apa dan bagaimana caranya, aku yakin suatu hari kau akan datang kembali mengobati segala rindu yang ku simpan hanya untukmu.

Aku masih berada pada tempatku berdiri melepasmu pergi. Meski berkali-kali kau pun memintaku untuk melangkan menjauh, dan sikapu tak henti mengabaikanku, adalah karena tak mudah bagiku untuk menyingkirkan segala rasa yang telah bertahta begitu megah setelah apa yang ku rasa padamu diperkuat dengan pernyataan kejujuran darimu malam itu. Malam dimana aku tahu bahwa rasa cinta ku untukmu tak bertepuk sebelah tangan. Dengan lugas kau menyatakan semua isi hatimu. Mengaminkan apa yang menjadi inginku kala itu. 

Aku masih bertahan dengan segala kesakitanku saat kau pergi, bukan karena aku kuat seperti apa yang kau kira. Aku hanya mencoba tegar di setiap celah rasa sakit semenjak kau mengatakan pamit lalu pergi. Aku hanya sedang mencoba kuat berdiri di bawah lapisan rindu untuk mu yang menekanku tanpa henti setiap hari. Aku hanya ingin mengatakan padamu, bahwa sejauh apapun kamu melangkah pergi, pulanglah kapanpun kau mau, kembalilah lagi kapanpun kamu butuh aku, karena aku masih di sini. Menunggu segala cerita perjalananmu. Menantimu pulang, siap menyambutmu lagi, meski dengan membawa hati yang baru. Meski sudah tak ada lagi aku di hatimu.

Dan kamu sungguh pulang! Kamu kembali lagi! Bersama dengan potongan hati yang baru, yang kemudian kau perkenalkan kepadaku.

Kau tanya apakah ku sakit? Lisanku menjawab tidak, namun hatiku mengalirkan darah dari luka yang tak teraba. Ada perih yang tak mampu ku katakan padamu. Saat itu aku menyadari, bahwa ternyata aku begitu rapuh, dan kamu tak tau itu. Yang kau lihat adalah aku yang kuat, dan tetap berdiri tegar meski berkali-kali kau sakiti. 
Kau hanya tak melihat lukaku, Tuan!

Setelah banyak hal kau ceritakan, tentang perjalanan mu semenjak pergi dariku, kini kau pergi lagi. Namun kali ini pergimu tanpa pamit. Pergi mu dengan membentang jarak yang begitu dingin untuk kembali ku pijak. Setiap tanya dan kecemasan ku tak lagi kau beri tenang. Kau biarkan aku menunggu dengan pikiran serta perasaan yang begitu gaduh.

Hingga akhirnya, kini aku lelah. Lelah dengan segala sikap pengabaianmu. Aku lelah dengan kata tunggu berselimut kepura-puraan bahwa aku baik-baik saja tanpamu. Aku lelah dengan segala kerinduan dan kecemasanku yang tak akan lagi terbalas. 
Pernah kau bertanya, kapan aku berhenti menunggumu. Lalu ku jawab, aku akan berhenti di saat aku sudah benar-benar lelah.

Dan selamat! Kamu berhasil mengantarkan ku pada titik lelah itu. Maka kali ini, dengan lugas ku katakan, aku berhenti! Aku berhenti dari segala perasaan dan pikiranku yang selalu tertuju padamu. Aku berhenti untuk menunggu dan mencarimu. 

Lanjutkanlah langkahmu, dan jemput bahagiamu yang paripurna. Begitu pun dengan ku. Akan ku cipta bahagiaku tanpa cerita tentang mu lagi. Habis sudah segala cerita tentangmu. Buku ceritamu, sudah ku tutup rapat dan ku simpan pada satu ruang yang tak mudah untuk ku sentuh lagi.

Terimakasih sudah pernah hadir dan singgah pada cerita perjalanan seorang aku. Terimakasih untuk segala pembelajaran menuju proses pendewasaan diri dengan segala keputusan yang kau beri. Percayalah, apapun cara yang kau pilih untuk menyakitiku, bagaimanapun caramu pergi, aku tak akan pernah bisa membencimu, meskipun segala ceritmu sudah ku habiskan. 

Selasa, 10 Desember 2024

Menata, Lalu Lenyap

12/10/2024 01:29:00 AM 0 Comments


Dia, si paling tau bagaimana rapuh dan hancurnya aku waktu itu. 
Kacau! Tak lagi memiliki harapan, apalagi kepercaayan terhadap apapun dan siapapun! Terlebih harapan dan kepercayaan soal cinta. Menjadi seseorang yang tak lagi memiliki semangat untuk hidup! Hanya berpikir bagaimana caranya cepat pergi dari dunia yang begitu keras dan tak adil ini. Merasa bahwa tak ada lagi alasan untuk ku terus bertahan pada keadaan yang bagiku sangat menyakitkan. 

Dia, si paling setia dan sabar menemani hari-hariku yang begitu berantakan. Tersebab seseorang yang tega memporakporandakan! Mendampingi langkah perjalananku menuju sembuh dari luka yang bukan dia penciptanya. 

Padahal dia bukan sumber atas kehancuran dan rapuhnya aku. Tapi dia, rela berjuang agar aku sembuh! Agar aku mampu mencipta harapan dan membangun impian kembali setelah merasa tak layak memiliki harapan apapun dalam hidup ini.

Tapi dia tau, bagaimana caranya membuatku membangun kembali rasa percaya. Ia tau bagaimana meyakinkanku bahwa dunia tak sejahat yang aku pikir. Bahwa dunia masih memiliki kehangatan, dan bahwa hati ini masih layak untuk kembali merasa apa itu, hidup? dan apa itu cinta?

Di tengah hatiku yang terasa begitu remuk, dia dengan penuh kesungguhan mengatakan. "Lukamu gak akan hilang dalam semalam, tapi aku ada di sini menemani sampai kamu kuat dan melupakan kesakitanmu saat ini." 

Kalimatnya sederhana, namun sangat berarti untukku. Dia menata ulang puing-puing kepercayaanku yang telah hancur berserakan. Dia menyusun harapan yang sudah cukup lama ku abaikan. Dia terus menguatkanku dari waktu ke waktu, agar ku mampu meraih apa yang menjadi impianku selama ini. Tutur kata serta sikapnya seolah saling bekerja sama mendorong hatiku jatuh padanya. Perlahan namun pasti, ia menjadi pusat dari segalanya bagiku.

Aku pikir, dia memanglah seseorang yang dikirimkan Tuhan untuk menjadi obat sekaligus pengganti bagi dia yang telah pergi. Aku kira, dia akan selamanya berada di sisi. Namun segala yang aku pikirkan dan aku kira tak pernah terjadi.

Dia hadir bukan untuk benar-benar tinggal, ia hanya singgah. Singgahnya membangun apapun yang telah runtuh dari diriku. Dia datang hanya untuk menata, bukan untuk menetap. Dia hadir hanya untuk membangun kembali duniaku yang telah runtuh, hancur berantakan. membuatku berani untuk kembali mencinta.  Namun setelah ia memastikan bahwa kakiku telah kembali kuat berdiri, luka ku sudah nyaris sempurna terobati, ia pamit pergi. 

Kepergiannya menyisakan jejak tanya, "Apakah hati ini harus kembali hancur?"

Tapi menyedihkannya kali ini ia harus hancur oleh seseorang yang sempat membantu untuk pulih dan utuh lagi.

 Apakah luka ini harus terbuka lagi? Padahal dia yang telah menutupnya dengan sangat rapat.

Aku tak tahu apa yang lebih menyakitkan: kehilangan seseorang yang menghancurkan segalanya, atau kehilangan seseorang yang membangun segalanya lalu ditinggal pergi.

Aku tak tau, haruskah berterimakasih kepadanya karena pernah membantuku menata segala hal yang hancur, ataukah marah dan membenci karena dia memilih untuk pergi dan lenyap.

Karena harapku, dia hadir untuk menjadi yang terakhir. Inginku, dia singgah untuk sebuah kata sungguh. Namun ternyata, takdir Tuhan ternyata tak sejalan dengan harap dan inginku. Dia datang hanya untuk menata, bukan menetap. 

Minggu, 01 Desember 2024

Lembaran Kenangan

12/01/2024 12:41:00 PM 2 Comments


Harusnya aku sudah benar-benar selesai untuk membaca buku baru yang dengan sengaja ku pinjam dari orang lain. Mestinya, buku itu lekas ku kembalikan, di saat aku sudah membaca semua isi pada prolog dan juga bab pertamanya. Namun, aku terlalu penasaran untuk membaca alur cerita berikutnya. Dan sialnya aku mulai jatuh hati pada setiap rangakaian diksi yang disajikannya

Setiap alur ceritnya membuatku berdecak kagum pada si tokoh utama.

Aku terus membuka setiap babnya. Membacanya setiap hari. Menikmati barisan diksi yang membuat ku semakin jatuh cinta. 

Hingga suatu ketika, sang waktu menyuruhku berhenti untuk membacanya. Sang waktu memintaku untuk kembalikan buku itu pada yang semestinya. 

Tapi ku menolak! 

Ku teriakan pada sang waktu "aku tak bisa melepasnya!"

Lalu dengan tegas sang waktu mengingatkan, "itu bukan bukumu! Kembalikanlah!"

Aku masih pada inginku. Ku peluk erat buku itu. Ku memohon pada waktu untuk tidak mengambilnya dari ku. 

Tapi permohonanku tak dihiraukan. Tangis mengibaku tak didengarkan. Sang waktu menarik paksa buku yang sedang berada dalam dekapanku. Membuatnya robek terbagi menjadi beberapa bagian. Meninggalkan beberapa bagian cerita dalam genggaman. Ia mengembalikan sebagian besar yang telah terambil pada si pemiliknya. Lalu aku, menyimpan lembaran sobekan yang tertinggal pada tanganku.

Lembaran itu yang kini ku baca berulang kali. Meski aku tak pernah tau akhir pada ceritanya seperti apa. 

Lembaran itu yang kini ku simpan dan jaga dengan begitu baik. Agar ketika ku rindu, cukup ku temukan ia pada tempat penyimpanan teristimewa ku. 

Aku tau, buku itu tak akan pernah lagi kembali pada ku. 

Tapi setidaknya, aku merasa sangat bahagia karena pernah membacanya, dan jatuh cinta pada setiap diksinya. Dan ternyata, meski yang tersisa hanyalah lembaran potongan ceritanya, aku masih mencintai buku itu, dan aku masih menunggu sang waktu menceritakan kepadaku bagaimana akhir dari cerita dari buku yang telah membuatku merasa jatuh cinta sedalam ini. 

~~~~

Tapi.... Ini bukan tentang buku. Ku yakin kau paham itu. 😊